Eksistensi kebenaran atas keberadaan HMI sama halnya dengan gelombang yang di-interpretasikan monitor hemodinamik dan saturasi tersebut, jika bergelombang zik-zak berarti masih hidup (ada) dan jika datar (tidak bergelombang) berarti telah mati. Benar, ruang diskusi internal HMI beberapa tahun terakhir terjebak pada doktriner "dinamika", tanpa mengetahui susbtansi "dinamika" itu sendiri. Dan akhirnya, HMI terjebak pada budaya baru disorientasi.
Semangat berorganisasi yang dimiliki kader-kader HMI harus diakui keberadaannya, namun semangatpun haruslah benar, yaitu semangat dengan berlandaskan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan sebagai identitas kader HMI yang pernah melekat. Optimisme dan pesimisme menjadi semangat yang tidak dapat terelakkan kehadirannya, filterisasi berupa kajian dan analisis terhadap problematika kekinian di internal HMI harus diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
HMI harus terperbaharui kembali melalui forum-forum intelektualnya HMI yang evaluatif dan proyektif seperti Kongres, Musyawarah Daerah (Musda), Konferensi Cabang (Konfercab), dan Rapat Anggota Komisariat (RAK), hindari hegemoni dan dominasi kekuasaan yang cendrung menindas kemerdekaan individu secara moral dan struktural yang berlindung dibalik proyeksi regenerasi.
Kembalikan hak atas forum-forum intelektualnya HMI dipenuhi dengan ide, gagasan, dan gerakan yang substansial, sehingga kejayaan HMI kembali diraih secara universal. Sudah saatnya HMI menentang kemunafikan berpikir yang pelan-pelan terbudaya dalam tubuhnya, tujuan organisasi kekinian wajib hukumnya diwujudkan, namun jangan lupakan tujuan awal didirikannya HMI yaitu mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam.
Tetap optimis, Yakin Usaha Sampai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H