Mohon tunggu...
Hadam Wirajati Nurochim
Hadam Wirajati Nurochim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Hubungan Internasional

Antusias menganalisa kebijakan nasional dan internasional Republik Indonesia Dewan Riset dan Keilmuan Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Evaluasi Badan Keamanan Laut RI dan Kerjasama ASEAN dalam Sengketa Laut China Selatan

31 Mei 2024   18:05 Diperbarui: 31 Mei 2024   18:17 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ASEAN sebagai organisasi regional memiliki peran penting. Dengan beranggotakan 11 negara yang cukup berdaya di kawasan Asia Tenggara, seyogianya mampu memberi pengaruh dalam konstelasi internasional dan menjadi media untuk melindungi perairan Natuna. Solidaritas ASEAN menjadi komponen utama yang harus dipertahankan dan ditingkatkan.

Idealnya, organisasi regional memiliki potensi solidaritas yang tinggi karena seringkali memiliki kesamaan dalam banyak hal, termasuk ideologi, budaya, sosiokultural, dan karakteristik atau perilaku pemerintahan serta kehidupan sosial masyarakatnya. Dalam hal ini, ASEAN bahkan telah membuat slogan baru, "One Vision, One Identity, One Community," yang pertama kali diungkapkan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad di puncak pertemuan ASEAN ke-9 di Bali. Slogan ini menggambarkan kesamaan identitas dan komunitas. Kesamaan visi tersebut sebetulnya sangat relevan dengan cerminan dalam sengketa LCS, yaitu kesamaan kepentingan.

Pada tanggal 13 Juli 2023, China dan negara-negara anggota ASEAN secara resmi menandatangani Code of Conduct (CoC), yang bertujuan untuk mempercepat dan mencapai kesepakatan dalam proses negosiasi yang mengikat sengketa Laut China Selatan (LCS). Pedoman ini memungkinkan pihak yang bersengketa untuk melakukan negosiasi secara dialektif dan terukur untuk mencegah eskalasi sengketa yang lebih besar. 

Sebenarnya, klaim China atas wilayah maritim Laut China Selatan (Nine Dash Line) menjadi kebijakan China diperdebatkan. Sengketa China dengan beberapa negara anggota ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia, menyebabkan ketidakstabilan yang signifikan. Tindakan ekspansionis China dalam membangun pulau buatan dan instalasi militer di wilayah yang dipersengketakan mengancam kedaulatan negara-negara ASEAN.

ASEAN harus mengembangkan posisi bersama dan strategi yang kuat untuk mengatasi tekanan geopolitik China untuk menyeimbangkan kepentingannya dengan China dan menjaga keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut. Selain itu, ASEAN harus memperkuat solidaritas dan koordinasi regional melalui dialog dan mekanisme diplomasi. 

Keketuaan Laos saat ini perlu untuk dibersamai untuk menekan upaya-upaya yang telah diinisasi sebelumnya. ASEAN menjadi platform penting dan tidak boleh disia-siakan. Negara-negara ASEAN yang berkepentingan di Laut China Selatan perlu melakukan percepatan untuk membentuk kebijakan serta mengoptimalkan Code of Conduct (CoC). 

Kedaulatan adalah hal utama bagi kemanan negara. Gerakan kolektif harus digalakkan untuk menegaskan posisi Indonesia dan negara-negara di sekitar Laut China Selatan untuk menjaga kedaulatannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun