Etnosentrisme terhadap berbagai budaya adalah hal yang tidak boleh dibenarkan pada era sekarang. Rasa bangga terhadap identitas diri dan budaya memanglah suatu hal yang positif. Hal itu akan menumbukan kecintaan terhadap budaya sendiri dan dapat menjadi sumber motivasi untuk lebih berkarya. Namun, semua itu harus diletakkan secara moderat. Artikel ini akan menunjukkan bahwa Etnosentrisme sangatlah tidak dibutuhkan bagi keutuhan NKRI pada era yang modern ini. Mengecilkan suku lain bukanlah hal yang bena. Upaya yang sebenarnya harus dilakukan adalah menghilangkan Etnosentrisme ini dan menghormati sesama suku.
Indonesia adalah negara majemuk, hal ini merupakan suatu wawasan nusantara yang dipahami seluruh warga negara Indonesia. Bhineka Tunggal Ika, semboyan bagi bangsa Indonesia untuk memahami bahwa negara majemuk ini memiliki banyak jenis budaya, bahasa, ras, suku, agama dan lain sebagainya.Â
Kemajemukan ini melahirkan suatu kewajiban bagi Bangsa Indonesia agar dapat bersikap toleran terhadap berbagai macam perbedaan yang ditemui di Indonesia. Namun sayangnya, akhir-akhir ini terjadi banyak sekali peristiwa-peristiwa intoleran di dalam bangsa ini. Kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah kasus intoleransi mengenai agama dan ras. Terutama suku Minangkabau yang memiliki Etnosentrisme yang sangat parah.
Seperti contohnya di Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Zainuddin yang menjadi tokoh utama dalam novel ini mendapat perlakuan yang semena-mena. Hal tersebut disebabkan ayahnya yang suku Minang menikahi seorang perempuan Bugis sehingga Zainuddin dianggap bukan bagian dari suku tempat ia tinggal, yakni suku Minang. Seperti diketahui bahwa di dalam kesukuan Minang, pengambilan garis ke-turunan diambil dari silsilah ibu bahkan ter-catat sebagai penganut matrilineal terbesar di dunia (Blackwood, 1995:127).
Apa itu Etnosentrisme?
Pertama-tama kita harus mengetahui apa itu Etnosentrisme. Menurut KBBI, Etnosentrisme adalah sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Etnosentrisme adalah sikap dalam melihat dan melakukan interpretasi terhadap seseorang ataupun kelompok lain berdasarkan nilai-nilai yang ada pada budayanya sendiri (Dayaksani & Yuniardi, 2004).
Konsep etnosentrisme diperkenalkan oleh tokoh sosiologi komperatif yaitu William Graham Summer, menurutnya etnosentrisme erat hubungannya dengan sikap, ideologi, dan tindakan-tindakan etnosentrisme saling berkaitan satu sama lain dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Keterkaitan aspek sosial, budaya, dan psikologis, membuat kelompok manusia dapat mempertahankan egonya bila berinteraksi dengan etnis lainnya.
Permasalahan Etnosentrisme Minangkabau Terhadap Suku Lain untuk Kelayakan NKRI.
Permasalahan dalam unsur etnosentrisme, dimana yaitu suatu sikap atau pandangan individu bahwa kebudayaan kita lebih superior dari pada kebudayaan lainnya. Etnosentrisme juga mencakup emosi-emosi yang positif dan negatif. Etnosentrisme ini terjadi ketika salah satu mahasiswa etnis Minangkabau berinteraksi antarbudaya dengan etnis Aceh maka kedua etnis Minangkabau merasa kebudayaannyalah yang lebih bagus dan baik dari kebudayaan etnis Aceh, begitu etnis Aceh sebaliknya.Â
Perbandingan sosial merupakan perspektif bersifat etnosentris olehingroup masyarakat Minangkabau yang terlihat dari kearifan mereka dalam berbagai kegiatan untuk menguatkan identitas kelompok beserta atribut yang dipakainya dan aktif dalam berkontribusi pada masyarakat umum jika dibandingkan kelompok outgroup masyarakat perantau Minangkabau. Etnosentris dalam Dinamika politik lokal merupakan salah satu unsur yang seringkali menjadiperbincangan pada setiap negara. Kehadiran negara sebagai 'payung' masyarakat takdapat dipisahkan dari praktek politik didalamnya.
Praktek politik dalam sebuah negara biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan negara, baik yang sifatnya nasional maupun internasional. Dalam masyarakat tak lepas dari unsur perpolitikan didalamnya padatingatan nasional maupun lokal dengan mulai dari per-bedaan suku, adat istiadat, rashingga agama adalah 'warna warni identitas' yang menyatukan dirinya dalam NKRI. (Jakarta: Kencana, 2012, hlm 10.)