Data hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimuat di beberapa media nasional pada Juli 2014 silam, juga memperkuat kengerian Nara. Menurut hasil survei BPS tersebut, selama periode 2003-2013, rumah tangga yang menanam padi (di tahun 2003) sejumlah 14,2 juta rumah tangga, sementara ( di tahun 2013) turun menjadi 14,1 juta. Artinya, selama sepuluh tahun, ada satu juta petani di negeri ini yang ‘pensiun’ bertani. (http://www.voaindonesia.com/content/bps-jumlah-petani-di-indonesia-terus-berkurang/1949152.html).
Data Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) pada September 2015 silam juga merilis kabar buruk bagi dunia pertanian di negeri ini. Bahwa profesi petani terus mengalami penurunan. Setiap tahunnya, 15 ribu petani telah meninggalkan profesinya. (http://economy.okezone.com/read/2015/09/22/320/1219099/jumlah-petani-berkurang-15-ribu-orang-tiap-tahun).
Pengakuan anak-anak petani yang tak pernah bangga punya cita-cita menjadi petani dan bahkan dilarang orang tua mereka untuk bertani karena kenyataan miskinnya pelaku pertanian di negeri ini, membuat Nara tersentak. Dia merasa menemukan inspirasi akan melakukan apa di usianya yang masih muda. Ketika selesai mengikuti program Kelas Inspirasi dan mulai terpikir untuk melakukan gerakan mengedukasi petani itu, usia Nara belum genap 30 tahun.
“Saya awalnya ingin menginspirasi anak-anak itu. Tetapi justru mereka yang memberi saya inspirasi,” kenang Nara.
Memahami Bertani dengan Alih Profesi Jadi Petani
Nara berkeinginan menghidupkan harapan petani untuk melakukan perbaikan hidup dan bangga menjadi petani. Alumnus Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo, Bangkalan, Madura ini ingin melihat petani di negeri ini, punya wawasan luas sehingga mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Rencana besar itu dimulainya dari petani-petani di Madura. Maka, dua bulan setelah selesainya program Kelas Inspirasi, November 2014, mulailah Nara menyusun rencana untuk menjalankan misinya itu.
Namun, dia sadar. Bekal pengetahuan teori yang didapat dari baca-baca buku dan majalah pertanian saja, tidak akan cukup untuk meyakinkan para petani. Dia merasa harus merasakan langsung dunia pertanian. Maka, dia pun mengambil keputusan besar dalam hidupnya: pensiun dini dari profesi jurnalis. Dia mundur dari media tempatnya bekerja. Padahal, dia dinilai punya prospek karier bagus.
Demi ingin memahami kehidupan petani dan merasakan apa saja masalah petani, Nara memutuskan jadi petani. Dengan uang tabungan yang ada, dia menyewa lahan di Bangkalan untuk ditanami sayur dan singkong gajah. Dari situ, dia bisa belajar langsung menjadi petani. Bukan hanya teori. Dengan sering pergi ke sawah untuk bertani, dia banyak bergaul dengan beberapa petani. Dia bisa mendengar keluhan dan juga harapan mereka. Obrolan-obrolan di pematang sawah itu dianggapnya sebagai aspirasi murni dari para petani yang perlu ditindaklanjuti.
“Saya ingin tahu sendiri bagaimana menjadi petani. Dan itu memang susah,” ujar Nara.
[caption caption="Memamerkan hasil tani dari ladang sendiri/foto pribadi"]
Mengubah Mind Set Petani Lewat Blusukan ke Desa-Desa