Mohon tunggu...
Hadi Priyanto
Hadi Priyanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

20-YO Academicy, traveller, activist.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Keindahan Tersembunyi di Balik Padang Pasir dan Rumput Bromo - Semeru

3 Mei 2012   15:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:46 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

29 April 2012, Stasiun Ps. Senen tempat saya menunggu kereta api kelas ekonomi Gaya Baru Malam Selatan yang akan membawa saya menuju kota besar di Jawa Timur, Surabaya. Setelah meunggu 1 jam akhirnya kereta datang, serentak para penumpang terkesiap untuk naik kereta ini. berdesak-desakan merupakan hal yang wajar meski tau kereta ini akan setia menanti penumpang terakhir untuk naik dan kita juga tau kalau sekarang sudah ada peraturan kalau kereta hanya boleh diisi sebatas jumlah kursi, yang artinya semua penumpang pasti dapat tempat duduk. Berada didalam sini terasa seperti didalam ruang sempit yang tertutup lalu ditaruh dibawah terik matahari, panas dan pengab, ditambah jika ada penumpang egois yang dengan asiknya menghisap rokok ditempat seperti ini. Peraturan berlaku jika ada petugas lewat untuk menegur, tapi ketika sudah tiada maka peraturan hanya menjadi cap stampel diatas tiket.

Setelah molor 20 menit, kereta ini berangkat, perlahan tapi pasti meninggalkan ibukota melewatkan stasiun-stasiun di timur jakarta menuju tempat pemberhentian pertamanya di Cirebon. Berhenti untuk menambah kapasitas muatan hingga kursi penuh lalu kereta ini diarahkan untuk mengambil jalur selatan melewati kota-kota di Jawa Tengah, Yogyakarta dan beberapa kota di Jawa Timur sampai tiba di ujung perhentiannya dini hari. Sembari menunggu loket kereta lokal terbuka saya menyempatkan diri untuk menyesap teh manis hangat di tepian jalan di depan stasiun. Satu jam sebelum keberangkatan, loket dibuka dan antrian pun langsung membludak. Penumpang yang kebanyakan penduduk Jawa Timur yang ingin menuju kota-kota yang berada di selatan surabaya, hal ini mengingatkan saya pada KRL di jabodetabek yang sejak pagi sudah mulai dipenuhi oleh para kommuter yang menuju kota untuk mencari nafkah. Perjalanan ini melewati tepian bendungan luapan lumpur yang mengingatkan saya pada derita korban yang sudah bertahun-tahun  belum mendapat ganti rugi penuh, malah pihak perusahaan yang juga salah satu pejabat pemerintah pusat dengan liciknya menjadikan APBN sebagai ATM untuk membayar ganti rugi. Satu jam kereta lokal ini mengantar saya ke kota kecil Bangil, Pasuruan. Dari tempat ini saya mulai hitch hike, sabar menunggu 2 jam saya mendapat tumpangan truk yang ingin mengeruk pasir vulkanik gunung Semeru di Lumajang. Pasir Lumajang ini merupakan pasir kualitas terbaik se-Jawa kata supirnya. Pasir ini akan dibawa ke pulau Madura untuk disebar di toko-toko material seluruh pulau ini. sampai di Tongas, Probolinggo saya turun dan dibekali oleh kue-kue tepung yang diberikan oleh warung pinggir jalan tempat supir ini leren (Istirahat, Jawa).

Di Tongas saya naik angkutan pedesaan menuju desa Lumbang. Penumpang angkutan ini kebanyakan Ibu-ibu yang bertempat tinggal di desa lumbang, mereka masih menggunakan kebaya dan Jarik (Kain khas jawa) sebagai pakaian sehari-harinya. Dari lumbang saya ditawarkan ojek menuju air terjun Madakaripura, setelah tawar menawar yang alot akhirnya kita menemukan titik kesepakatan. Perjalanan ke air terjun cukup jauh sekitar 8 KM dengan kontur yang naik turun. Untuk mencapai air terjunnya harus  trekking +/- 1 KM dengan 6 kali menyebrangi sungai dengan tebing besar yang menjadi pintu gerbangnya. Semakin dekat dengan air terjunnya kita disambut oleh air terjun panjang yang jatuh mencurahi tebing, mau tidak mau hanya inilah jalan satu-satunya, jadi kalau  mau kesini pasti basah. Setelah melewatinya dengan basah kuyup sampai kita di air terjun utamanya, air terjun tersembunyi yang ada di dalam cekungan tebing merupakan tempat patih gajah mada bertapa. Patih yang mempunyai mimpi besar menyatukan nusantara ini ternyata memilih tempat sesunyi dan seindah ini untuk dijadikan tampat bertapa. Air terjun ini adalah air terjun terindah yang pernah saya lihat selam 20 th umur saya. Perjalanan dilanjutkan menuju desa sukapura yang merupakan pintu gerbang masuk kawasan gunung Bromo. Dari sini kita menggunakan Bison angkutan pedesaan yang bentuknya lebih besar, semacam ELF. Perjalanan melewati perladangan warga yang berada di tebing mengingatkan saya dengan dataran tinggi Dieng, kondisinya tak jauh berbeda. Cemoro Lawang merupakan daerah yang langsung menghadap ke sisi gunung bromo. Saya sempat ditawari penginapan oleh warga, namun saya tolak karena saya membawa tenda, jadi saya lebih memilih berkemah dibawah kaki gunung. Siang hari yang terik membuat saya merasa seperti berjalan di gurun sahara namun dengan pasir yang berwarna hitam dan suhu yang sejuk.  Pura Semeru Agung terlihat megah ditengah padang pasir bromo seakan menjadi Ka’bah bagi umat Hindu. Setelah mencari tempat yang tertutup dan nyaman untuk ditempati saya mulai membangun tenda. Angin dingin mulai menusuk jemari tangan seiring dengan matahari yang mulai hilang ditelan bumi. Hari berganti malam satu persatu  bintang muncul menemani sang bulan. Dan malam itu kabut tidak mengganggu penglihatan saya, langit malam itu cerah dengan ribuan bahkan jutaan bintang menerangi malam. Api kecil dari ranting – ranting yang saya kumpulkan menghangatkan saya dari terpaan angin dingin khas pegunungan, api yang mati karena sudah tak ada lagi ranting yang dibakar membuat saya enggan berada lama-lama di luar, saya masuk kedalam tenda dan membungkus diri saya dengan kantung tidur.

2 Mei 2012, di kaki gunung bromo saya bermalam, sempat saya dibangunkan oleh dingin dan dini hari sudah mulai terdengar suara-suara pengunjung lain yang mulai beraktivitas untuk menaiki gunung  aktif ini, mereka rela melawan dingin demi melihat sang fajar menyingsing ke permukaan. Sayapun menikmati momen ini didepan tenda saya dan setelah matahari agak tinggi 10 derajat saya baru mulai pendakian ke kepundan kawah. Tidak terlalu lama saya berada disini karena membuat saya sesak nafas. Saya kembali ke tempat kemah saya memasak makanan sarapan saya pagi ini. Perjalanan dilanjutkan menuju Ranu Pane, danau yang

1336056832253761833
1336056832253761833
berada di kaki gunung semeru yang merupakan pos pendakian ke gunung semeru. Setelah mengurus perizinan saya membaca doa demi keselamatan perjalanan pendakian hingga turun dan kembali kerumah. Perjalanan dimulai dengan melintasi perladangan warga dan memasuki jalan setapak menuju batas hutan sampai ke Pos 1. Setelah istirahat sejenak untuk menyesuaikan nafas saya melanjutkan perjalanan melintasi pos 2 dan 3. Dan tidak lama setelah melewati pos 3 saya bisa melihat keindahan Ranu Kumbolo. Melintasi tepian danau ini melewatkan pos 4 yang sudah hancur menuju tempat berkemah yang sudah ramai ditempati oleh beberapa tenda. Hari begitu cepat menjadi malam dan saya menikmati suasana kehangatan yang dibangun oleh para pendaki dengan senda gurau dan obrolan seru para pendaki yang baru saja saya kenal, semua terasa begitu cair meski dingin begitu membekukan. Lelah dengan perjalanan hari ini membuat saya tertidur sangat pulas. Keramaian pagi itu membangunkan saya dan segera saya keluar untuk melihat bagaimana sang fajar muncul dari ufuk timur ujung ranu kumbolo. Ranu kumbolo yang terlihat begitu dingin karena embun yang mengepul di permukaannya membuat saya menggigil membayangkan untuk menceburkan diri kesana. Pagi itu saya melanjutkan perjalanan menuju pos Kalimati. Mendaki tanjakan cinta hampir mengambil separuh dari nafas saya namun mitos romantisnya membuat saya tetap semangat mendaki sampai ke bukit dan melewati padang savana Oro – Oro Ombo yang sudah menghijau karena musim penghujan kemarin. Tak jauh melintasi hutan sampailah saya di pos Kalimati. Disini saya langsung mendirikan tenda dan mencari air ke sumber manik. Nanti malam adalah saat yang ditunggu-tunggu yaitu mendaki ke puncak (Summit Attack) jadi saya harus mengistirahatkan diri saya supaya tubuh fit ketika  mendaki.

3 Mei 2012, 01.00 WIB saya bersiap untuk melakukan pendakian menuju puncak, dengan mata yang masih mengantuk saya menelusuri jalan setapak menuju arcopodo dan berakhir di cemoro tunggal, pohon cemara terakhir sebelum puncak dan akhirnya saya memasuki medan pasir dan krikil vulkanik muntahan gunung aktif ini. di atas terlihat barisan cahaya menuju puncak yang berasal dari senter para pendaki.

13360571211810629125
13360571211810629125

05.00 WIB saya akhirnya sampai di puncak Mahameru, titik tertinggi di pulau jawa. Terpaan angin yang sangat kuat menembus jaket saya yang sudah 2 lapis. Diatas sini saya berziarah ke monumen Soe Hok Gie yang meninggal tahun 1969 yang menjadi idola saya dan para pemuda lainnya.

06.00 WIB matahari mulai menampakkan wujudnya, sinar kuning kemerahan menyambut di ufuk timur. Sementara mata terfokus pada keindahan sunrise, tidak sengaja kawah jenggring seloko bereaksi mengepulkan asap wedus gembelnya. Kejadian yang begitu singkat melewatkan saya untuk mengabadikan melalui foto tapi mata yang puas akan keindahan itu tidak dapat dibohongi. Setelah matahari tinggi beberapa derajat sayapun turun lagipula memang dilarang untuk berada di puncak di atas jam 9 karena dapur kawah mulai bereaksi.

Saya pun kembali ke tenda saya untuk makan dan membereskan untuk pulang ke Jakarta.

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” – Soe Hok Gie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun