Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Laga Pembuka Copa America 2016; Memori Escobar dan “Berkah” James Rodriguez

3 Juni 2016   09:15 Diperbarui: 3 Juni 2016   09:45 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerbang Copa America edisi 100 tahun, Centenario, akan dimulai Jumat (3/6/2016) waktu Amerika Serikat (Sabtu pagi waktu Indonesia). Laga antara tuan rumah Amerika Serikat (AS) melawan Kolombia, akan jadi ‘sajian pembuka’. Bukan laga biasa. Tapi, laga emosional yang memaksa kita mengingat kembali salah satu tragedi memilukan di sepak bola. Tragedi yang terjadi pada 22 tahun silam.

Ya, mari kembali ke masa 22 tahun silam. Ketika Kolombia dan Amerika Serikat bertemu di laga kedua fase grup Piala Dunia 1994. Kala itu, AS juga jadi tuan rumah. Sementara Kolombia datang dengan tim terkuat dengan pemain bintang seperti Carlos Valderrama, Freddy Rincon dan Faustino Asprilla. Legenda sepak boa Brasil, Pele bahkan menyebut Kolombia calon juara dunia setelah memuncaki fase kualifikasi zona Amerika Latin tanpa pernah kalah. Termasuk kemenangan 5-0 atas Argentina di Buenos Aires.  

Apa daya, di luar dugaan, Kolombia justru takluk 1-3 dari Rumania di laga pembuka. Maka, laga kedua melawan AS, jadi laga hidup mati bagi Kolombia. Namun, setengah jam lebih lima menit laga berjalan, gawang Kolombia jebol. Niatan bek Kolombia, Andres Escobar menghalau bola umpan crossing lawan, justru berbuah petaka. Bola nyelonong masuk ke gawang sendiri. Kolombia pun kalah 1-2. Dan itu membuat Kolombia out.

Dan, kita tahu apa yang terjadi setelahnya ketika rombongan tim Kolombia kembali ke negaranya. Escobar ditembak mati ketika pulang dari sebuah bar di Medellin. Dia diberondong peluru ketika menaiki mobilnya di parkiran. Pelakunya diduga mafia narkoba yang kalah taruhan akibat gol bunuh dirinya. Memang, selama gelaran Piala Dunia 1994, Kolombia yang lekat dengan sindikat narkoba, bertaruh apakah Kolombia bisa membawa pulang piala atau tidak. Ada yang mengancam gelandang Kolombia, Gabriel Gomez, bahwa mereka akan membunuhnya jika tim tidak bermain baik di turnamen dunia. Gomez pun ketakutan dan menarik diri dari tim.

Maka, terjawablah kegagalan Kolombia di Piala Dunia 1994. Mereka bermain dengan nyawa yang terancam. Kala itu, sepak bola bak “pembunuh bayaran” yang mengintai pemain-pemain Kolombia. Maka, yang terjadi di Amerika Serikat, pasukan Francisco Maturana, pada akhirnya bermain buruk.

Dan, 22 tahun kemudian, Kolombia kembali ke tanah Amerika Serikat. Kali ini bukan Piala Dunia. Tapi Copa America. Lalu, bagaimana peruntungan Kolombia kali ini ?

Dengan berada di Grup A bersama Amerika Serikat, Kosta Rika, dan Paraguay, seharusnya Kolombia bisa memperbaiki kesalahan mereka pada22 tahun silam. Hanya akan ada dua tim di masing-masing grup yang lolos perempat final. Dan, laga pertama melawan Amerika Serikat adalah kesempatan pertama Kolombia untuk menapaki jalan menuju perempat final (delapan besar).

Berbeda dengan 22 tahun silam, kali ini, tidak ada lagi nyawa yang terancam. Kolombia yang kini ada di peringkat empat rangking FIFA, tidak datang dengan situasi mengerikan bahwa “sepak bola adalah perang”. Kali ini, sepak bola adalah tentang kegembiraan. Ya. tim yang dijuluki “para pembuat kopi” alias Los Cafesteros ini datang dengan gembira.

Tanyakan pada Juan Cuadrado yang datang setelah merayakan gelar ganda bersama Juventus. Tanyakan pada James Rodriguez yang datang setelah merayakan gelar paling bergengsi di Eropa, juara Liga Champions bersama Real Madrid. Juga Carlos Bacca yang menjalani musim perdana di AC Milan dengan rapor bagus. Ketiganya akan menjadi pemain kesayangan pelatih Kolombia, Jose Pekerman untuk mendapatkan kegembiraan di Amerika Serikat.

Namun, yang paling berbahagia sejatinya adalah James Rodriguez. Kembali ke Kolombia bak pulang ke rumah yang menyenangkan. Dan, dimulai dari rumah yang menyenangkan itulah, prestasi seorang bisa terangkat. Karena rumah bisa memberikan energi yang tidak bisa didapati seseorang ketika dirinya merantau dan terasing.  

Di Real Madrid, James memang seolah terasing. Dia memang ikut berpesta merayakan gelar Liga Champions. Tapi, itu perayaan kosong baginya. Apalah artinya pesta bila dirinya sama sekali tidak ikut bermain. Sekadar meihat dari pinggir lapangan. James memang bukan pemain favorit pelatih Real Madrid, Zinedine Zidane. Dia acapkali dibangkucadangkan. Situasi itulah yang membuat legenda Kolombia, Carlos Valderrama sempat protes kepada Zidane. "Dia (Zidane) tida menyukai James". Begitu kata Valderrama.

Toh, selalu ada blessing in disguise. Ada berkah terselubung. Bahkan dari sebuah petaka. Kolombia berharap mendapatkan berkah terselubung dari situasi James di Real Madrid. Bagi pemain sekelas James, jadi pemain cadangan adalah petaka. Tetapi, dengan dirinya tidak sering tampil regular di musim ini. Dengan tidak ikut bermain di final Liga Champions yang hanya berjarak sepekan dari laga pembuka Copa America, akan membuatnya tampil bugar di Amerika Serikat.

Dan satu lagi, James akan menjadikan Copa America 2016 sebagai panggung pembuktian. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya masih se-dashyat seperti ketika tampil di Piala Dunia 2014. Dia ingin menunjukkan dirinya tidak out of form karena perutnya yang mulai gendut seperti pemberitaan media. Ya, inilah panggung James untuk membranding kembali dirinya di mata dunia.

"Ada banyak opini tentang James. Tetapi, satu hal bagi kami, dia adalah seorang pemimpin. Dia akan menunjukkan kepada kita semua, mengapa dia layak memakai tanda kapten," ujar Pekerman dilansir ESPN.

Cadangan di Real Madrid, Pemimpin di Kolombia
Cadangan di Real Madrid, Pemimpin di Kolombia
Bila begitu, Amerika Serikat yang dilatih Juergen Klinsmann patut waspada. Klinsmann yang menargetkan timnya bisa lolos ke semifinal, tidak bisa sekadar menjadikan kemenangan 2-1 di Piala Dunia 1994 sebagai pendorong motivasi. Sebab, Kolombia kali ini adalah tim yang ingin bergembira di lapangan. Karena memang, itulah “khittah” sejati dari sepak bola. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun