“Juaranya Leicester City Saja. Jangan yang Itu-itu Saja.”
Begitu tulisan status seorang teman di akun media sosialnya menyoal kemenangan Leicester City, 2-0 atas Liverpool pada laga pekan ke-24 Liga Inggris, Rabu (3/2) pagi tadi. Teman saya yang fans fanatiknya Manchester United itu menganggap, bila Leicester City yang juara, itu adalah “hasil paling adil”.
[caption caption="Ekspresi Jamie Vardy usai mencetak gol keren ke jala Liverpool/Daily Mail"][/caption]Hasil paling adil? Bisa jadi begitu. Pengandaiannya begini. Dari beragam fans tim-tim besar yang jadi langganan juara, ketika ditanya “tim mana yang akan jadi juara”, maka secara subyektif sekaligus kepedean berbungkus fanatisme, mereka tidak berpikir dua kali untuk menyebut tim idola mereka yang akan juara.
Coba tanyakan pertanyaan itu kepada fans Arsenal. Saya yakin, para Goners akan menjawab mantap, Arsenal-lah yang akan jadi juara. Meski pagi tadi hanya main 0-0 dengan Southampton di London dan posisi nya kini melorot ke posisi empat.
Begitu juga dengan fans Manchester City. Mereka yakin, City yang kini ada di posisi dua, akan bisa mengejar selisih tiga poin dengan Leicester dan pada akhirnya menyalip di tikungan untuk jadi juara. Bahkan, fans MU sekalipun, meski MU kini ada di posisi lima dan berjarak 10 poin dengan Leicester. Toh, masih ada 14 pertandingan dan apapun masih bisa terjadi. Impossible is nothing lha.
Namun, bila harus mencoret tim idola masing-masing, mereka pastinya bakal memilih Leicester City sebagai pilihan yang ‘buruk dari yang terburuk’. Fans MU pastinya akan lebih senang Leicester yang juara ketimbang rival sekota, Manchester City. Fans Tottenham tentunya lebih suka trofi diberikan pada Leicester daripada ke rival sesama London seperti Arsenal atau Chelsea.
Tapi yang jelas, semakin ke sini, semakin jelas bahwa Leicester bukanlah “Cinderella” yang hanya bisa berpesta hingga tengah malam kemudian kembali jadi perempuan biasa. Ketika pergantian tahun dan Leicester kalah dari Liverpool di Anfield, banyak yang menyebut tim asuhan Claudio Ranieri ini akan segera turun dari papan atas. Tidak sedikit yang menilai kejutan Leicester sudah habis.
Nyatanya, Leicester tetap setia menempel Arsenal sembari menunggu tikungan untuk menyalip. Kesempatan itu datang dua pekan lalu. Ketika Arsenal kalah dari Chelsea, Leicester menang meyakinkan atas Stoke City. Maka, Leicester pun menyalip Arsenal dengan selisih tiga poin. Jarak tiga poin itu tetap bisa dijaga Sang Rubah Biru--julukan Leicester setelah menang 2-0 atas Liverpool. Namun, pesaing Leicester kini berubah. Tak lagi Arsenal. Tapi, Manchester City.
Di King Power Stadium, Jamie Vardy kembali menunjukkan bahwa dirinya layak masuk tim Inggris untuk Piala Eropa 2016. Lihatlah betapa cantiknya gol pertama yang lahir lewat sepakan voli melengkung. Saya menjagokan gol Vardy itu sebagai nominator gol terbaik Liga Inggris musim ini. Meski dari sudut berbeda, tapi gol ini mirip gol nya Marco van Basten ke gawang Rusia di final Piala Eropa 1988 silam.
[caption caption="Vardy dan Riyad Mahrez kembali jadi gaco Leicester/Daily Mail"]
[caption caption="kapten Liverpool, Jordan Henderson (tengah) diapit dua pemain Leicester/Daily Mail"]
Leicester City dan Neraka Februari
Well, teka-teki kepantasan dan bisa tidaknya Leicester merebut gelar juara Liga Inggris musim 2015/16, akan semakin jelas kelihatan di akhir Februari nanti. Andai di akhir Februari, Leicester masih gagah di puncak klasemen, Jamie Vardy dan kawan-kawannya, kemungkinan besar bisa bablas jadi juara. Kenapa? Sebab, Februari akan menjadi masa terberat bagi Leicester.
Ya, di Februari yang diidentikkan banyak orang sebagai bulan cinta, justru menjadi ‘neraka’ bagi Leicester. Setelah menjamu Liverpool, The Foxes akan menghadapi dua penantang utama dalam perebutan gelar: Manchester City dan Arsenal. Yang berat, dua laga itu digelar di luar kandang. Leicester City akan menantang City di Etihad Stadium pada Sabtu (6/2) dan sepekan kemudian, menantang Arsenal di Emirates Stadium (14/2). Dan di pekan terakhir Februari, Leicester menjamu Norwich City.
Andai saja Leicester mampu meraih minimal lima poin--apalagi bila mampu menyapu bersih tiga laga dengan kemenangan, tim yang pada musim 2013/14 silam masih berada di Divisi Championship ini--akan semakin gagah memimpin klasemen.
Berikutnya, Leicester berturut-turut bakal meladeni Newcastle United (home), Crystal Palace (away), Southampton (home), Sunderland (away), West Ham United (home), Swansea City (home), Manchester United (away), Everton (home), Chelsea (away. Dalam sembilan laga sisa tersebut, di atas kertas, hanya away ke Old Traffrod menantang Manchester United dan away ke Stamford Bridge melawan Chelsea yang masuk kategori berat. Namun, laga melawan tim-tim yang terancan degradasi, juga 'berbahaya' semisal melawan Newcastle, Sunderland dan Swansea City.
Bisakah Leicester City mengikuti jejak Blackburn Rovers yang jadi juara Liga Inggris 1993/94 silam, meski kala itu tak diunggulkan dan sempat hanya dianggap 'batu sandungan' bagi Manchester United. Mereka yang menyukai kejutan dan anti kemapanan, pastinya akan berujar “Leicester City saja juara nya”. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H