Tetapi, kenapa pola 4-4-2 Ranieri terlihat begitu hebat?
Kuncinya adalah keyakinan Ranieri dan anak asuhnya bahwa pola klasik itu bisa menjadi skema dashyat. Ranieri membuat Leicester menjadi unit yang saling menguatkan. Dia juga tak melupakan asalnya sebagai Italiano yang diberkahi insting kuat dalam meramu pertahanan. Dia juga jeli melihat melihat kekuatan anak asuhnya. Utamanya kecepatan lari Riyad Mahrez dan Jamie Vardy. Jadilah semua itu diramunya menjadi skema 4-4-2 yang begitu mematikan.
“Leicester nyaris sempurna dalam melakukan serangan balik cepat mematikan,” begitu kata pelatih Liverpool, Juergen Klopp.
"Saya hanya meminta pemain saya untuk menikmati permainan. Ketika mereka masuk ke lapangan, tida boleh ada beban," ujar Ranieri membocorkan 'rahasia' timnya.
Pertanyaannya, bisakah Leicester tetap berada di papan atas di akhir kompetisi atau bahkan jadi juara Liga Primer?
Berat tetapi dalam sepak bola, selalu ada yang pertama. Berat karena di paro kedua kompetisi, tim-tim Liga Primer pastinya sudah bisa membaca cara main ala Ranieri. Apalagi, Leicester akan melakoni jadwal maut. Mereka akan away ke markas tim-tim kelas berat. Leicester akan away ke markas Tottenham (14/1), ke Manchester City (6/2), Arsenal (13/2), away ke MU (30/4) dan di laga pamungkas menantang Chelsea di London pada 15 Mei. Toh, Leicester tidak perlu ngeri. Dari semua tim besar itu, mereka hanya baru kalah dari Arsenal.
Andai konsisten menabung poin di laga penting, Leicester minimal bisa finish di zona Liga Champions tanpa kualifikasi (tiga besar). Ya, persoalannya hanya soal konsistensi. Bukankah Arsenal bermasalah dalam hal konsistensi sehingga membuat mereka tidak pernah lagi jadi juara Liga Primer sejak 2004 silam. Manchester City pun juga tidak stabil di musim ini. tim-tim dengan nama besar macam Chelsea, Manchester United dan LIverpool, masih tampil angot-angotan.
Fans Leicester hanya perlu banyak berdoa. Jamie Vardy dan Riyad Mahrez bebas cedera. Dengan begitu, Ranieri masih bisa istiqomah dalam memberikan kejutan setiap pekan.
“Kami ini hanya ‘tim emperan’ sementara tim-tim lainnya adalah vila dengan kolam renang dan punya semua fasilitas. Memang tidak mudah (memenangi liga). Tetapi kami tak gentar menghadapi siapapuan,” ujar Ranieri.
Ranieri benar. Sukses di sepak bola bukan hanya monopoli tim besar nan kaya yang ia gambarkan bak vila mewah. Siapapun bisa sukses jika punya keinginan kuat dibarengi kemauan keras dan sedikit bantuan keberuntungan. Itulah 'resep rahasia' nya. Boleh jadi, ucapan Paulo Coelho itu pada akhirnya akan menemukan pembenaran untuk Leicester City. Ya, “When you want something, all the universe conspires in helping you to achive it”. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H