Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Fergie Time, Aset yang Tak Terwariskan

12 Januari 2015   22:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:17 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dia memang tidak akan lagi berada di sini. Tetapi, semoga apa yang telah dia berikan kepada klub ini selama bertahun-tahun, tidak ikut pergi bersamanya”.

Begitu kira-kira harapan dari fans Manchester United (MU) ketika mengetahui Sir Alex Ferguson (SAF) memutuskan berhenti dari profesi juru taktik di klub itu pada Mei 2013 lalu. SAF, manajer paling sukses dalam sejarah klub itu, pergi setelah 26 tahun berada di sana.

Selama lebih dari dua dekade, Ferguson telah menanamkan standar tinggi di MU. Jadilah klub yang ketika dia datang pada November 1986 lalu masih ada di bawah bayang-bayangLiverpool, kini telah berpredikat King of England. Ferguson telah membentuk karakter tim Setan Merah jadi tim yang membenci kekalahan melalui salah satu retorika terkenalnya : Fergie Time !!

Anda yang dulu sering nonton pertandingan MU di era Ferguson, tentunya ingat momen ketika sang manajer melongok ke arah jam tangannya di menit-menit akhir pertandingan. Kadang ia melongok ke arah wasit sembari menuding ke jam tangannya.

Dalam wawancara eksklusif dengan Daily Mail akhir tahun 2014 kemarin, Fergie—sapaan Ferguson, menyebut itu hanya trik, aksi pura-pura. Dia bahkan mengaku sebenarnya tidak tahu jam berapa. Tapi, ajaibnya, “kepura-puraan” Ferguson itu justru seperti jadi mantra sakti. Trik Fergie itu justru ampuh untuk mempengaruhi wasit agar memberi tambahan waktu beberapa detik. MU pun jadi punya hobi maut yang bikin lawan mereka gentar: bikin gol penentu kemenangan di menit-menit akhir. Itulah salah satu aset Ferguson.

Faktanya, MU era Ferguson berkali-kali memamerkan kesaktian Fergie Times. Beberapa yang tak terlupakan adalah ketika MU meng-KO Manchester City 4-3 (24/9/2009) lewat gol penentu Michael Owen di menit ke-95! Atau, ketika menang 3-2 atas Aston Villa lewat gol penentu bocah 17 tahun, Federico Macheda di menit ke-93 padaApril 2009. Dan, yang paling diingat adalah ketika MU juara Liga Champions 1999 lewat kemenangan superdramatis 2-1 atas Bayern Munchen via dua gol Teddy Sheringham dan Olegunnar Solksjaer di “menit-menit menuju kematian”.

Kini, Fergie sudah pergi meski dia masih sering datang ke stadion, nonton MU main. Kepada pria Belanda bernama Louis Van Gaal, fans MU menaruh harapan. Sebuah harapan agar MU kembali bermental menangan.

Namun harapan fans MU agar apa-apa yang telah diberikan Fergie tidak ikut pergi bersama kepergiannya, tinggal harapan. Sebab, aset Ferguson bernama Fergie Times itu rupanya tidak terwariskan. MU di era Louis van Gaal, tidak lagi hobi mencetak gol kemenangan di menit-menit akhir. Tidak ada lagi kisah Fergie Time.

Musim ini, hanya dua kali MU membuat gol menit akhir. Namun, itu bukan gol kemenangan tapi hanya gol penghindar kekalahan. Yakni ketika Daley Blind menyamakan skor 2-2 lawan tuan rumah West Bromwich Albion (22/10/2014) di menit ke-89. Dan pada 26 Oktober 2014, ketika gol penyama Robin van Persie di menit ke-94 menghindarkan MU lolos dari kekalahan atas Chelsea di Old Trafford. Kala itu,koran-koran Inggris langsung memberitakan perihal kembalinya Fergie Time.

Namun, sepekan berikutnya, MU justru kalah 0-1 dari tetangga mereka, Manchester City. MU lantas bangkit dan tak terkalahkan dalam 11 laga dengan rapor menang 7 kali menang dan imbang 3 kali di Liga Inggris. Plus sebiji kemenangan atas Yeovil Town di Piala FA. Meski tiga kali main draw di kandang Aston Villa, Spurs dan Stoke City, Van Gaal selalu bilang “kami belum terkalahkan”.

Kebanggaan pria yang oleh pers Inggris dijuluki The Iron Tulip ini pupus tadi malam. Ketika MU yang menekan hampir sepanjang pertandingan, justru kalah 0-1 dari Southampton di Old Trafford, Minggu (11/1) malam. Itu kekalahan pertama Tim Setan Merah di Teater Mimpi dari The Saints-julukan Southampton dalam 27 tahun.

Secara statistik, dari 21 pertandingan musim ini, penampilan MU justru lebih dashyat di babak pertama. Itu tergambar dari gol yang diciptakan Wayne Rooney dkk, lebih banyak terjadi di babak pertama. Dari total 34 gol yang sudah dicetak, 18 gol terjadi di babak pertama dan 16 gol di babak kedua.

Fans MU tentu saja boleh berandai-andai.

Andai saja, MU musim ini masih mewarisi Fergie Times di mana ada gol-gol penyama skor di menit-menit akhir. Rasanya, hasil-hasil imbang di kandang lawan itu juga bisa diubah jadi kemenangan. Bila saja MU masih mewarisi aset Fergie itu, mereka pastinya sudah menjadi penantang Chelsea dalam perebutan gelar. Namun, kini, dengan ada di posisi 4 klasemen (37 poin) dan tertinggal 12 poin dari pemimpin klasemen Chelsea, rasanya sulit bicara gelar. Target paling masuk akal adalah finish di tiga besar dan kembali tampil di Liga Champions musim depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun