Mohon tunggu...
Habsul Nurhadi
Habsul Nurhadi Mohon Tunggu... Wartawan dan Konsultan -

Konsultan, mantan peneliti LP3ES Jakarta, mantan Tenaga Ahli Puskaji MPR-RI, yang juga Wartawan Kompeten Jenjang Utama Sertifikasi Dewan Pers 1513, tinggal di Kota Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pegawai Sekretariat Jenderal MPR-RI Perlu Dibekali Materi Ke-MPR-an

11 November 2015   09:55 Diperbarui: 11 November 2015   12:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

(Catatan wawancara mendalam dengan H. Tb. Soenmandjaja, SD, Ketua Fraksi PKS MPR-RI Periode 2014-2019, yang juga Wakil Ketua Pimpinan Badan Pengkajian MPR-RI Periode 2014-2019, di Ruang Fraksi PKS MPR-RI, Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 6, Jakarta Pusat, pada hari Kamis, 6 Agustus 2015, mulai sekitar jam 12.52 WIB, seusai acara Rapat Gabungan Pimpinan MPR-RI. Wawancara ini dilaksanakan oleh Habsul Nurhadi, dalam rangka penulisan tesis pada Program Pascasarjana Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI, Jakarta, tentang Analisis Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Tingkat Mikro Pada Sekretariat Jenderal MPR-RI.)

1. Sehubungan Bapak pernah menjabat sebagai Anggota MPR-RI Periode 2009-2014, dan kini menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera MPR-RI Periode 2014-2019 sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Badan Pengkajian MPR-RI Periode 2014-2019, menurut Bapak, hal-hal apa yang seharusnya menjadi target pelaksanaan reformasi birokrasi pada Sekretariat Jenderal MPR-RI?

Jawab:

Menurut pemahaman saya, yang dinamakan dengan reformasi birokrasi itu tidaklah terlepas dari apa yang kini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka birokrasi yang terdiri dari para aparatur sipil negara tersebut perlu memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat, dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh karenanya, pelaksanaan reformasi birokrasi di Sekretariat Jenderal MPR-RI itu sesungguhnya dapat pula dimaknai sebagai sudah sampai seberapa jauh Sekretariat Jenderal MPR-RI mengimplementasikan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara tersebut. Saya terus terang tidak begitu mengetahui hal ini secara persis. Tetapi "dugaan baik" saya, bahwa Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah cukup berhasil menempatkan personilnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Selain itu, jika dilihat dari performa pejabat-pejabat Sekretariat Jenderal MPR-RI dan performa fungsi Sekretariat Jenderal MPR-RI sebagai "supporting system" anggota MPR-RI, dapat dikatakan sudah cukup memadai. Penilaian ini saya dasarkan pada pengalaman saya selama menjabat Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di MPR-RI Periode 2009-2014 dan Periode 2014-2019, maupun selama saya menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Pengkajian Sistem Ketatanegaraan MPR-RI Periode 2009-2014, dan kini sebagai Wakil Ketua Pimpinan Badan Pengkajian MPR-RI Periode 2014-2019.

2. Menurut sepengetahuan Bapak, apakah reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI selama ini telah berjalan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 maupun Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014? Hal-hal apa yang secara signifikan telah mengalami kemajuan?

Jawab :

Jika dilihat dari hasil pemeriksaan laporan keuangan Sekretariat Jenderal MPR-RI oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang selama ini selalu memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), maka hal itu menunjukkan bahwa performa kinerja Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah terukur dengan cukup baik.

Selain itu, dalam hal pelayanan publik oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI, maupun dalam pelayanan pekerjaan kepada para anggota MPR-RI, sudah cukup baik dan sudah cukup memadai, bahkan di atas rata-rata. Meskipun saya tidak mengetahui secara persis bagaimana sesungguhnya Sekretariat Jenderal MPR-RI dalam melaksanakan reformasi birokrasi sebagaimana mestinya, tetapi faktanya berbicara begitu, bahwa penyelenggaraan tugas Sekretariat Jenderal MPR-RI tersebut sudah cukup baik dan cukup memadai.

Sedangkan kalau untuk "positioning" secara orang perseorangan tentang pangkat, golongan, dan sebagainya, maka saya juga tidak mengetahuinya secara pasti. Namun dugaan saya, hal itu juga sudah cukup baik.

3. Menurut Bapak, hal-hal apa yang masih perlu untuk ditingkatkan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI?

Jawab :

Pertama, yang harus ditingkatkan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI adalah skill akademik para pegawainya. Berhubung MPR-RI ini adalah sebuah lembaga negara, maka yang diperlukannya bukan sekedar Pegawai Negeri Sipil (PNS) biasa, tetapi secara akademik hendaknya mereka diberi kesempatan untuk meningkatkan kapasitas intelektualitasnya melalui jenjang pendidikan formal, baik jenjang S2, S3, maupun jenjang upgrading lainnya.

Selain itu, kepada para pegawai Sekretariat Jenderal MPR-RI sebaiknya juga diberikan pembekalan paket-paket materi ke-MPR-an, yakni paket materi Empat Pilar MPR-RI yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga ketika mereka menyertai para anggota MPR-RI dalam pelaksanaan tugas sosialisasi Empat Pilar MPR di daerah, maka mereka dapat lebih "nyambung" dalam memahami maknanya.

Apalagi kehadiran para pegawai Sekretariat Jenderal MPR-RI di daerah itu dapat sekaligus menjadi "juru bicara" yang mewakili Sekretariat Jenderal MPR-RI. Sehingga pada suatu ketika nanti, ketika ada kunjungan tamu dari daerah, maka tidak perlu harus repot-repot mencari dan menunggu untuk ketemu dengan staf Biro Humas di Sekretariat Jenderal MPR-RI, karena pegawai Sekretariat Jenderal MPR-RI tersebut sudah cukup mewakilinya. Seperti itulah, idealnya, kapasitas minimal seorang pegawai Sekretariat Jenderal MPR-RI.

4. Sehubungan program reformasi birokrasi tingkat instansional itu mencakup sembilan program, yakni (1) manajemen perubahan, (2) penataan peraturan perundang-undangan, (3) penataan dan penguatan organisasi, (4) penataan tatalaksana, (5) penataan sistem manajemen sumberdaya manusia aparatur, (6) penguatan pengawasan, (7) penguatan akuntabilitas kinerja, (8) peningkatan kualitas pelayanan publik, dan (9) monitoring dan evaluasi, maka menurut pendapat Bapak, program mana saja yang perlu mendapat prioritas pada pelaksanaan reformasi birokrasi di Sekretariat Jenderal MPR-RI? Mengapa program tersebut perlu diprioritaskan?

Jawab :

Untuk menjawab hal ini, seharusnya digunakan instrumen sebagai berikut. Pertama, digunakan instrumen Undang-undang. Maksudnya, adalah sejauh mana pelaksanaan reformasi birokrasi di Sekretariat Jenderal MPR-RI itu sudah bersesuaian dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Dari situ, secara normatif, boleh dikatakan sudah terpenuhi. Hanya saja secara lebih rincinya saya tidak terlalu mengetahuinya. Maksudnya, apa yang ada di permukaan - selama saya bekerja dengan menjalin kerjasama dengan pihak Sekretariat Jenderal MPR-RI - maka pelayanan dalam penyelenggaraan acara di Gedung MPR-RI maupun acara di luar Gedung MPR-RI, sudah cukup bagus. Sedangkan tentang upaya untuk peningkatannya, tentu harus diukur oleh pihak Sekretariat Jenderal MPR-RI sendiri.

Kalau tentang fasilitas dan administrasi "hardware" dan "software" untuk pelayanan pekerjaan para Anggota MPR-RI, maka kinerja Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah nampak rapi dan memadai. Namun jika ditilik dari segi sumberdaya manusia aparatur di Sekretariat Jenderal MPR-RI, maka sebenarnya sangat membutuhkan peningkatan, baik dari segi akademik maupun dari segi pengetahuan praktis tentang Empat Pilar MPR-RI. Oleh karenanya, yang diperlukan dari Sekretariat Jenderal MPR-RI adalah bukan sekedar fokus pada administratif dan kepegawaian semata-mata, tetapi juga harus siap untuk memperluas pengetahuan mereka dalam rangka untuk berkiprah melayani tamu-tamu untuk MPR-RI.

Sedangkan untuk pelayanan Sekretariat Jenderal MPR-RI pada Sekretariat Fraksi PKS MPR-RI, maupun pada Sekretariat Badan Pengkajian MPR-RI, saya nilai kinerja Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah cukup baik. Apalagi dengan adanya penyediaan tenaga-tenaga ahli, tenaga-tenaga profesional, baik yang PNS maupun yang tenaga non PNS, saya nilai sudah cukup mumpuni, karena banyak yang sudah bergelar Master dan Doktor.

5. Seperti kita ketahui bahwa payung hukum keberadaan organisasi Sekretariat Jenderal MPR-RI ini adalah masih berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1999, yang diterbitkan sebelum adanya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Padahal dengan adanya Perubahan Undang-Undang Dasar tersebut telah terjadi perubahan yang cukup signifikan atas tugas pokok dan kewenangan lembaga MPR-RI. Dalam hubungan ini, menurut Bapak, apakah dasar hukum keberadaan lembaga Sekretariat Jenderal MPR-RI tersebut juga perlu disesuaikan?

Jawab :

Menurut saya, dari segi kepegawaian, dulu pernah ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Tetapi kini semuanya telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014.

Maka yang masih diperlukan adalah instrumen peraturan di bawahnya, sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana terdapat hierarki. Sehingga persoalannya tinggal menyesuaikan dengan hal itu. Maksudnya, kalau misalnya sekarang ada masa transisi, maka hal itu pun dapat dibenarkan menurut Undang-Undang, tetapi tidak boleh terlalu lama waktunya, melainkan harus segera dilakukan penyesuaian-penyesuaian tersebut.

Hal lain, konsekuensi dari penyesuaian peraturan perundang-undangan dengan apa yang ada sekarang ini, hal itu akan membuat karir kepegawaian mereka lebih tersedia, dalam arti peluangnya dapat lebih ditingkatkan, baik dari segi karir kepangkatan maupun jabatan. Mereka tidak lagi terbatas hanya akan berkarir di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR-RI saja, melainkan bisa saja dimutasi di instansi-instansi lain yang sifatnya vertikal.

Sehingga diharapkan, peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut harus dilakukan sesegera mungkin, baik hal itu bisa "diatur dengan" maupun "diatur dalam", baik hal itu merupakan peraturan tersendiri maupun peraturan gabungan.

Jakarta, 31 Agustus 2015
Habsul Nurhadi.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun