Mohon tunggu...
Habib dzaldirih
Habib dzaldirih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis

Aku berpikir maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

2045: Mimpi Kosong Sebuah Bangsa Buta Huruf

10 Juli 2024   11:48 Diperbarui: 10 Juli 2024   15:00 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Plato, filsuf Yunani kuno, pernah berkata, "Pengetahuan adalah cahaya yang menerangi jiwa." Kutipan ini menegaskan pentingnya pendidikan dalam membentuk dan mencerahkan individu. Sejalan dengan pemikiran tersebut, pendidikan merupakan proses transformasi perilaku manusia melalui upaya pembelajaran dan pengajaran. Melalui pendidikan, manusia yang terlahir tanpa pengetahuan dapat memahami bahwa hidup membutuhkan ilmu pengetahuan.

Lebih dari sekadar pencerahan individu, pendidikan memainkan peran vital dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang menjadi penggerak utama kemajuan bangsa. Selain itu, pendidikan juga berperan penting dalam perkembangan teknologi dan kemajuan ekonomi, yang merupakan faktor-faktor kunci dalam memfasilitasi kemajuan suatu negara.

Namun, realitas pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Pada tahun 2023, berdasarkan data yang dirilis oleh worldtop20.org, peringkat pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari total 209 negara di seluruh dunia. Sementara itu, Indonesia memiliki cita-cita Indonesia Emas 2045 dengan prediksi bonus demografi yang terdiri dari generasi milenial dan gen Z. Pertanyaannya, mungkinkah cita-cita itu terwujud?

Penulis berpendapat bahwa cita-cita tersebut tidak akan terwujud jika tidak ada pembenahan dari sekarang. Data dari BPS tahun 2023 menunjukkan bahwa persentase penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang menyelesaikan pendidikan jenjang perguruan tinggi hanya 10,15%. Jika kita rata-ratakan masa pendidikan perguruan tinggi selama 4 tahun, maka ini berkorelasi dengan data tahun 2019 yang menunjukkan 26,69% penduduk menyelesaikan pendidikan tingkat SMA sederajat. Artinya, hanya sebagian dari lulusan SMA pada tahun 2019 yang meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Pertanyaan kritis muncul: ke mana 16,54% sisanya? Meskipun sebagian mungkin memilih untuk bekerja, data dari BPS menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019. Hal ini mengarah pada hipotesis bahwa banyak yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi karena ketidakmampuan secara finansial. Biaya pendidikan yang mahal menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kontras yang tajam terlihat ketika kita membandingkan situasi di Indonesia dengan negara lain. Beberapa hari yang lalu, penulis melakukan wawancara dengan seorang mahasiswa dari Pakistan. Menariknya, Pakistan, dengan populasi penduduk 9% lebih sedikit daripada Indonesia dan sumber daya alam yang jauh lebih terbatas, justru menunjukkan komitmen yang lebih besar terhadap pendidikan. Pemerintah Pakistan menerapkan kebijakan pendidikan negeri dari tingkat dasar hingga menengah atas yang 100% gratis, sementara untuk perguruan tinggi negeri, 50% biaya ditanggung pemerintah. Kebijakan ini berlaku bagi seluruh warga Pakistan.

Perbandingan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang prioritas dan efektivitas kebijakan pendidikan di Indonesia. Jika Pakistan, dengan sumber daya yang lebih terbatas, mampu menyediakan akses pendidikan yang lebih luas dan terjangkau, mengapa Indonesia masih berjuang dalam hal ini?

Dengan demikian, sebelum fokus pada aspek-aspek lain dalam upaya memajukan bangsa, sektor pendidikan harus menjadi prioritas utama. Ini mencakup tidak hanya peningkatan kualitas pendidikan, tetapi juga aksesibilitas dan keterjangkauan pendidikan tinggi. Pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi kembali kebijakan pendidikannya, dengan mempertimbangkan model yang diterapkan negara-negara tetangga seperti Pakistan.

Kemajuan di berbagai bidang, seperti teknologi dan ekonomi, pada dasarnya dilandasi oleh kualitas pendidikan yang baik dan merata. Sebagaimana cahaya yang dibicarakan Plato menerangi jiwa, pendidikan yang berkualitas dan terjangkau akan menerangi jalan menuju kemajuan bangsa. Tanpa reformasi yang signifikan dalam sistem pendidikan, cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi mimpi yang sulit diwujudkan.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun