Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nur Rahmad Akhirullah; Mengubah Pola Pikir Petani di Pulau Madura, Memotivasi Anak-anak Bangga Jadi Petani

29 Januari 2016   14:33 Diperbarui: 29 Januari 2016   17:12 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, ternyata tidak mudah untuk memulai aksi itu. Tidak mudah mengumpulkan petani untuk diajak berdiskusi dan menyampaikan apa saja masalah yang mereka hadapi. Nara tidak kehabisan akal. Dia lantas meminta bantuan para tokoh ataupun kepala desa setempat untuk ikut serta dalam program tersebut. Berdua, mereka mendatangi rumah para tokoh desa di Bangkalan yang menjadi tujuan, untuk menyampaikan gagasannya. Dan itu berhasil.

Berhasil di kegiatan pertama, Nara pun lebih aktif menghidupkan forum diskusi petani. Dari hanya berdua, forum itu terus berkembang. Dia lalu mengajak mahasiswa, aktivis untuk bergabung. Mereka semakin rajin blusukan ke desa-desa untuk berdiskusi dengan petani. Diantaranya petani di Desa Soket, Laok, Kecamatan Tragah, petani di Desa Labang Kecamatan Labang, lalu petani di Desa Bilaporah, Kecamatan Socah, juga petani di Desa Modung, Kecamatan Modung, Bangkalan.

Hampir semua kecamatan di Bangkalan yang jumlahnya 18 kecamatan, sudah didatangi. Di mana setiap kecamatan ada tiga hingga empat desa yang disinggahi. Setelah Bangkalan, Nara juga menyambangi petani di kota lain di Pulau Garam seperti Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Termasuk ke Bondowoso, Madiun, dan Brebes (Jawa Tengah).

[caption caption="Nara bersama kader serikat tani maju/foto pribadi"]

[/caption]Selama setahun, Nara menyebut ada lebih dari 500 petani di beberapa wilayah di Madura yang telah mendapatkan pencerahan. Dia juga mengajak kawan-kawannya di media, untuk lebih sering memberitakan pertanian di Madura, serta mendorong pemerintah agar lebih tepat sasaran dalam memberikan bantuan ke petani.

Yang utama disampaikan saat diskusi adalah menyampaikan betapa mulianya profesi petani. Lalu masuk pada materi teknis pertanian yang modern,” ujarnya.

[caption caption="Selain berbagi pengetahuan, juga memberikan pelatihan teknis bertani/foto pribadi"]

[/caption]Berdiskusi dengan petani di beberapa tempat di Madura, membuatnya semakin paham permasalahan yang dihadapi petani. Dia jadi tahu jawaban mengapa petani seringkali merugi dalam artian hasil panen tidak sebanding dengan pengeluaran yang dihabiskan sejak persiapan masa tanam. Menurutnya, ada banyak petani yang selama ini salah pikir dengan menjadikan bertani sekadar kegiatan yang hasil tani nya dimakan sendiri dan bila ada lebih barulah dijual.

Jarang sekali ada petani yang bermind-set pengusaha,” kata dia.

Nara juga jadi tahu, ada banyak petani yang memiliki keterbatasan pengetahuan. Bertani tetapi tidak memiliki ilmu di bidang pertanian maupun pengolahan hasil taninya. Selain juga masalah keterbatasan modal dan semakin sedikitnya jumlah petani karena memilih untuk menjual areal sawah mereka. Persoalan itu menurutnya yang harus diselesaikan untuk memuliakan petani. Pemerintah, kata dia, sebenarnya tak kurang-kurangnya memperhatikan pertanian.

Tetapi perhatian itu saja menurut saya tidak cukup. Pendidikan untuk petani-lah yang sangat diperlukan. Itu harus segera dilakukan sesering mungkin. Dimulai dari mengubah mind set petani,” jelas Nara.

Memimpikan Petani yang Melek Teknologi

Karenanya, tidak hanya berdiskusi, Nara dan kawan-kawannya juga membentuk kelompok-kelompok tani (Poktan). Mereka juga membentuk Serikat Tani Mandiri. Hingga kini, mereka terus membentuk Poktan baru sebagai wadah pembelajaran dan kaderisasi tani secara teknis, organisatoris dan juga politis dalam artian membentuk petani yang melek aturan-aturan terkait pertanian, juga melek hak dan kewajiban sebagai petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun