Sejak itu, Fernando Santos mulai benar-benar percaya kepadanya. Sejak itu, Sanches mengucapkan salam perpisahan kepada bangku cadangan. Melawan Polandia di perempat final, untuk kali pertama, Sanches dimainkan sebagai starter. Dia menggeser Ronaldo sebagai pemain termuda Portugal yang main sebagai starter di Piala Eropa. Dia yang awalnya hanya sebagai pengganti Joao Moutinho, justru mengirim seniornya itu ke bangku cadangan.
Dan, di pertandingan inilah, Sanches mulai mengirim pesan kepada semua orang, bahwa dirinya memang istimewa. Tak hanya memberi energi besar di lini tengah Portugal, dia juga mencetak gol yang menyamakan skor 1-1. Dan, dia menjadi pemain termuda yang meraih predikat pemain terbaik laga (man of the match) dalam sejarah Piala Eropa.
“Pelatih bertanya kepada kami siapa yang ingin mengambil penalti. Cristiano (Ronaldo) menendang pertama dan saya katakan, saya menjadi yang kedua,” jelas Sanches seperti dilansir UEFA.
Bagi yang pernah bermain bola ataupun futsal dan tampil di turnamen, Anda pasti nya tahu bagaimana situasi ketika adu penalti. Saya saja yang pernah tampil di turnamen antar Pokja dan melakoni adu penalti di semifinal, merasakan betapa ‘mencekam’ suasana nya. Senior saya yang biasanya piawai bikin gol jarak jauh saja bahkan tidak gol. Apalagi ini sekelas Piala Eropa dan menentukan langkah ke semifinal.
Situs resmi UEFA menulis, meski di luar lapangan, Sanches dikenal memiliki kepribadian yang kalem dan tenang. Tetapi, segalanya berubah ketika dia turun ke lapangan. Dia berubah menjadi monster yang tidak bisa dilemahkan oleh lawannya. Bahkan, ketika sesi latihan. “Ketika dia membawa bola, Anda tidak akan tahu seberapa muda dia. Secara fisik dan mental, dia sangat siap untuk menjadi pemain besar,” ujar Antonio Sousa, mantan pemain Timnas Portugal.
Ketika orang menyebut Sanches seperti Edgar Davids--mantan pemain Timnas Belanda yang berambut sepertinya--dia justru menganggap dirinya mirip dengan Clarence Seedorf--rekan Davids--ketika wawancara Benfica TV. “Cara memainkan bola dan mengumpan, juga intensitasnya di lapangan, memang mirip Clarence,” ujar Pierre van Hoidjonk, mantan pemain Timnas Belanda.
Ya, Renato Sanches dengan kenyataan handicap minim pengalaman dan baru pertama main di turnamen besar, nyatanya tidak membuatnya demam panggung. Dia justru tahu caranya memeluk peluang.
Caranya dengan mengatasi kelemahan yang bisa muncul pada dirinya sendiri. Kelemahan berupa ketidakpedean, grogi, minder khas anak baru. Lihatlah betapa dia begitu percaya diri dan tidak minder ketika bermain sehingga tidak silau oleh lawan-lawan yang memiliki nama besar. Lihatlah dia begitu tenang ketika bermain seolah-olah Piala Eropa sekadar memainkan bola di taman dekat rumahnya. Satu lagi, sebagai anak muda, dia juga tidak pongah. Dia sosok yang mau untuk terus belajar. Ah, rasanya ke depan, dia akan jadi seperti Cristiano Ronaldo yang peran nya tidak tergantikan di Tim Portugal.
“Dia anak yang baik dan selalu ingin belajar. Dia akan menjadi masa depan dari tim nasional, pasti,” ujar bek Portugal, Jose Fonte.