Implementasi Fungsi Perwakilan Politik Dan Fungsional Anggota Dewan Dengan Konstituennya
(Studi Kasus Riki Ganesha dan Konstituen)
Perkembangan Perwakilan politik mewarnai perpolitikan di Indonesia. Keberagaman yang terbantang dari Sabang sampai Merauke membawa segala bentuk perwakilan dari masing-masing etnis dan kelompok sosial. Aspirasi yang didesak kelompok untuk segera melakukan pengimplementasian terhadap kebutuhan masyarakat terpencil yang belum mendapat sentuhan pembangunan secara langsung oleh pemerintah.
Indonesia dalam menjalankan demokrasi, hak dari setiap masyarakat untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya, membawa sebuah konsep perangkat yang diisi wakil rakyat sebagai Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk perwakilan tingkat pusat maupun versi desentralisasi di daerah. Peran Dewan Perwakilan di Indonesia dimaknai sebagai bentuk perwakilan politik dan bentuk perwakilan fungsional.Â
Perwakilan politik dimaknai dalam sebuah proses perwakilan untuk konstituen dalam tenggat waktu sebelum memasuki fungsi struktural, seperti halnya sebelum memasuki fungsi struktural, wakil atau dalam kondisi ini disebutnya incumbent turut memberikan bentuk perwakilan dengan memenuhi kebutuhan masyarakat, dan biasanya kegiatan ini memiliki tujuan-tujuan tertentu seperti branding menuju fungsi struktural itu sendiri atau menjadi kemenangan pemilu. Sedangkan perwakilan fungsional menjadi fase setelah perwakilan politik dan incumbent berhasil menduduki fungsi struktural dan setelah terpilih dalam pemilu.
Terlepas dari fungsi perwakilan baik sebagai perwakilan politik maupun perwakilan fungsional, hubungan antar incumbent atau wakil dengan konstituen atau terwakil juga memainkan peranan penting dan disusun sedemikian rupa menjadi lembaga yang tertulis dan disepakati bersama. Dewan perwakilan menjadi lembaga yang mewakili seluruh lapisan masyarakat dalam pemerintahan. Namun dalam realita sekarang, lembaga ini masih belum sepenuhnya membawa aspirasi masyarakat namun hanya menjadi aspirasi sekelompok oligarki yang membawa kepentingan kepentingan tertentu.
Secara keseluruhan kandidat memerlukan komunikasi dengan konstituen. Strategi komunikasi menghantarkan hubungan antara incumbent dengan konstituen. Muncul persaingan dalam kampanye kampanye yang dihadirkan oleh para kontestan atau incumbent untuk berusaha menarik suara masyarakat sebanyak-banyaknya. Kemal dalam menuturkan persaingan politik sebagai sebuah konsep dalam pemenangan pemilu sesuai ketentuan yang disepakati yang mana adanya perancangan, pengawasan, dan evaluasi menjadi hal penting untuk meminimalisir adanya kecurangan dan gesekan kekuasaan yang mana akan ada calon yang berhasil menang dan ada calon yang tersingkirkan (Pito et al., 2006)
Hubungan wakil dan terwakil juga membawa pengaruh dalam penyeleksian isu dalam upaya mendorong kinerja wakil dalam keterpilihannya kelak. Wakil menjalankan fungsi mewakili konstituen dalam menjaring aspirasi, hingga ke tahap implementasi dan evaluasi aspirasi yang memegang segala bentuk pertanggungjawaban kepada pihak terwakil. Maka dari itu secara jelas fungsi Dewan Perwakilan Rakyat maupun daerah mengemban fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam proses validasi data, penulis menghubungkan konsepsi yang sudah disepakati Indonesia kaitannya dengan bentuk lembaga Dewan Perwakilan yang mana dari lingkup terkecil yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memegang peranan penting  dalam bentuk komunikasi baik itu secara langsung maupun tidak langsung dengan intensif. Riki Ganesa (Anggota DPRD Kabupaten Bandung Dapil 3 Fraksi Golkar) memiliki komunikasi yang unik dalam hal pelayanan publik kepada konstituennya. Mengenai pembaruan tatanan sosial kemasyarakatan yang mana segala keputusan publik akan berdampak langsung bagi kontribusi dalam proses demokrasi di masa mendatang.
Upaya transparansi yang dihadirkan oleh Riki Ganesha membawa pengaruh luar biasa bagi masyarakat terlebih lagi bagi suprastruktur dan infrastruktur. Melalui pengembangan teknologi yang luar biasa modern memegang peranan penting dalam inovasi transparansi bentuk komunikasi yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Terlebih dari pengabdian atau sistem kerja (dalam hal ini dimaknai untuk mendapatkan uang), masyarakat masih ambigu dalam mengambil keputusan atas wakil yang dipilihnya.Â
Riki Ganesha menuturkan masalahnya berada di anggaran, beragam cara yang dicoba wakil masih membawa ketidaksempurnaan ketika dihadapkan dalam akses terbatas pada sumberdaya, kurangnya insentif untuk melakukan hubungan dengan konstituen, dan harapan warga yang berlebihan.
Dari sekian banyak strategi yang dirumuskan oleh wakil, akan tetapi tiga tantangan akan selalu menghambat dalam implementasinya. Akses terbatas yang dimiliki wakil baik itu dari anggaran, staff, maupun waktu menjadi tantangan tersendiri. Banyak hal yang dilakukan partai politik yang tentunya akan turun tangan paling awal, seperti studi kasus di Meksiko yang tidak mendapatkan pendanaan dari Kongres dalam implementasi hubungan dengan konstituen, namun dapat teratasi sepenuhnya oleh peran partai politik yang menjadi pendorong para wakilnya dalam pelaksanaan hubungan dengan konstituen (Wiltse, 2019).Â
Kurangnya insentif juga turut berpengaruh dalam melakukan hubungan dengan konstituen. Banyak wakil rakyat yang turu merasa dirinya kurang dilibatkan dalam partisipasi legislator. Disisi lain atas dasar pemahaman warga yang terbatas dihadapkan pada hambatan yang terjadi dalam pengambilan kebijakan. Peran legislator dalam hal ini juga turut mendidik dan berkomunikasi dengan kedua perspektif atas sadar dalam melakukan komunikasi dengan konstituen yang efektif.
Menurut Jean Mansbridge, Perwakilan Politik dapat diidentifikasi fungsinya dalam 4 macam;Â
1) Promissory, penliaian terhadap wakil berdasarkan janji-janji pada saat kampanye, 2) Anticipatory, yang dimaknai sebagai cara atau investasi atau menyiapkan bekal untuk pemilu yang akan datang, 3) Gyrodcopic, ini ada dalam diri wakil itu sendiri atau sebagai dorongan bentuk motivasi yang muncul dari pengalaman pribadi, 4) Surrogacy, wakil angkat atau disebut sebagai proses mewakili konstituen diluar daerah pemilihannya atau diluar wilayahnya. Keempat konsep ini mendorong sebuah bentuk Perwakilan Politik yang dinilai sama dalam implementasi Perwakilan Politik di Indonesia. Riki Ganesha dalam implementasiannya juga menggunakan bentuk perwakilan politik ini.
Konsep yang disampaikan Hannah Pitkin juga turut menyumbangkan kebermanfaatannya bagi Indonesia terlebih lagi membawa pengaruhnya dalam Perwakilan Fungsional. Â Konsep pertama yaitu Perwakilan formal mendorong adanya otorisasi dan akuntabilitas yang dimiliki wakil kepada konstituennya untuk dapat melakukan konsep perwakilan deskriptif dan perwakilan simbolis. Perwakilan deskrptif dimaknasi sebagai wakil atas refleksi kelompok yang ada di masyarakat meskipun dalam fungsinya tidak inheren dalam mealkukan sesuatu untuk konstituen.
Juga perwakilan simbolis yang menjadi simbol penentu atas eksistensi wakil sebagai perwakilan dari kelompok yang diwakili. Penonjolan konsep yang dikemukakan oleh Hannah Pitkin membawa pembaharuan konsep perwakilan yang mana sebagai perwakilan fungsionalis.
Pendekatan yang diambil Incumbent atau Riki Ganesha dengan konstituen atau partai politik yang berkontestasi dalam pemilu legislatif memiliki peranan yang penting dalam membangun relasi. Bentuk pendekatan ini dapat bermacam-macam bentuk mulai dari penyamaan identitas baik itu dari agama, etnis, dan kesamaan lainnya sebagai bentuk partisipatif, maupun bentuk kedekatan seperti dengan memenuhi kebutuhan konstituen. Konsep ini selaras dengan konsep yang dikemukakan oleh Jean Mansbridge yang mana Gyrodcopic ini menjalankan fungsi perwakilan secara nyata.
Komunikasi menjadi hal yang penting dalam mencapai hubungan antara wakil dan konstituen, seperti halnya menyamai apa yang menjadi masalah dan menjadi kebutuhan konstituen. Kebutuhan dalam komunikasi dengan konstituen bisa dibilang sebagai bentuk pelayanan publik. Bagian dari kerja legislator sebagai upaya awal untuk menjaring keterpilihannya karena pihak wakil dalam pencalonannya sudah memiliki bekal dalam usaha pelayanan publik.
Menjalin hubungan politik kepada masyarakat keterpilihannya dalam memperoleh kursi DPRD menjadi tantangan oleh para calon legislatif. Legislator dalam sistem politik demokratis memiliki peranan penting dalam peranannya dalam interaksi kepada konstituen. Penanggap atau legislator juga berhak memainkan peranannya dalam menanggapi kebutuhan konstituen sebagai prioritas daripada kepentingan partai. Dibutuhkan partisipasi aktif warga terhadap tindakan wakil yang bukan hanya membangun kepercayaan warga, namun juga membantu kehidupan warga menjadi lebih baik.
Dinamika yang terjadi oleh calon legislatif dengan konstituen turut disampaikan oleh informan, Abah selaku konstituen Riki Ganesa di Cileunyi yang juga turut memberikan argumennya dalam politik partai.
"Untuk hubungan dengan masyarakat, yang namanya parpol, jangankan dengan beda parpol, dengan internal parpol ada gesekan. Di Golkar, sekarang ada yang penting golkar menang. Dulu yang jadi dewannya itu tergantung banyaknya. Misalkan satu dewan 2000 pemilih, menang 10.000 menang 5 calon,, tapi sekarang tidak, calon disuruh meraup suara sebanyak banyaknya, dan di cileunyi ada 2 calon, dan itu saling berkompetisi, itu terjadi disemua partai.Â
Yang bapak tau, bapak berkecimpung di organisasi tidak lama, dan partisipan dari 2009, kebetulan sekarang di struktural partai, di sekertaris. Sekarang ada ultimatum golkar DPRD Kabupaten Bandung yang mau mencalonkan dari struktural partai baik itu desa, kecamatan, maupun kabupaten, untuk menjaga gesekan di internal. Jadi ada bagi-bagi wilayah dari partai yang mengatur."
Dari perkataan Abah dapat dilihat bahwa Partai Politik memainkan perannya dalam mensukseskan Calon dari partainya untuk dapat duduk di kursi, terutama legislatif. Kemudian dijelaskan lagi terhadap wakil saat ini yaitu Riki Ganesa bahwa :
"Riki, tidak menggunakan struktural, namun menggunakan tim sukses yang bukan orang golkar saja, seperti pemilu kepala desa, siapa ber-uang itu menang, kampanye bukan mau pemilu, kampanye dari awal, saya punya niat mau nyalon 2024, dari 2020 udah terjun di masyarakat, siapa beruang, yang namanya serangan fajar, tidak berpikir masa depan yang bakal merusak negara."
Pola relasi softselling atau secara tidak langsung menjual kepada masyarakat sebagai bekal kedekatan dalam pemilu mendatang sangat menentukan keterpilihan legislatif terhadap konstituen. Sehingga konstituen kenal dekat dengan calonnya lewat dengan kebersamaan-kebersamaan yang dilalui dengan calon dan menghasilkan stigma baik terhadap calon tersebut.
Atas dasar ini, konstituen Abah memberikan argumennya bahwa :
"Mencari sesuai harapan sangat sulit, mencalonkan bukan pengabdian, tapi bekerja untuk uang. Mengemban rakyat hanya jargon. Yang akan dipilih yaitu orang yang kenal, ketika bbm naik merasakan orang kecil, beras naik, sembako. Sebagai anggota dewan itu tidak mudah, dewan itu sebagai penyalur, sisanya birokrasi, pemerintahan. Buat bapak pribadi, yang kenal yang dipilih."
Ketika berhasil terpilih, Wakil berusaha menyusun segala bentuk tupoksi dari DPRD sebagai lembaga legislatif untuk dapat dekat secara komunikasi dengan terwakil. Komunikasi ini dapat berupa bentuk sistem yang dibangun seperti kunjungan wilayah, program, hingga masa reses tiba. Layanan legislator ini juga turut melibatkan partai dalam membangun dan menangani kebutuhan pada masyarakat wilayah.
Dalam wawancara penulis dengan Bapak Riki Ganesa (anggota DPRD Kabupaten Bandung) yang menjadi salah satu wakil dari Dapil 3 Kabupaten Bandung mengatakan bahwa :
"Ada nomor telepon yang bisa dikontak dengan mudah untuk ruang-ruang akses. Selama saya ada di wilayah apapun bentuk komunikasi dengan konstituen pasti diterima. Baik itu menerima tamu, rumah saya selama saya ada di rumah bebas menerima tamu. Ini bisa anda temui dalam jejak pembangunan, kegiatan, dan lain-lain dalam implementasi hubungan wakil dan terwakilnya."
Hal yang sama juga disampaikan Abah yang merupakan salah satu konstituen dari Riki Ganesa mendukung juga pernyataan yang telah disampaikan Riki Ganesa bahwa :
"Pergerakan Riki Ganesa dapat diketahui dari KIM (Komunitas informasi masyarakat), KIM ini adalah media informasi yang meliput kegiatan pemerintahan baik itu anggota DPRD Kabupaten Bandung, Riki Ganesa, jadi setiap ada pergerakan dan kegiatan, KIM banyak meliput kegiatan Riki Ganesa, baik itu aspirasi, program pemerintah, terbukti dengan pemberdayaan masyarakat juga pengaspalan jalan."
Ditambah lagi pernyataan oleh Abah yang menentang tindakan Riki Ganesha atas pernyataan sebelumnya bahwa :
"Belum ada komunikasi secara langsung, jadi pihak wakil turun ke masyarakat sifatnya sebagai seremonial selain reses, seperti pembukaan pekan budaya hadir, peresmian hadir. Namun update informasi saya dapatkan dari KIM, karena bergabung dengan KIM, didapatkan informasi seperti meresmikan kampung seni di wilayah cinunuk, ada bencana hadir dengan bantuan, dapat sumbernya dari KIM."
Hubungan yang dilakukan oleh Riki Ganesa sudah tepat dalam implementasinya sebagai pelayanan publik akan tetapi ada sedikit hal yang masih diharapkan oleh masyarakat dalam partisipasinya sebagai terwakil yaitu ada interaksi secara langsung dengan individu yang ada di wilayah atau disebut sebagai interaksi dua arah. Namun akses ini juga tidak mudah dalam evaluasi Riki Ganesa, seperti contonya saat reses, dengan kapasitas kehadiran yang lengkap sangat sulit terjadi. Namun tingkat partisipasi ini masih dalam batas hadir semua, meskipun tidak seratus persen hadir, seperti yang dialami Riki Ganesa ketika reses dihadiri 100 orang dari 125 orang yang terdata.
Konsep perwakilan dalam partisipasi ini atau perwakilan dalam perwakilan, menjadi titik jenuh juga bagi para individu-individu yang masih dirasa kurang mengalami titik partisipasi yang berlebih. Banyak juga aspirasi individu yang disampaikan ke perwakilan tidak sepenuhnya diimplementasikan dengan segera. Riki Ganesha pun mengungkapkan bahwa :
"Saya sebagai wakil Dapil 3 meliputi cilengkrang, cileunyi, bojongsoang, masuk dprd di 2019. Mengenai perwakilan, program andalan berupa reses. Berdasarkan proses dilapangan, mana yang harus didahulukan dan ditahan, berdasarkan UU no. 25 tahun 2004, masyarakat pengen cepet-cepet, program harus tersistem terkoneksi dan berjenjang. saya punya SIPD sistem informasi pembangunan daerah, setiap akhir tahun ditutup sampai Februari, dimasukin usulan dari RW ini dimasukin semua, itu untuk proses tahun 2024, 2024 direalisasikannya.
Untuk mengatur tingkat urgensinya sebuah program, kemacetan ada usulan untuk membuat lingkar Cileunyi, pandemi menjadi pr yang luar biasa. RPJMD ditetapkan, mengakomodir visi misi kepala daerah, Rapat Komisi menganalisa mana yang sangat prioritas dari program aspirasi masyarakat."
Riki Ganesa pun turut menjelaskan alur aspirasi yang sebagaimana terjadi di Indonesia.
"Proses penyampaian aspirasi berdasarkan UU No 5 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pemerintahan daerah ada 3 : 1) Partisipatif melalui lembaga pemerintahan, seperti Muslembang, pesertanya berasal dari organ yang ada di pemerintahan, RT, RW tokoh masyarakat; 2) top-down, pemda langsung meluncur ke daerah; 3) Ruang politis melalui proses reses, yang diakomodir oleh wakil rakyat oleh beberapa partai yang diakomodir, untuk konstituen yang ada di wilayah tersebut.
Lajunya proses reses yang dilakukan Riki Ganesha menjadi target penting dalam pemenuhan representasi masyarakat. Riki Ganesha melakukan reses sebanyak 3 kali dalam setahun untuk mendengarkan aspirasi masyarakat.Â
Anggaran reses juga turut disampaikan Riki Ganesha dalam wawancara tersebut yang masih perlu adanya evaluasi bahwa :
"Besaran anggaran reses itemnya membiayai dari negara sekali masa sidang sekali reses, biaya makan dan snack, sewa kursi, sewa gedung, sound, hal-hal yang membantu, kepanitiaan, itu sebesar 35 juta, untuk 4 titik, tidak ada ongkos, DPR RI 400 juta sistemnya lumsum, DPRD lebih gila pengawasannya, 1 titik sekitar 125 orang. Misal yang datang 100, yang 25 orang dimana, harus laporan, ini realitas reses DPRD."
Output dari adanya aspirasi diperuntukkan untuk penyusunan kebijakan yang akan diimplementasi demi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Keputusan kebijakan ini pun juga mengalami intervensi diluar legislator itu sendiri. Riki ganesha menyampaikan adanya intervensi partai politik juga mempengaruhi kebijakan.
"Partai secara keseluruhan dan anggota dewan sebuah fraksi, tentunya hubungannya dengan partai, secara keseluruhan, dewan adalah kepanjangan tangan dari partai. Partai merumuskan kebijakan yang menjadi aspirasi dari masyarakat, fraksi yang mengamankan kebijakan."
Pada hubungan komunikasi wakil terhadap terwakil pada studi kasus Riki Ganesa. Riki mengungkapkan adanya masalah dalam anggaran yang diberikan selama implementasi. Meskipun dalam politik alokasi anggaran Riki Ganesha sudah terimplementasi, namun masih banyak anggaran yang dirasa kurang dalam pemenuhan dapil 3 untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini disampaikan secara langsung dalam wawancara bersama Riki Ganesha bahwa :
"Masyarakat ada yang tidak rasional dalam mengungkapkan aspirasinya, realisasinya tidak mudah sebagai anggota DPRD, masuk sistem politik kemudian jadi, ketika dalam proses penyampaian, dibikin form atau surat, kita inventarisir, tidak semuanya terealisasi, dari 1000, 100 sudah bagus, karena terbebani anggaran yang kurang. Kab. bandung 6 triliun, 60% masih untuk belanja pegawai, sisanya untuk infrastruktur yang terbagi lagi, PAD juga masih kurang."
Tanggapan wakil dalam bidang pelayanan lagi lagi menitik beratkan pada kesadaran terwakil terhadap aspirasi-aspirasi yang telah disalurkan. Dari wawancara penulis dengan Riki Ganesa yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Bandung mengatakan bahwa :
"Memang harus disadari, dewan itu dewa kata masyarakat, harus serba bisa, kadang juga menggunakan uang pribadi. Kebanyakan ada realisasi namun tidak bisa semuanya. Anggaran, program, dan pewaktuan, intinya bagaimana caranya fungsi pelayanan adalah dimudahnya komunikasi, kuncinya, mudahnya masyarakat mengakses apa yang menjadi harapan masyarakat itu sendiri."
Sebagai wujud pelayanan, Riki Ganesha memberikan pelayanan sepenuhnya komunikasi wilayah baik itu ketika sedang di rumah untuk menerima tamu dan juga turut berpartisipasi kedalam kunjungan program program yang menyeluruh di setiap wiayah dapil 3. Riki Ganesha melalui KIM juga turut membuka komunikasi secara transparan dan seluas-luasnya untuk menjangkau terwakil. Kontak langsung dan tidak langsung perlu diadaptasikan kedalam hubungan wakil dan terwakil dalam bidang pelayanan.
Hubungan politik sebagai tolak ukur keberhasilan implementasi perwakilan politik dan fungsional melalui softselling yang dijalin cukup lama mulai dari implementasi fungsi perwakilan politik atau fungsi perwakilan incumbent dengan konstituennya. Pendekatan Riki Ganesha yang sudah memiliki visi untuk maju menjadi anggota DPRD Kabupaten Bandung membuahkan jalan yang mudah.
Selain dari bentuk softsellingnya, pendekatan transparansi menjadi upaya yang penting dalam menjalin komunikasi yang secara intensif membawa kepercayaan kepada masyarakat yang efektif. Salah satu cara yang dilakukannya yaitu dalam penggunaan media infomasi sebagai bentuk komunikasi dengan memanfaatkan teknologi yang sudah dapat diakses masyarakat secara menyeluruh.Â
Hubungan yang dilakukan Riki Ganesha dapat bertahan lama karena sudah masuk dalam kepercayaan dan tingkat pengalaman yang didasarkan pembangunan suprastruktur dan infrastruktur demi menunjang fungsi perwakilan fungsional.
Konsep Jean Mansbridge dan Hannah Patkin, kedua konsep didapati dalam implementasi Riki Ganesha sebagai incumbent maupun sebagai wakil kepada konstituennya. Berurutan mulai dalam pelaksanaan incumbent yang menggunakan konsep Jean Mansbridge dan ketika sudah menjadi wakil menggunakan konsep Hannah Pitkin.Â
Hal yang sama dilakukan dalam pendekatan dalam kebijakan dan fungsi pelayanan yang mana Riki Ganesha memberikan pelayanan terbaik yang sudah dirasakan oleh konstituennya dan dalam hal komunikasinya sangat terjalin cukup erat dengan akses transparansinya segala bentuk laporan Riki Ganesha melalui KIM. Ini memungkinkan bekal Riki Ganesha mencalonkan lagi kedepan sesuai konsep jean Mansbridge.Â
______________________________________________________
References
Abah. (2022, Desember 3). Wawancara Pribadi.
Ganesha, Riki. (2022, Desember 3). Wawancara Pribadi.
Pitkin, H. F. (1967). The Concept of Representation. University of California Press.
Pito, T. A., Efriza, Fasyah, K., & Dinata, M. (2006). Mengenal teori-teori politik: dari sistem politik sampai korupsi. Nusa Cendekia.
Williams, M. S. (2021). Jane Mansbridge: Participation, Deliberation, Legitimate Coercion (M. S. Williams, Ed.). Taylor & Francis Limited.
Wiltse, D. L. (2019, September 11). Typologies of Party Finance Systems: A Comparative Study of How Countries Regulate Party Finance and Their Institutional Foundations. NCBI. Retrieved December 19, 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8189065/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H