Mohon tunggu...
Habibi Hidayat
Habibi Hidayat Mohon Tunggu... -

saya adalah habibi hidayat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Istirahat di Ketapang

20 April 2011   01:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:37 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#catatanperjalanan

Jika saja fajar telah menyingsing, kami akan melanjutkan lagi perjalanan kami. Tapi fajar belum juga menyingsing, kami tertahan di suatu tempat. Dan kami masih berharap pada satu hal yang sama: biarkan kami hidup dengan senyuman.

Cahaya lampu merkuri di depan Stasiun Ketapang terlihat sendu, ia menempa dedaunan dari pepohonan yang berdiri menjajar tepat di muka stasiun. Aku berjalan tertatih dan menyadari waktu telah berada pada pukul 00.15.

Semakin larut beban tas ransel yang kubawa semakin berat saja. Aku sudah membawa beban ini sejak dari Terminal Ubung Denpasar Bali. Betapa pun ini awalnya tidak terasa berat, namun saat turun dari KMP Nusa Dua yang mengantarkanku dari Pelabuhan Gilimanuk ke Pelabuhan Ketapang, tas ransel ini jadi semakin berat. Mungkin saja aku keletihan.

Saat melangkahkan kaki ke areal stasiun paling ujung di tanah Jawa bagian timur ini, aku sudah yakin bahwa stasiun tidak beroperasi pada waktu-waktu selarut ini. Aku mencari tempat beristirahat untuk kemudian kembali melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta pada pukul 06.00 pagi dengan K.A Ekonomi Sritanjung.

Rasa letih menggelayutiku, aku benar-benar membutuhkan tempat untuk istirahat. "Hoi, mas. Sini!" Seorang lelaki dari samping stasiun memanggilku seraya melambaikan tangannya kepadaku. Aku ingat, dia lelaki yang ada satu kapal feri denganku. Aku pun melangkah menuju lelaki itu.

"Ayo istirahat di sini," katanya kepadaku. Lelaki itu duduk di salah satu pelataran yang biasa jadi pintu masuk saat stasiun beroperasi. Di situ, ada beberapa orang lainnya, yaitu seorang lelaki tua berjaket hitam lusuh, seorang ibu, dan seorang perempuan muda. Tampaknya mereka adalah keluarga.

Mereka dengan ramah mempersilakan aku untuk istirahat. Si perempuan muda tengah menyapu lantai di pintu masuk stasiun itu. Sementara perempuan yang tampaknya adalah ibunya tengah menggelar karpet yang cukup besar, tentu saja untuk istirahat.

Setelah karpet tergelar, si ibu mempersilakan aku untuk istirahat di karpet tersebut. Setelah aku meletakkan tas ransel dan duduk di karpet itu, ibu itu bercerita bahwa karpet yang tampak kotor itu adalah pemberian dari majikannya sewaktu ia hendak diberhentikan untuk bekerja.

Alasannya, si majikan tidak lagi membutuhkan jasanya. Ia pun bersama keluarganya lalu memilih pulang ke Pasuruan ketimbang di Bali dengan tanpa pekerjaan. Sebelumnya, suaminya dan kedua anak lelakinya sesekali menjadi tukang bangunan, namun itu pun tak berlangsung lama sehingga banyak waktu terbuang karena menganggur dan tanpa uang.

"Istirahat di sini nak, tapi maaf karpetnya kotor," kata ibu itu kepadaku. Aku pun mengucapkan terimakasih dan tidak ambil pikiran dengan kotornya karpet itu. Malam di Ketapang ini terlampau dingin, angin malam tidak henti-hentinya berhembus di deaunan pohon-pohon, tidur di atas karpet itu pasti akan sedikit menghangatkan, pikirku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun