Mohon tunggu...
Hadassah O
Hadassah O Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati Sosial

Orang Korea yang tinggal di Indonesia Pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekayaan dan Orang Kaya Menurut Kacamata Alkitab

2 Oktober 2019   15:37 Diperbarui: 2 Oktober 2019   15:48 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kekayaan dan Orang Kaya Menurut Kacamata Alkitab

Prinsip Penciptaan vs Prinsip Keselamatan

Dalam kehidupan umat Kristiani ada dua prinsip yang berlaku. Yang pertama adalah prinsip penciptaan. Prinsip ini dapat dijelaskan oleh Galatia 6:7b yang berbunyi demikian; "apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." Artinya apa yang akan dihasilkan dalam hidup seseorang sepadan dengan apa yang dia lakukan. Jika seseorang menabur padi, maka beraslah yang akan dituainya. Jika dia menanam bibit singkong, maka singkonglah yang akan dituainya. Jika seseorang sudah bekerja keras, akan mendapatkan banyak hasil dan bisa menjadi kaya. Jika sudah bermalas-malasan dalam hidup, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa dan akan jatuh jadi miskin.

Menurut prinsip penciptaan, manusia adalah makluk yang luar biasa yang telah diciptakan Allah menurut rupa dan gambar-Nya, yang mana di dalamnya potensi yang luar biasa tertampung. Manusia adalah maha karyanya Allah, sehingga meskipun tidak maha kuasa seperti Allah, namun kemampuan yang sangat luar biasa sudah ada di dalamnya. Jika seseorang berhasil memancing potensi yang hampir tak terbatas yang ada di dalamnya keluar dan diperagakan, maka orang itu bisa menjadi seseorang yang mengubahkan sejarah dunia atau sejarah bumi.

Di samping potensi yang luar biasa, manusia juga adalah makluk yang sungguh berharga dan indah, sehingga dikatakan bahwa nilai satu jiwa lebih berharga daripada seluruh dunia (Markus 8:36). Oleh karena nilai manusia yang absolut inilah Allah rela mengutus Anak-Nya Yang Tunggal untuk menebus dan menyelamatkannya.

Prinsip kedua yang berlaku dalam kehidupan umat Kristiani adalah prinsip keselamatan. Menurut prinsip keselamatan, manusia adalah orang berdosa yang tak berdaya sama sekali untuk melakukan apapun tanpa pertolongan Roh Kudus. Usaha dan perjuangan manusia tidak memiliki arti signifikan. Bahkan untuk melakukan suatu kebaikan kecil sekalipun kita membutuhkan pertolongan Roh Kudus. Apalagi dalam urusan keselamatan, usaha manusia sama sekali tak ada artinya, alias memiliki efek nihil. Hanya dengan anugerah Allah kita bisa melakukan sesuatu yang berarti dan dapat diselamatkan.

Jadi, menurut prinsip penciptaan dosa manusia terbesar adalah sikap malas. Sedangkan, menurut prinsip keselamatan, dosa manusia yang terbesar adalah kesombongan dan keangkuhan, seolah-olah dia dengan kemampuannya sendiri bisa melakukan sesuatu.

Prinsip manakah yang harus kita pegang? Dengan sikap dan prinsip yang seperti apakah kita harus menjalani hidup kita?

Dunia Diciptakan Menurut Prinsip Penciptaan

Kita hidup di dunia yang diciptakan menurut prinsip penciptaan. Jika seorang siswa belajar keras, maka kemungkinan siswa itu diterima di universitas bagus lebih tinggi daripada siswa yang hanya main-main dan tidur-tiduran di kelas. Jika seseorang bekerja keras, giat dan ulet, maka kemungkinan orang itu akan menjadi kaya lebih besar daripada orang-orang yang hanya bermalas-malasan dengan bermacam-macam alasan. Di kitab Amsal begitu banyak ayat-ayat berbicara tentang orang-orang malas. Salah satunya adalah yang berikut.

Amsal 6:9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? 6:10 "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" -- 6:11 maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.

Tiba-tiba saja suatu hari orang malas akan mendapati keadaan dirinya yang sungguh memilukan karena kemiskinannya yang memprihatinkan. Jika seseorang hidup malas secara jasmaniah, maka dia akan jadi miskin secara materi. Jika seseorang malas secara rohani, maka suatu saat dia akan mendapati rupa dirinya yang jauh sekali dari Tuhan.

Jadi, kita harus bekerja keras, dan berjuang dengan gigih. Dari sikap hidup ini kesetiaan dan integritas yang merupakan sikap-sikap yang berkenan kepada Tuhan sudah teruji. Dan sebagai hasil alami sesuai prinsip penciptaan, orang-orang ini akan mendapatkan kekayaan, sekalipun dia tidak menargetkan untuk meraih kekayaan.

Apakah kekayaan?

Kekayaan adalah sesuatu yang kita miliki yang mempunyai nilai tukar yang tinggi. Dan orang yang memiliki kekayaan adalah orang kaya. Misalnya jika saya mempunyai segudang koran bekas, saya bukan orang kaya, meskipun barang yang saya miliki segudang penuh. Itu karena koran bekas tidak memiliki nilai tukar yang tinggi. Segudang koran bekas paling harganya beberapa juta. Dengan uang beberapa juta saya tidak bisa membeli mobil atau rumah. Tetapi lain ceritanya jika yang saya miliki adalah emas segudang penuh, sebab emas memiliki nilai tukar yang amat tinggi. Jika kita memiliki batu-batu yang biasa banyak, kita bukan orang kaya. Jika kita memiliki barang-barang plastik bekas banyak, kita bukan orang kaya. Apa yang memiliki nilai tukar yang tinggi di dunia ini adalah emas, dolar AS, minyak, tanah, bangunan, dsb.

Ada orang yang sejak lahir sudah memiliki kekayaan yang besar. Yaitu mereka yang lahir di tengah keluarga kaya. Tetapi lebih banyak orang di dunia ini harus berjuang sendiri untuk memiliki kekayaan yang mereka butuhkan. Untuk itulah orang-orang belajar sampai jenjang pendidikan yang tinggi, agar memiliki ijazah yang tinggi, dan memiliki berbagai macam sertifikat, teknik, dsb. Dan masyarakat di mana memperoleh kekayaan dengan menggunakan modal yang dimiliki masing-masing individu adalah masyarakat kapitalis.

Di dunia ini kekayaan memiliki daya tarik yang luar biasa. Semua orang mendambakan memiliki kekayaan. Jika memiliki kekayaan, bisa memiliki segala yang kita inginkan. Rumah dan mobil idaman, jalan-jalan ke mana saja, melakuakn apa saja yang diinginkannya, membeli dan memiliki apa saja yang diinginkannya, dsb. Di zaman pasca-modern ini kekayaan yang direpresentasi oleh uang adalah segalanya bagi manusia.

Pandangan Alkitab tentang Sikap Mengejar Kekayaan dan Orang Kaya

Akan tetapi, Alkitab memberi peringatan keras tentang sikap mengejar kekayaan dan terhadap orang kaya. Peringatannya begitu keras, sampai-sampai kalau melihat ayat-ayat peringatan di Alkitab ini, agaknya orang-orang kaya akan susah masuk Kerajaan Sorga.

1Timotius 6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.

Markus 10:25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Pengkhotbah 5:12 Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri.

Amsal 23:4 Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini.

23:5 Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali.

Alkitab tidak berbicara secara negatif tentang kekayaan itu sendiri. Namun, tentang sikap mengejar kekayaan, dan tentang orang kaya, peringatannya sangat keras dan mengerikan. Mengapa begitu?

Pertama, sikap mengejar kekayaan dan status seseorang yang sudah jadi orang kaya membuktikan keserakahannya. Dan Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa keserakahan sama dengan penyembahan berhala.

Kolose 3:5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,

Di sini mungkin bisa muncul kontroversi bahwa lho, bukannya jika dengan sikap rajin dan gigih bekerja keras otomatis akan jadi kaya sekalipun orang tersebut tidak menargetkan meraih kekayaan? Benar. Namun, yang dikehendaki Allah dari orang-orang yang jadi mencapai kekayaan adalah berbagi dengan sesama! Jika orang-orang yang jadi mencapai kekayaan berbagi dengan sesama yang membutuhkan, maka meskipun dia sudah mencapai kekayaan, tetapi dia tidak akan menjadi orang kaya, sebab kekayaannya akan mengalir terus melalui dia. Itulah yang dihendaki Allah terhadap umat manusia.

Ada orang yang dikaruniai bakat dan talenta untuk menghasilkan uang. Ada juga yang tidak demikian. Apakah yang diharapkan Allah dari kondisi yang seperti ini? Adalah keseimbangan yang indah dan harmonis melalui sikap manusia yang membuang keserakahan dan keegoisan, seperti firman berikut.

2Korintus 8:13 Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. 8:14 Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. 8:15 Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan."

Allah berat sekali menerima orang-orang yang menampung saja kekayaan di dalam dirinya hanya untuk dirinya dengan tidak mengalirkan ke mana itu dibutuhkan. Itu adalah sikap hati yang sungguh najis di mata Tuhan. Maka Tuhan sangat berat menerima orang-orang kaya yang serakah dan najis ini di dalam kerajaan-Nya.

Alasan kedua orang-orang kaya susah masuk kerajaan Sorga adalah bahwa mereka tidak mempunyai sesuatu yang bernilai tukar yang cukup dengan kerajaan Sorga. Tadi di depan sudah dikatakan bahwa kekayaan adalah sesuatu yang memiliki nilai tukar. Kekayaan duniawi memiliki nilai tukar yang amat tinggi di dunia ini. Namun, itu sama sekali tidak memiliki nilai tukar bagi Allah atau di kerajaan Sorga. 

Apa yang memiliki nilai tukar yang tinggi bagi Allah dan di kerajaan-Nya ialah sikap bekerja keras, gigih dan setia, sikap berbagi, sikap tulus dan rendah hati, dan sikap memperhatikan sesama. Sikap-sikap seperti ini memiliki nilai tukar yang amat tinggi bagi Allah dan kerajaan-Nya sehingga ketika Allah menemukan sikap (orang) seperti ini, langsung mau mengambilnya dengan membayar harga paling tinggi, yaitu Anak Tunggal-Nya dan kerajaan-Nya.

Sedangkan apa yang hanya merupakan materi di dunia ini berupa uang, emas, tanah, bangunan, mobil, dsb, tidak memiliki nilai tukar sama sekali bagi Allah dan kerajaan-Nya. Maka sebanyak apapun seseorang memiliki kekayaan duniawi, jika tidak disertai sikap yang berkenan kepada Allah, tidak mungkin dia masuk Sorga. Toh, jika dia memiliki sikap yang berkenan kepada Allah, kekayaannya tidak akan berlabuh pada dirinya, sebab akan mengalir terus ke mana itu dibutuhkan.

Mencapai Kekayaan Tetapi Tidak Menjadi Orang Kaya

Jadi, menurut prinsip penciptaan, orang-orang yang rajin dan tekun bekerja, yang setia dan tulus, kemungkinannya tinggi untuk mencapai kekayaan, sebab itu hukum alam yang universal. Namun, ketika kekayaan tercapai, di situ kualitas orang itu akan teruji. Apakah dia menampung kekayaan itu di dalam diri sendiri hanya untuk diri sendiri, atau dia akan mengalirkan, menyalurkan kekayaan tersebut ke mana seharusnya dialirkan. Allah menguji manusia dengan kekayaan. Apakah manusia menciptakan keseimbangan dan keharmonisan yang indah dengan menggunakan kekayaan, atau sebaliknya kekayaan itu hanya akan merupakan manifestasinya keserakahan dan keegoisan manusia yang najis?

So, jadilah orang yang berintegritas yang mencapai kekayaan. Tetapi janganlah menjadi orang kaya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun