Mohon tunggu...
Muhammad habib Maulana
Muhammad habib Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Muhammad habib maulana, sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas uin sunan gunung djati bandung Fakultas Syari’ah Dan Hukum prodi hukum pidana islam, dan hobi saya olahraga dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Pernikahan Dini di Indonesia Dan Pandangan Dalam Hukum Perdata

1 Juni 2024   04:20 Diperbarui: 1 Juni 2024   04:40 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting terhadap manusia dengan berbagai konsekuensi hukumnya. Karna itu hukum mengatur masalah perkawinan ini secara detail. Sedangkan menurut pandangan Islam pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya. Dari akad itu juga, muncul hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi masing-masing pasangan. Terdapat berberapa kasus pernikahan dini di Indonesia, menurut survei pernikahan dini di Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. 

hal ini dikarenakan faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini sebagian besar disebabkan oleh pendidikan Proporsi pernikahan dini di Indonesia meningkat menjadi 15,7% pada 2018 dibanding tahun sebelumnya sebesar 14,2%. UNICEF (2020) juga mencatat bahwa perempuan umur 20-24 tahun di Indonesia yang menikah sebelum berusia 18 tahun mencapai 1.220.900 pada tahun 2018.

 Angka ini menjadikan Indonesia berada pada posisi 10 besar negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia rendah,hal ini dikarenakan faktor status ekonomi bawah, adat istiadat, dan pengetahuan yang kurang. Oleh karna itu diharapkan aparatur pemerintahan dan tokoh-tokoh masyarakat untuk berupaya mencegah pernikahan dini dan hal ini telah di atur dalam undang-undang no 16 tahun 2019 yang berbunyi: Dalam UU No 16 tahun 2019 mengatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita telah berumur 19 tahun.

PERNIKAHAN DINI DALAM PERPEKSTIF HUKUM PERDATA :

Usia dewasa seseorang pada hakekatnya mengandung unsur yang berkaitan dengan dapat atau tidaknya seseorang mempertanggungjawabkan atas perbuatan hukum yang telah dilakukannya, yang menggambarkan kecakapan seseorang untuk bertindak dalam lalu lintas hukum perdata. Usia dewasa dalam KUHPerdata, ditentukan mereka yang sudah 21 tahun dan belum menikah. Apabila perkawinan mereka terjadi sebelum usia 21 tahun, maka mereka dipandang pada usia belum dewasa

 Hukum dalam lintas masyarakat menghendaki kematangan berpikir dan keseimbangan psikis yang pada orang belum dewasa masih dalam taraf permulaan sedangkan sisi lain pada anggapan itu ialah bahwa seseorang belum dewasa dalam perkembangan fisik dan psikisnya memerlukan bimbingan khusus. Karena ketidakmampuannya maka seseorang yang belum dewasa harus diwakili oleh orang yang telah dewasa sedangkan perkembangan orang ke arah kedewasaan ia harus dibimbing. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

pernikahan dini, yaitu yang calon suami/istrinya di bawah 19 tahun, pada dasarnya tidak dibolehkan oleh undang-undang. Selain itu, bila calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, ia harus mendapatkan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan Meski pada dasarnya tidak dibolehkan, berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019 masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur 19 tahun tersebut, yaitu dengan cara orang tua pihak pria dan/atau wanita meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

Meskipun pernikahan dini masih dimungkinkan secara hukum, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya dan calon mempelai dan orang tuanya memahami terlebih dahulu bagaimana pandangan psikologi terhadap pernikahan dini. terkait Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan, terutama terkait batas usia perkawinan.

FAKTOR PERNIKAHAN DINI : 

Di daerah perdesaan, pernikahan dini umumnya masih dianggap hal yang biasa, terutama daerah perdesaan yang masih menjalankan adat atau budaya yang mendukung terjadinya pernikahan dini. Di daerah-daerah tersebut umumnya masih terdapat perjodohan oleh orang tua, ditambah dengan letak geografis yang sulit dan akses pendidikan yang minim menjadikan banyak terdapat pernikahan dini.

 Penelitian oleh Widyawati dan Pierewan, menunjukkan bahwa area tempat tinggal di perdesaan 1,6% lebih tinggi untuk melakukan pernikahan usia dini dibandingkan dengan area tempat tinggal di perkotaan. Pendidikan rendah dan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan rendah juga dapat menyebabkan anak dinikahkan dalam usia muda. Anak yang menikah pada usia muda bisa mengurangi beban orang tua. Menurut Wijayati dkk. (2017), orang tua dengan pendapatan kecil akan meningkatkan kejadian pernikahan dan faktor ekonomi menjadi penghalang untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun