Akan seperti apa derby Manchester di Liga Inggris musim 2016/17 nanti? Itu pertanyaan yang paling menarik untuk ditunggu jawabannya. Utamanya setelah media mengumumkan nama Jose “Mou” Mourinho sebagai pelatih anyar Manchester United. Mourinho seakan menjemput takdirnya untuk kembali bertemu dengan Josep “Pep” Guardiola yang namanya lebih dulu dipatenkan sebagai pelatih Manchester City, rival sekota United.
Pep dan Mou. Jauh sebelum keduanya menjadi pelatih top, kedua nya pernah akrab di Barcelona pada pertengahan 90 an silam. Kala itu, Pep masih bermain. Sementara Mou menjadi penerjemah bahasa dari pelatih Barcelona kala itu, Sir Bobby Robson. Dan kebersamaan itu rupanya membuat keduanya ditakdirkan untuk selalu bertemu.
Ya, Pep dan Mou memang seperti ditakdirkan untuk bertemu. Bertemu dalam momen yang tepat. Momen tepat itu bisa berwujud keduanya melatih klub yang berkompetisi dalam satu liga. Atau, keduanya melatih klub besar yang punya kisah rivalitas panjang. Takdir itulah yang mempertemukan keduanya di Liga Spanyol lima tahun silam kala Mou melatih Real Madrid dan Pep membesut Barcelona.
Bagaimana di Manchester? Bukan hanya rivalitas mereka yang akan ditunggu, Tetapi juga pengaruh mereka pada klub masing-masing. Boleh jadi, dua pria ini akan mengubah wajah klub kota Manchester City itu. Dari yang awalnya protagonis menjadi antagonis. Pun sebaliknya, dari antagonis menjadi protagonis.
Dalam sepak bola Inggris, utamanya di Manchester, dua tim besar di sana juga diposisikan sebagai “si cantik” dan “si buruk rupa”. Selama ini, United lah yang di anggap si cantik itu. Dan City lah si buruk rupa nya.
City acapkali dikesankan sebagai tim instan yang berhasil “membeli gelar” lewat gelontoran uang berlimpah. City hanya besar lewat “sim salabim”. Sementara United dicitrakan sebagai tim idaman yang memiliki struktur tim bagus. Mulai tim akademi, hingga suporter fanatik. Dan satu hal kelebihan United yang tidak dimiliki City adalah sejarah panjang meraih trofi.
Nah, Pep dan Mou selama ini juga dikesankan sebagai potret si putih dan si hitam. Pep-lah si putih nya. Dia dianggap sebagai pelatih cerdas dengan pendekatan yang bagus kepada pemain, suka permainan menyerang dan juga bersahabat dengan awak media.
Sementara Mou adalah kontradiksi dari Pep. Dia dikesankan sebagai pelatih yang sering berkonflik dengan pemain dan staf nya, cenderung memainkan strategi permainan yang berorientasi pada hasil, juga mood-mood an kala menghadapi media.
Lalu, apakah hadirnya Pep dan Mou akan mengubah stigma City dan United yang selama ini sudah memiliki kesan melekat ?
“Pep akan mengubah wajah sepak bola Inggris,” ujar Xavi Hernandez, mantan kapten Barcelona.
Ya, jangan kaget bila nanti, City di era Pep Guardiola, akan berkembang menjadi klub yang dicintai banyak orang dengan filosofi permainan ala Pep. Dan, jangan geleng-geleng bila kelak, United yang selama 25 tahun terkenal dengan tim dengan filosofi attack attack attack, mendadak doyan permainan pragmatisme “yang penting menang” ala Mourinho.
Apa yang dirasakan fans Manchester United atas hadirnya Mourinho, rasanya terwakili oleh pernyataan Eric Cantona, sang legenda hidup Manchester United. Kepada jurnalis The Guardiona, Owen Gibson, dia bilang “I love Jose Mourinho but he is not Manchester United”. Ya, Jose Mourinho dicintai karena karakter dan passion nya pada sepak bola. Tapi tidak untuk filosofi sepak bola nya.
“Saya menyukai kepribadian, rasa humor, dan juga passion nya pada pertandingan. Dia cerdas dan memenangi banyak gealr. Tetapi, saya tidak berpikir cara dia memperlakukan sepak bola adalah yang dicintai fans Manchester United” kata King Eric.
Bahkan, Cantona berujar yang boleh jadi merupakan harapannya yang tidak kesampaian, bahwa dirinya akan lebih senang melihat Guardiola yang melatih United karena adanya kesamaan filosofi. “Saya akan sangat senang bila Guardiola melatih United. Hanya dia yang bisa mengubah United. Dia berada di Manchester. Tapi dia ada di tempat yang salah,” ujarnya
Well, rasanya tidak adil bila kita melakukan penghakiman sebelum keduanya bekerja. Boleh jadi, opini kita sekadar berprasangka saja berdasarkan pengalaman sebelumnya dari apa yang telah kita lihat pada keduanya.
Siapa tahu, pasca ending buruk di Chelsea musim lalu, Mourinho mau move on dan mengubah selera nya pada sepak bola? Siapa tahu, Mourinho bisa membuat United menangan dengan memeragakan permainan menyerang? Karena, Mourinho bukanlah iblis dan Pep juga bukan malaikat. Salam. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H