Mohon tunggu...
Habib Miftahul Ghofar
Habib Miftahul Ghofar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Reader and writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pencatatan Perkawinan

21 Februari 2024   19:33 Diperbarui: 21 Februari 2024   19:38 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Pencatatan perkawinan di Indonesia merupakan proses penting yang dilakukan baik secara agama maupun sipil. Pencatatan perkawinan agama dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), sementara pencatatan perkawinan sipil dilakukan di Kantor Catatan Sipil setempat. Prosesnya melibatkan pengajuan dokumen dan persyaratan tertentu sesuai dengan hukum pernikahan yang berlaku di Indonesia. Pencatatan ini memiliki tujuan untuk memastikan keabsahan hukum dan melindungi hak serta kewajiban kedua belah pihak yang terlibat dalam pernikahan. Dengan pencatatan yang tepat, negara dapat melacak dan mengatur status perkawinan secara resmi, serta memberikan perlindungan hukum bagi pasangan yang menikah.

Pendahulu

Pencatatan perkawinan adalah proses resmi yang mencatat dan mengakui sahnya ikatan antara dua individu sebagai suami dan istri menurut hukum negara. Urgensi pencatatan perkawinan menjadi sangat penting dalam konteks sosial, agama, dan hukum. Secara sosial, pencatatan perkawinan memberikan dasar yang jelas dalam hubungan sosial dan keluarga, menghindari kebingungan atau ketidakjelasan mengenai status pasangan dalam masyarakat. Ini membantu dalam identifikasi keluarga, garis keturunan, dan memberikan kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab dalam lingkungan sosial.

Dari sudut pandang agama, pencatatan perkawinan sering kali dianggap sebagai langkah penting dalam meneguhkan ikatan spiritual dan ritus agama. Pencatatan ini juga menjamin pengakuan resmi terhadap pernikahan di hadapan entitas keagamaan yang diikuti oleh pasangan tersebut. Selain itu, dalam beberapa agama, pencatatan perkawinan bisa menjadi syarat bagi pasangan untuk mendapatkan hak-hak dan manfaat tertentu, serta mengikuti ritus-ritus keagamaan yang berhubungan dengan pernikahan.

Di sisi hukum, pencatatan perkawinan memberikan dasar yang kuat untuk perlindungan hukum terhadap hak-hak dan kewajiban pasangan. Hal ini mencakup hak warisan, asuransi, perlindungan kesehatan, serta hak-hak dan tanggung jawab lainnya yang diatur oleh hukum pernikahan. Tanpa pencatatan yang sah, pasangan mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap hak-hak ini atau dapat mengalami kesulitan dalam memperoleh pengakuan resmi dari pihak berwenang. Oleh karena itu, urgensi pencatatan perkawinan tidak hanya terletak pada dimensi sosial dan agama, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam ranah hukum untuk melindungi kepentingan pasangan yang bersangkutan.

Sejarah Pencatatan Perkawinan di Indonesia

Adriaan Bedner dan Stijn van Huis menjelaskan pada UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan 1: "Sebelum tahun 1974, penduduk Indonesia tunduk pada berbagai peraturan perkawinan yang diwarisi dari pemerintah kolonial. Namun melakukan intervensi dalam urusan keluarga hanya jika ada tekanan dari luar yang memerlukannya, misalnya dari Gereja Belanda yang menginginkan ketentuan khusus bagi semua umat Kristen di Hindia Belanda." Rincian tentang pluralitas hukum perkawinan juga dapat ditemukan di bagian umum dari penjelasan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan nomor 2:

Terhadap penduduk asli Indonesia yang beragama Islam berlaku hukum adat;

Penduduk asli Indonesia lainnya tunduk pada hukum adat;

Bagi penduduk asli Indonesia siapa yang beragama kristen tunduk pada Huwelijks Ordonatie Christen Indonesia (StbI). 1933, No.74);

Warga negara asal Tionghoa dan warga Indonesia keturunan Toingjoa tunduk pada ketentuan KUH Perdata dengan sedikit perubahan; 

Orang Timur Asing lainnya dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing tunduk pada hukum adat mereka;

Hukum perdata berlaku bagi warga negara Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Eropa yang sederajat dengan mereka.

  Apabila keenam undang-undang perkawinan ini disimpulkan maka akan terbentuk empat sistem hukum perkawinan, yaitu: (1) Hukum Perkawinan adat, (2) Hukum Perkawinan Islam, (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) dan (4) Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesiers (HOCI).

Perlunya Pencatatan Perkawinan

Dengan Adanya pencatatan perkawinan itu dapat menjadikan jaminan hukum yang sangat penting bagi pihak laki-laki maupun perempuan. Selain itu adanya pencatatan ini guna menghindari apabila terdapat hal-hal yang tidak di inginkan seperti menyangkut status dari suami istri status anak yang dilahirkan, status dari harta kekayaan, dan aspek- aspek keperdataan lainnya. Pencatatan ini digunakan untuk menjamin perlindungan hukum, menjadi tertibnya administrasi, serta menjadikannya sah secara aturan negara dan agama.

Analisis Makna Filososfis, Sosiologis, dan Yuridis Pencatatan Perkawinan

Filosofis

Suatu upaya yang dilakukan oleh Negara untuk mengatur administrasi Negara dengan warga negaranya agar tidak menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu dikemudian hari. Dengan adanya pencatatan perkawinan tentunya akan berdampak kepada terlindungnya hak-hak, kepastian hukum dan kepentingan dari masyarakat khususnya yang melangsungkan perkawinan.

Sosiologis

Pihak-pihak yang melakukan perkawinan tidak dicatatkan sering kali dinyatakan bersalah melakukan perzinahan tanpa akad nikah, sehingga berdampak pada perempuan yang mengalami kesulitan sosial dalam masyarakat, dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tidak dicatatkan dianggap tidak sah secara hukum. Namun secara agama dianggap sah, oleh karena itu pentingnya pendaftaran. pernikahan untuk menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat dan keluarga.

Yuridis

Pencatatan perkawinan dilakukan agar tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan karena perkawinannya tidak tercatat. Dengan mencatatkan perkawinannya maka perkawinan tersebut akan mendapatkan kepastian hukum, dari peraturan yang ada di dalam UU No. 1 Tahun 1974. Melalui pencatatan perkawinan yang diikuti dengan terbitnya akta nikah, maka dapat membuktikan bahwa seseorang memang benar sedang terikat dalam satu ikatan perkawinan, sehingga para pihak dapat menuntut hak-haknya dan dituntut untuk memenuhi kewajibannya.

Pentingnya Pencatatan Perkawinan dan Dampak yang Ditimbukan Bila Pernikahan tidak dicatatkan

Pencatatan perkawinan penting karena menyediakan catatan resmi tentang status pernikahan seseorang, yang dapat digunakan untuk keperluan hukum, administrasi, dan sosial. Ini membantu mengatur hak dan kewajiban pasangan, termasuk hak warisan, asuransi, serta keabsahan dokumen dan transaksi lainnya. Selain itu, pencatatan perkawinan juga memfasilitasi perlindungan terhadap hak-hak pasangan, termasuk hak perawatan kesehatan, dan memberikan kejelasan hukum dalam kasus perceraian atau masalah hukum lainnya.

Bila pernikahan tidak dicatatkan:

Dampak Sosiologis: Tidak ada catatan resmi tentang status pernikahan, yang dapat menyebabkan ketidakjelasan dalam hubungan sosial dan keluarga. Ini bisa mengakibatkan kesulitan dalam mendapatkan dukungan sosial atau perlindungan hukum yang diperlukan.

Dampak Religius: Dalam beberapa agama, pencatatan perkawinan merupakan bagian penting dari proses resmi pernikahan dan dapat memengaruhi status agama, hak-hak ritual, dan penentuan hukum dalam konteks keagamaan.

Dampak Yuridis: Tanpa pencatatan perkawinan, hak-hak dan kewajiban hukum pasangan mungkin tidak diakui secara resmi oleh negara. Ini dapat mempengaruhi hak warisan, perlindungan hukum, serta hak-hak dan tanggung jawab lainnya yang diatur oleh hukum pernikahan.

Secara keseluruhan, ketidakcatatan perkawinan dapat menciptakan ketidakjelasan dan kerumitan dalam berbagai aspek kehidupan, baik secara sosial, agama, maupun hukum.

Penutup 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pencatatan perkawinan memiliki urgensi yang tak terbantahkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik secara sosial, agama, maupun hukum. Secara sosiologis, pencatatan perkawinan memberikan kejelasan dalam hubungan sosial dan keluarga. Secara religius, hal ini memengaruhi status agama dan hak-hak ritual pasangan. Secara yuridis, pencatatan perkawinan memberikan perlindungan hukum dan mengatur hak-hak serta kewajiban pasangan dalam ranah hukum negara. Oleh karena itu, upaya untuk memastikan pencatatan perkawinan yang tepat dan resmi menjadi langkah penting dalam mendukung keberlangsungan dan kejelasan hubungan pernikahan di masyarakat.

Disusun oleh kelompok 5 :

Zafira Ilmi (222121126)

Habib Miftahul Ghofar (222121154)

Umi Latifah (222121158)

Yunita Rahma (222121159)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun