Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mau Jadi Kota Cerdas? Tak Perlu Jauh-jauh Belajar ke China, Datang Saja ke Surabaya!

25 Mei 2015   13:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:37 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampah, macet, polusi udara, dan banjir. Bagi warga yang tinggal di perkotaan, adakah yang lebih menyeramkan dibandingkan empat hal itu. Ya, empat hal tersebut bisa dibilang merupakan musuh utama bagi warga yang tinggal di kota-kota besar. Surabaya pun juga pernah tak berdaya melawan empat masalah besar itu.

Tapi, itu cerita dulu. Seiring berjalannya waktu, sampah, macet, polusi udara dan banjir, bukan lagi musuh yang menakutkan. Sedikit demi sedikit, “the big four major problem” itu kini mulai teratasi. Malahan, satu dari “empat musuh” itu, yakni sampah, dengan sentuhan inovasi teknologi, kini menjadi kawan akrab bagi warga Surabaya.

[caption id="attachment_385369" align="aligncenter" width="602" caption="warga di antara tumpukan sampah yang sudah dipilah di bank sampah/foto dokumen pribadi"][/caption]

Kok bisa begitu? Karena warga nya mau berubah yang diinisiasi oleh pemimpinnya. Ada sinergi cerdas antara pemimpin dan masyarakat kota berlambang ikan hiu dan buaya ini. Surabaya adalah contoh nyata betapa kota yang dipimpin oleh pemimpin yang mau kerja dan punya solusi atas masalah kota, berhasil mengajak warga nya menjadi cerdas dengan ikut menjadi problem solving dalam mengatasi masalah sampah, banjir, polusi udara dan macet. Warga diajak untuk ikut memiliki kotanya, bukan sekadar menjadi bagian masalah kota.

[caption id="attachment_385370" align="aligncenter" width="602" caption="wali kota Surabaya (tengah) ketika kerja bakti dengan warga. Bentuk sinergi pemimpin dan masyarakat/foto pribadi"]

1432536003559158883
1432536003559158883
[/caption]

Jadi Kota Cerdas Berawal karena “Berdamai dengan Sampah”

Saya bekerja di Surabaya sejak tahun 2005 silam sehingga cukup tahu situasi di kota ini. Menurut saya, sukses Surabaya menjadi kota maju seperti sekarang, berkat keberhasilan mereka dalam membenahi masalah sampah. Dulu, tumpukan sampah yang menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo yang berasal dari sampah rumah tangga, adalah pemandangan biasa. Menurut sebuah survey, rata-rata sampah rumah tangga yang dihasilkan warga Surabaya, bisa mencapai 10 ton dalam sehari. Hingga kemudian, oleh pemerintah kota Surabaya, warganya “diajak berdamai” dengan sampah

Bagaimana bisa warga Surabaya ‘berdamai’ dengan sampah?

Pemerintah mengajak warga memiliki pemahaman yang sama bahwa lingkungan yang kotor punya banyak implikasi buruk. Dampak yang paling berbahaya, lingkungan kotor merupakan sumber penyakit berbahaya seperti demam berdarah. Lingkungan kotor juga mempengaruhi semangat hidup dan ikut mewarnai kualitas hidup seseorang. Pun, dari lingkungan kotor, orang akan bisa menilai warga Surabaya berbudaya atau tidak. Bahasa Surabaya nya itu “kemproh” alias jorok.

Namun, pemahaman yang benar saja terkadang tidak cukup untuk membangkitkan kepedulian warga. Perlu ada tindakan konkret. Dan itulah yang kemudian dilakukan pemimpin di Surabaya. Mereka turun ke warga, memotivasi mereka untuk ambil bagian dalam program kebersihan kota seperti bersih-bersihsungai Kalimas dengan pemimpinnya ikut njegur (menceburkan diri) ke sungai. Warga juga dirangsang dengan reward melalui lomba kebersihan antar RT yang digelar pemerintah dengan menggandeng pihak swasta. Ada lomba keberrsihan “Green and Clean”, ada juga “Merdeka dari Sampah”.

Memungut Nilai Ekonomis dari Sampah

Selain cerdas menjaga lingkungan, warga Surabaya juga mampu mengambil nilai ekonomis dari sampah. Warga membentuk ‘koperasi sampah’ yang dinamakan bank sampah. Warga punya kesadaran untuk memilah sampah rumah tangga anorganik yang mereka hasilkan, lalu mengumpulkannya lewat bank sampah di beberapa wilayah di Surabaya.

[caption id="attachment_385365" align="aligncenter" width="602" caption="Lewat Bank Sampah, warga tak hanya menangani sampah, tetapi juga mendapatkan nilai ekonomis/dokumen pribadi"]

1432535502104053039
1432535502104053039
[/caption]

Tentang bank sampah ini, saya pernah mengobrol dengan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, Chalid Buchari. Dia mengatakan, omset bank sampah ini ternyata luar biasa. Untuk tingkat pemula, omzetnya bisa mencapai Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta. Bahkan ada yang sudah mencapai Rp 30 juta perbulan. Wow, ‘hanya’ dari memilah sampah, bisa dapat uang sebanyak itu. Apalagi, jumlah sampah yang masuk ke TPA juga berkurang.

Tak hanya warga Surabaya dalam artian ekslusif, dalam makna general, Surabaya juga mendapat imbas positif dari kecerdasan warganya menjaga sampah. Tak hanya berupa penghargaan Adipura Kencana yang diraih di tiga tahun terakhir, income pemasukan pun masuk karena image kota yang bersih. Seperti sering dikatakan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, bahwa Surabaya itu tidak punya hasil tambang, tidak punyaminyak dan tidak ada panorama alam yang mempesona wisatawan untuk datang. Namun, image kota bersih, mampu mengambil alih itu semua.

Atasi Polusi Udara dengan Taman Kota

Pemerintah nya pun punya komitmen untuk mengatasi masalah polusi udara. Taman-taman kota dibangun. Bukan hanya dengan memanfaatkan lahan kosong. Tapi juga mengalihfungsikan lokasi SPBU dan eks tempat pembuangan sampah. Taman kota yang dibangun bukan hanya untuk indah-indahan. Meski memang ada banyak taman di Surabaya yang indah seperit Taman Bungkul, Taman Pelangi, juga Taman Mundu.

[caption id="attachment_385366" align="aligncenter" width="600" caption="Taman Pelangi, salah satu taman kota yang"]

1432535627532379893
1432535627532379893
[/caption]

Fungsi taman kota itu selain sebagai tempat bertemunya warga mulai anak-anak hingga kaum lanjut usia, juga jadi hutan kota yang bisa menekan polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang lalu lalang di Surabaya.

[caption id="attachment_385371" align="aligncenter" width="600" caption="adanya pepohonan dan ruang terbuka hijau di tengah kota, menjadi pengurai polusi udara dari kendaraan bermotor/foto dokumen pribadi"]

14325362241455489920
14325362241455489920
[/caption]

Karena image bersih, karena terkenal udaranya segar lewat taman-taman kotanya, ada banyak orang tertarik datang ke Surabaya. Banyak wisatawan luar pulau dan luar negeri melancong ke Surabaya demi menikmati pesona kota, mengunjungi bangunan heritage, merasakan kulinernya, melihat budayanya. Banyak tamu-tamu pemerintah dari kabupaten/kota se-Indonesia datang karena penasaran ingin melihat langsung wajah Surabaya. Kedatangan wisatawan itu berarti sumber pendapatan bagi warga Surabaya. Hotel penuh. Armada taksi laris manis. Restoran hingga warung di pinggi jalan juga ramai.

[caption id="attachment_385367" align="aligncenter" width="559" caption="warga menikmati sejuknya udara di taman kota/foto pribadi"]

14325357671993771617
14325357671993771617
[/caption]

Cinta kebersihan itupula yang jadi awal keberhasilan Surabaya mengatasi banjir. Sungai-sungai yang dulu dipenuhi sampah bersilang sengkarut, kini relatif bersih dari sampah. Itu tak lepas dari kesadaran warga untuk tidak lagi membuang sampah di sungai. Juga kesigapan personel lapangan Pemkot Surabaya yang melakukan normalisasi sungai dan pembersihan sampah.

Surabaya memang belum bisa disebut bebas banjir. Saya bekerja di Surabaya sejak tahun 2005 silam sehingga cukup tahu situasi di kota ini. Dulu, di beberapa kawasan masih seringkali banjir. Kini, ketika musim hujan, beberapa titik di Surabaya memang masih ditemukan genangan air. Tapi, dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya, kondisi Surabaya masih lebih baik. Kalaupun ada genangan, itupun cepat surut.

Bikin Macet Hanya Tinggal Kenangan Lewat Angkutan Transportasi Massal

Kesadaran warga itupula yang akan kembali menjadi ‘aset’ bagi pemerintah kota Surabaya untuk mengatasi kemacetan kota. Menurut sebuah survey, Surabaya pernah masuk dalam 10 besar kota paling macet di dunia ! Mulai tahun ini, Surabaya berencana membangun angkutan transportasi massal dalam bentuk monorel disusul nanti trem. Bila rencana besar itu terwujud, diyakini akan jadi solusi jitu untuk mengatasi kemacetan. Bila warga beralih ke trem dan monorel untuk memindahkan mereka dari satu tempat ke tempat yang dituju dan memarkir kendaraan bermotor mereka di rumah, tentunya jumlah kendaraan yang lalu lalang di jalan raya akan berkurang. Kemacetan hanya tinggal kenangan. Dan tentunya akan menekan polusi udara.

Bisakah itu terealisasi?

Tidak ada yang tidak mungkin. Bila ada niat baik dan solusi cerdas dari pemerintah nya semisal dengan menetapkan harga tiket angkutan massal yang murah dan terjangkau lalu menyediakan angkutan penyambung di terminal penyangga, warga tentunya tidak mau lagi merasakan stress di himpit kemacetan ketika menaiki angkutan pribadi.

Menjadi Kota Cerdas, Bukan Soal “Bisa atau Tidak tapi “Mau atau Tidak”

Tak hanya mengatasi empat persoalan besar tersebut, pemerintah Surabaya juga membiasakan warganya untuk akrab dengan teknologi melalui perizinan online, pengurusan dokumen kependudukan online, juga aplikasi untuk mengontrol pergerakan sampah yang bisa dimonitor mlalui aplikasi SWAT (Solid Waste Application Transportation).

Satu yang paling dirasa manfaatnya adalah Broadband Learning Centre (BLC), sebuah “rumah” berisi fasilitas untuk pembelajaran teknologi informasi. BLC kini banyak dimanfaatkan oleh kalangan ibu-ibu yang sebelumnya bahkan tidak pernah mengenal computer. Mereka kini tidak hanya hobi nonton sinetron, atau kumpul-kumpul lalu menggunjing tetangga. Ibu-ibu itu sudah jago berkomunikasi di dunia maya. Mereka sudah pandai melakukan jual beli produk lewat online.

Jadi, menurut asumsi saya, untuk mewujudkan kota yang layak disebut sebagai kota cerdas, sebenarnya tidak ribet. Kuncinya ada pada adanya kemauan dari pemerintah dan warganya untuk mau berubah menjadi lebih baik. Menjadi kota cerdas masalahnya bukan soal bisa atau tidak, tetapi mau atau tidak. Surabaya menjadi salah satu contoh kota yang pemimpin dan warganya mau berubah menjadi lebih baik. Beragam penghargaan yang diraih, menjadi salah satu parameter cerdas nya Surabaya. Jadi, kalau mau belajar menjadi kota cerdas, tak perlu jauh-jauh ke China, datang saja ke Surabaya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun