Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Masihkah Keberuntungan Memayungi Brazil di Copa America 2016?

6 Juni 2016   10:37 Diperbarui: 6 Juni 2016   18:45 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coutinho dan kawan-kawan harus bangkit saat melawan haitu di laga kedua/Daily Mail

Hasil 0-0 yang diraih Brazil ketika melawan Ekuador pada laga pertama Grup B Copa America 2016 di stadion Rose Bowl Pasadena, Minggu (5/6), jadi cerminan seberapa besar peluang tim asuhan Carlos Dunga di 'perayaan 100 tahun' turnamen sepak bola tertua di dunia ini.

Brazil terlihat kepayahan. Tetapi, Brazil masih dinaungi keberuntungan sehingga tidak kalah. Keberuntungan yang berwujud dianulirnya gol Ekuador. Sekesal apapun pelatih Ekuador, Gustavo Quinteros sehingga menyebut kemenangan tim nya dirampok wasit, toh itu tidak bisa mengubah hasil akhir.

Dan memang, sejarah bicara, Brazil punya peruntungan bagus dengan lapangan-lapangan di Amerika Serikat. Kita ingat, 22 tahun silam, Brazil memenangi Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat setelah mengalahkan Italia, 3-2 (0-0) lewat adu penalti. Kala itu, laga final juga dimainkan di Rose Bowl. Italia sebenarnya tampil lebih bagus. Tetapi, Brazil lebih beruntung. Keberuntungan yang terjadi karena mereka memiliki kiper hebat bernama Claudio Taffarel dan juga ketidaktenangan dua penendang Italia, Franco Baresi dan Roberto Baggio.

Dan 22 tahun kemudian, Brazil datang lagi ke Amerika Serikat. Bukan di Piala Dunia. Tapi di Copa America 2016. Carlos Dunga yang kala itu jadi kapten tim, kini menjabat pelatih Brazil. Mungkinkah keberuntungan itu akan kembali memayungi Brazil di Copa America 2016?

Saya meyakini, keberuntungan itu memang ada di sepak bola. Tetapi, keberuntungan itu tidak datang sembarangan. Ada kondisi yang membuat keberuntungan itu pada akhirnya sudi datang memayungi sebuah tim. Kondisi itu berwujud pada kemauan sebuah tim untuk bekerja keras di lapangan. Bisa juga berwujud permainan menyerang sehingga banyak menghasilkan peluang. Atau kedisplinan menjaga pertahanan sembari mengintai peluang lewat serangan balik. Ya, untuk memenangi pertandingan atau terhindar dari kekalahan, sebuah tim bisa dibantu keberuntungan. Namun, untuk memenangi turnamen besar, tidak bisa sebuah tim sekadar mengandalkan keberuntungan semata. Termasuk Brazil di Copa America 2016 kali ini.

Ya, kiranya akan sangat sulit bagi Brazil memburu gelar kesembilan di Copa America bila penampilannya belum bisa move on dari seperti saat melawan Ekuador. Sebab, ada tim-tim favorit juara yang telah memperlihatkan permainan lebih keren seperti Kolombia dan Meksiko. Juga masih ada Argentina dan juara bertahan Chile.

Sepanjang laga melawan Ekuador, kecuali upaya Coutinho di menit ketiga dan sundulan Lucas Moura pada tujuh menit jelang bubaran yang sedikit melebar, permainan Brazil memang tidak terlihat istimewa. Senyum kecut acapkali terlihat dari wajah Dunga. Apalagi ketika melihat Willian Borges terpincang-pincang di babak pertama. Jelas, Dunga jauh dari bahagia. Brazil yang diunggulkan, nyatanya tidak bisa memperlihatkan keperkasaannya. Sang juara Copa America delapan kali ini terlihat tidak istimewa. Ada apa dengan Brazil?

Bukan Melulu Karena Absennya Neymar
Ketiadaan Neymar di tim Brazil karena tidak diizinkan oleh klubnya, FC Barcelona disebut-sebut sebagai penyebab terbesar penampilan Brazil yang tidak istimewa. Harus diakui, tanpa Neymar, Brazil memang kehilangan salah satu faktor yang bisa membuat lawan mereka takut. Neymar dengan kecepatan dan skill olah bolanya, acapkali menjadi sumber gol dan juga penunjuk jalan bagi rekan setimnya lewat umpan-umpan kunci (assist).

Toh, Brazil bukan hanya Neymar. Dunga juga telah terbiasa tidak mengandalkan Neymar. Di beberapa pertandingan persahabatan, Neymar tidak ikut bermain. Pun, di Copa America 2015 lalu, Brazil juga tanpa Neymar. Dunga memilih memanggil penyerang tua, Robinho untuk mendampingi Roberto Firmino. Hasilnya lumayan. Brazil mencetak empat gol di fase grup (sama dengan Argentina yang punya banyak penyerang hebat). Brazil terhenti di perempat final setelah kalah adu penalti dari Paraguay.

Sejatinya, skuad Brazil di Copa America 2016 tidak buruk. Ketika melawan Ekuador, Dunga terlihat mengandalkan sisi sayap untuk bisa menguasai pertandingan. Di posisi bek kanan ada Dani Alves (Barcelona) dan di sisi kiri ada Filipe Luis (Atletico Madrid). Di tengah, Dunga sangat percaya pada dua pemain sayap yang bermain di Liga Inggris, Willian Borges (Chelsea) dan Philippe Coutinho (Liverpool). Juga ada nama Casemiro, gelandang muda yang musim ini jadi salah satu pemain yang paling sering mendapat pujian dalam sukses Real Madrid memenangi Liga Champions. Di depan, Dunga punya Jonas Oliveira yang musim ini mencetak 32 gol di klubnya, Benfica. Dia juga yang membuat satu gol kala Brazil menang 2-0 atas Panama pada laga persahabatan, 30 Mei lalu.

Willian ditandu karena cedera ketika melawan Ekuador/Daily Mail
Willian ditandu karena cedera ketika melawan Ekuador/Daily Mail
Lalu di bangku cadangan ada nama Lucas Moura, winger yang main di klub juara Ligue 1 Prancis, Paris Saint Germain. Juga striker berbadan gempal, Givanildo Viera de Souza alias Hulk. Serta, mantan tandem sehati Neymar ketika main di Santos, Paulo Henrique Chagas de Lima alias Ganso yang sempat jadi incaran tim-tim elit Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun