Gary juga sosok berani. Pernah dalam derby Manchester, Gary yang tak ikut bermain, merayakan gol United dengan berlari dan berteriak di depan tribun yang dijejali fans Manchester United. Yang paling kontroversial adalah ketika dia tertangkap kamera tengah mencium mesra gelandang United, Paul Scholes, di lapangan.
Namun, ketika dipercaya melatih, ternyata kecerdasan Gary ketika jadi pemain dan kejelian analisis Gary ketika menjadi pundit, sama sekali tidak terlihat. Valencia yang sempat menaruh asa ketika memperkenalkan dirinya di hadapan fans, kini tentunya berpikir Gary bukanlah orang yang tepat untuk menerbangkan “sayap-sayap kelelawar asal Mestalla” ini.
Dulu, ketika diwawacarai wartawan saat sesi perkenalan, Gary Neville bilang begini.
"Dalam lima bulan ke depan, apapun yang akan terjadi, orang akan menyebut saya gagal atau sukses. Tetapi saya akan lebih senang menganggapnya sebagai pengalaman dan pelajaran”.
Gary benar. Dua bulan melatih Valencia, dia telah merasakan pelajaran dan pengalaman sebagai pelatih. Sayangnya, pengalaman yang ia dapat teramat pahit. Sayangnya pelajaran yang ia peroleh amat menyesakkan. Reputasinya pun turun. Gary yang menjadi asisten pelatih Timnas Inggris, Roy Hodgson dan disebut-sebut punya prospek bagus untuk suatu saat nanti melatih Inggris, malah ‘menurunkan’ sendiri reputasinya lewat kegagalannya di Valencia.
Jadi komentator, pundit, analis sepak bola memang tidak mudah. Anda butuh data yang tidak tersedia di supermarket tetapi harus dicari. Anda butuh kemampuan menganalisis permainan dan memprediksi apa yang akan terjadi dan Anda juga butuh gaya komunikasi yang baik dan berani bicara.
Namun, sesulit-sulitnya jadi komentator sepak bola, rupanya masih jauh lebih sulit melatih tim sepak bola. Tidak percaya? Tanyakan pada Gary Neville.
Salam.
Sumber : Daily Mail
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H