Mohon tunggu...
Hade Jun
Hade Jun Mohon Tunggu... -

Syukur..itu Indah...Syukur itu Nikmat.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Beragama Meluaskan… Bukan Menyempitkan…

13 Oktober 2014   23:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:10 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mohon maaf tulisan ini bukan untuk menggurui, tapi hanya pendapat dari sisi lainnya. Tulisan ini sengaja saya buat untuk menanggapi Tulisan sdr Hento 2008, yg dimuat tgl 8 October 2014, saya kutif alenia pertama “Awalan ‘ber’ pada beragama, bermanfaat, berguna dan ‘ber’ lainnya bermakna memiliki. Ber-agama bisa berarti memiliki agama. Saat seseorang menerapkan kata ini dalam keseharian, ia merasa sudah melakoni. Merasa sudah berarti belumJika diselewengkan atau dikonotasikan negative mungkin akan seperti itu artinya awalan ber…..pada kata beragama, mari kita bandingkan dengan kata beristri..apakah kata beristri ini akan kita tafsirkan merasa memiliki istri atau apakah kata ini bermakna belum beristri…?

Memproklamorkan diri kita beragama bukanlah sebuah pamer atau merasa suci, prokamasi ini harus diikuti oleh konsekwensi terhadap amaliah yang ditugaskan dan digariskan oleh agama tersebut, Agama adalah sebuah pengakuan yg diucapkan secara Lisan, diyakini dengan hati dan dibuktikan dengan perbuatan, yg sudah ada garis dan panduannya…pada alinea ke dua ada kalimat     “Bagi penganut agama apapun, bila masih mengaku beragama sesungguhnya ia masih pada lapisan luar. Mereka yang berada di lapisan luar memiliki kecenderungan untuk bersifat pamer dan merasa sucikalimat tersebut hanya berlaku bagi mereka yang tidak memahami esensi dari beragama, jika hal demikian dijadikan rujukan pasti akan sangat menyesatkan, kita tidak boleh mejustifikasi orang yg mengaku beragama, bahwa mereka memeliki kecendrungan pamer dan merasa suci, justru orang-orang yang beragama mempunyai kesadaran bahwa apa yg mereka lakukan hanya semata2 karena perintah Tuhan, dan mereka selalu merasa kecil dan kotor, jauh dari rasa suci, semakin dalam pengakuan seseorang terhadap agama akan semakin jauh mereka dari sifat pamer dan merasa suci…inilah bentuk ketaatan kepada Tuhannya,  jangan dibalik dan di tafsirkan bahwa orang yg taat dibilang pamer..dan sok suci….apakah orang yg taat rajin ke Mesjid atau gereja akan kita bilang pamer….sok suci ..??? wah kalo itu kita lakukan berarti kita tidak mengerti keragaman…

Pada kalimat selanjutnya bung Hento mengatakan   “Seseorang atau sekelompok orang yang ‘merasa’ beragama atau memiliki agama sering melakukan tindakan kekerasan. Tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh mereka yang melakoni keagamaan itu sendiri. Mengapa???....jika kasus ini dijadikan acuan jelas sangat picik sekali, ingat organisasi tidak mewakili agama, apa yg dilakukan oleh seseorang atau organisasi tidak mewakili agamanya, jika kekerasan itu dilakukan mengatas namakan agama, jelas salah..!!  mereka menjual legalitas atau ingin perbuatannya dilegalkan atas nama agama, itu jelas bertentangan dengan agama…dan bukan ajaran agama…contoh beberapa waktu lalu ada beberapa kali kejadian penembakan yg membabi buta di Amerika yg terjadi ditempat umum dan sekolah dan membunuh belasan orang tak berdosa dan puluhan anak sekolah, umumnya para pelaku ternyata tidak beragama…atau tidak jelas agamanya….., jadi pertanyan mengapa… ini, harus kita ajukan juga kepada mereka yg agamanya tidak jelas…. Contoh lainnya Apakah jika ada pencuri atau perampok orang Jogya, lalu kita akan menjustifikasi bahwa orang Jogya perampok…atau pencuri..?....apakah jika ada pembunuh bersuku sunda lalu kita menjustifikasi bahwa orang sunda pembunuh..tentu saja tidak bukan, karena orang Jogya tidak diajarkan unutk mencuri atau merampok, orang sunda tidak diajarkan untuk membunuh…mereka harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya tidak mewakili sukunya, begitu juga jika ada organisasi yg anarkis..mereka tidak mewakili agamanya….dst.

Terlepas dari pendapat anda apakah Agama harus dimaknai kata sifat bukan kata benda, menurut saya tidak tidak ada perbedaan, yg pasti bagaimana kita menghargai ajaran luhur dari agama tersebut, mensikapi serta mengamalkannya sesuai dengan panduan dan arah yg benar, memberikan spirit dan menjadi Taula, bahwa orang beragama harus mampu mejadi Rahmat bagi seluruh Alam…..lihatlah Sang Merah Putih..walaupun itu hanya selembar kain berwarna merah dan putih, sebuah benda, jika dimaknai dengan spirit ..mampu mendorong perilaku para pejuang kita untuk merebut kemerdekaan negri ini…

Apakah esensi agama?

Perlakukanlah orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan.

Itulah esensi semua agama. Dengan kita melakoni hidup keberagamaan, kita sudah menjadikan agama sebagai laku kehidupan sehari-hari”

kutipan pada kalimat ini mungkin saya perluas lagi, Esensi agama adalah “ Perbuatan ketaatan kepada sang Khaliq”, ada dua bentuk ketaatan, jika saya mengambil cuplikan dari buku Ahmad Sobari, yaitu ketaatan secara Ritual, dan ketaatan secara Sosial, kedua ketaatan inilah yang telah diberikan dan diceritakan dalam sejarah umat manusia melalui para nabi dan sufi, serta orang-orang suci lainya, mereka tidak hanya memperlihatkan contoh hubungan social sesama manusia yang sangat toleran dan tegas dalam menegakkan aturan, kehidupan ritualnyapun patut ditiru dan dicontoh….inilah yg disebut keseimbangan ketaatan dalam agama, hubungan dua sisi yg diwajibkan/diharuskan…….yaitu hubungan dengan Tuhan dan dengan manusia…

Jangan hanya melihat Agama itu hanya sebuah pintu, yg gampang dan mudah setiap orang akan berlindung dibalik pintu tersebut dari setiap tindakannya, jangan kita nilai dulu solah-olah pintu itu sebagai bentuk perlindungan atau legalitas,…..tidak…itu tidak ada artinya, hampirilah dan buka dibalik pintu itu ada apa….kita akan terkejut sekali manakala kita mampu membuka pintu dan melihat apa yg ada dibalik pintu tersebut….itulah isi agama yg hampir tak berbatas.. Kearifan yg agung…pesan-pesan dari sang Khaliq yg tertulis…dan tersirat..yg harus bukan hanya sekedar kita baca tetapi harus kita amalkan….

Jika kita mampu memahami agama dengan benar, apakah beragama akan mempersempit ruang gerak dan pikiran kita, tidak…sekali lagi saya jawab tidak, yang membuat kita sempit adalah cara berfikir kita yg tidak toleran..kurang wawasan, justru keragaman jika dibiarkan liar akan menjadi kekacauan….konon sebelum diciptakan manusia, Tuhan sudah menciptakan berbagai macam mahluk hidup dibumi, mereka saling bunuh-membunuh dan membuat kekacauan..dan kerusakan, kerusakan ini terjadi karena keberagaman tersebut tidak diikat dengan aturan….lalu diturunkanlah manusia yg dibekali dengan aturan-aturan dari Tuhan…. Aturan inilah yang mengikat kehormatan setiap individu, agar tidak menafsirkannya sesuai hasrat dan dan kehendaknya….

Agama sangat menghargai ke ragaman, buat kamu agamamu dan buat aku agamaku, Tuhan hanya melarang semua dicampur adukan silahkan kamu menyembah apa yg kamu sembah, kami tidak akan menyembah yg kamu sembah, kami juga tidak meminta kamu menyembah apa yg kami sembah……inilah keragaman dalam beragama, Agama bukan untuk dicampur adukan….untuk menjadi satu, tetapi agama akan membentuk kita lebih arif dan dewasa….. Agama akan membentuk kita lebih luas cara memandang…….jadi kalo ada tudingan beragama akan mempersempit…..jelas….itu adalah tudingan orang yang tidak mengerti Agama…..

Salam Hidayah

Hade.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun