Kita pasti pernah mencoba untuk menerka-nerka makna sebuah tayangan iklan audio visual. Hal tersebut memang membuat penasaran jika maknanya belum sampai pada nalar kita sebagai target pasar. Oleh karena itu kita perlu menelaahnya sampai menemukan makna atau pesan yang hendak disampaikan oleh iklan tersebut.
Iklan yang diproduksi oleh perusahaan komersil memang bertujuan untuk menaikkan target pasar. Tema iklan pun disesuaikan dengan target pasarnya, seperti iklan rokok A Mild berjudul Gak Ada yang Hilang Gitu Aja kuat kaitannya dengan konsumen rokok yang notabenenya adalah laki-laki dewasa yang telah mapan dalam proses berpikir kritis. Iklan ini diunggah pada tiga bulan berbeda yakni Oktober, November, dan Desember oleh akun youtube FirzaAds.
Ditemukan sebanyak tiga versi visual dari lirik lagu yang sama dan menjadikan masyarakat masa kini sebagai konteks dari tema iklan. Lirik dan konteks visual yang disuguhkan memang mengusung konteks masyarakat masa kini. Periklanan perusahaan H.M. Sampoerna mengusung tema lingkungan dan sosial pada iklan berjudul Gak Ada yang Hilang Gitu Aja merupakan potretan sebuah realitas sederhana, namun berdampak luar biasa yang terjadi di era masa kini hingga berhasil mencitrakan fenomena lingkungan dan sosial.
Citra produk dengan karakter kuat tanpa menghadirkan produk di dalamnya berhasil diproduksi oleh periklanan perusahaan H.M. Sampoerna. Betapa menariknya ketika salah satu perusahaan produksi rokok terbesar di Indonesia memasyarakatkan iklan bertema lingkungan dan sosial tanpa menampilkan rokok sebagai produk utamanya, justru yang ditampilkan adalah konteks lingkungan dan sosial sebagai bentuk kritik melalui lirik lagu yang dikemas ke dalam tiga konteks visual berbeda. Berikut isi lirik yang ditranskrip dari akun youtube FirzaAds berjudul Gak Ada yang Hilang Gitu Aja
Aku milikmu
Cuma kau yang bisa buatku melayang, meski kau melepasku
Ku yakin kita kan berjumpa lagi
Mungkin hari ini atau esok hari
Kita kan jumpa lagi
Konteks visual ketiganya sama-sama mengangkat isu lingkungan, yakni cara-cara masyarakat memperlakukan benda yang sudah bisa digolongkan sebagai limbah/sampah dan kesemuanya berstatus sampah anorganik.
Jika kita berasumsi bahwa ekspresi bahasa merupakan konseptualisasi dari benda atau objek yang ada di dunia ini, kita harus siap memahami dilema tentang benda-benda yang ada di dalam peristiwa yang telah lalu, benda yang memang benar-benar ada di saat sekarang ini, benda yang diprediksikan bakal ada di masa yang akan datang, atau bahkan benda-benda yang mungkin ada jika kondisi dunianya berbeda dari dunia sekarang ini. (Saifullah, 30: 2018)