Mohon tunggu...
Habib Al Amin
Habib Al Amin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tinjauan Kasus Sengketa KPR Syariah

9 Oktober 2024   09:00 Diperbarui: 9 Oktober 2024   09:13 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sengketa KPR syariah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang teori hukum, termasuk positivisme hukum dan sociological jurisprudence. Kedua pendekatan ini memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana hukum harus dipahami dan diterapkan. Berikut adalah tinjauan terhadap kasus sengketa KPR syariah dari sudut pandang masing-masing teori:
1. Tinjauan Positivisme Hukum

Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah kumpulan aturan yang dibuat oleh lembaga berwenang (seperti negara atau pengadilan), dan aturan-aturan ini harus dipatuhi terlepas dari apakah isinya adil atau tidak. Hukum tidak harus dikaitkan dengan moralitas atau prinsip etika lainnya.


Dalam konteks sengketa KPR syariah:
- Pendekatan positivisme hukum akan memfokuskan peninjauan pada legalitas dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait perbankan syariah, termasuk Undang-Undang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia, serta fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) yang diakui oleh hukum positif Indonesia.
- Hakim yang beraliran positivisme hukum akan memutuskan sengketa ini dengan melihat perjanjian (akad) antara nasabah dan bank, serta apakah akad tersebut sudah sesuai dengan aturan tertulis yang mengatur KPR syariah. Jika dalam aturan tidak ada ketentuan yang melarang atau mengatur hal yang disengketakan, hakim tidak akan memasukkan nilai-nilai di luar hukum yang tertulis, termasuk moral atau keadilan.
- Positivisme hukum akan mengabaikan aspek sosial atau moralitas dalam akad syariah, dan fokus pada legal formalitas dari perjanjian tersebut. Jika secara hukum perjanjian telah memenuhi syarat dan prosedur formal, maka keputusan akan mengarah pada pemenuhan hukum positif, meskipun ada keluhan dari nasabah mengenai aspek keadilan atau moral.

2. Tinjauan Sociological Jurisprudence

Sociological jurisprudence berfokus pada hukum sebagai alat untuk mengatur dan mempengaruhi kehidupan sosial. Teori ini menekankan pentingnya melihat bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat dan bagaimana penerapannya mempengaruhi interaksi sosial dan keadilan sosial. Teori ini juga menganggap bahwa hukum tidak hanya kumpulan aturan tertulis, tetapi harus mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan kebutuhan masyarakat.

Dalam konteks sengketa KPR syariah:
- Pendekatan sociological jurisprudence akan melihat bagaimana KPR syariah diterapkan dalam praktik kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam kasus sengketa KPR syariah, hakim yang menggunakan perspektif ini akan meneliti apakah akad yang digunakan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga adil dan sesuai dengan harapan serta kebutuhan masyarakat, terutama dalam konteks prinsip keadilan dan kesejahteraan yang diharapkan dalam hukum syariah.
- Dalam kasus di mana nasabah merasa dirugikan karena margin keuntungan atau denda yang dikenakan oleh bank syariah, pendekatan sociological jurisprudence akan mempertimbangkan aspek keadilan substantif dan dampaknya terhadap masyarakat, bukan hanya kepatuhan formal terhadap hukum.
- Hakim mungkin juga mempertimbangkan bagaimana KPR syariah mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah, apakah akad syariah tersebut dipahami dengan baik oleh masyarakat, dan apakah ada aspek-aspek sosial yang terabaikan, seperti transparansi bank syariah dalam menjelaskan perhitungan harga atau denda.

Perbandingan:
- Positivisme hukum akan memutuskan berdasarkan aturan tertulis, tanpa mempertimbangkan apakah hasil akhirnya adil atau tidak. Dalam sengketa KPR syariah, selama perjanjian dan aturan-aturan terkait dipatuhi, sengketa akan diselesaikan berdasarkan legal formalitas.
- Sociological jurisprudence sebaliknya akan lebih memperhatikan dampak sosial dari perjanjian, keadilan bagi para pihak, dan bagaimana hukum KPR syariah bekerja di masyarakat. Pendekatan ini lebih fleksibel dalam menilai apakah hukum yang ada benar-benar mencerminkan nilai keadilan sosial.

Contoh Kasus:
Misalkan nasabah KPR syariah merasa dirugikan karena margin keuntungan yang dianggap terlalu tinggi atau karena adanya denda yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip syariah. Dalam pendekatan positivisme hukum, pengadilan hanya akan melihat apakah denda dan margin tersebut sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam akad serta peraturan perundang-undangan. Jika sesuai, sengketa dianggap selesai. Namun, dalam pendekatan sociological jurisprudence, pengadilan akan mempertimbangkan apakah praktik ini secara sosial dan moral menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah, dan apakah prinsip-prinsip keadilan dalam hukum syariah benar-benar terpenuhi.

Dengan demikian, pendekatan positivisme lebih kaku dan formalistik, sementara pendekatan sociological jurisprudence lebih kontekstual dan memperhatikan keadilan substantif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun