Mohon tunggu...
siti mutiatulkhabibah
siti mutiatulkhabibah Mohon Tunggu... Penulis - writter

saya adalah seorang penulis yang tertarik dengan banyak topik

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Impulsive Buying, Berdampak Positif atau Negatif?

28 Mei 2024   14:17 Diperbarui: 28 Mei 2024   14:32 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pexels.com, financial planning

Dari kalian ada ngga sih yang punya hobby belanja untuk meredakan stress? Pasti ada kan? Nah apasih impulsive buying? Impulsive buying adalah kegiatan membeli suatu barang tanpa berpikir resiko kedepanya. Semisal kamu melihat diskon atau promo besar-besaran, tanpa pikir dua kali barang tersebut sudah ada di tangan kamu.

Lalu bagaimana dampak yang akan terjadi sebenarnya jika kita melakukan impulsive buying? Apa akan menimbulkan lebih banyak dampak positif atau malah akan berdampak negative terutama pada kesehatan finansial?

Pengertian Impulsive Buying

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, impulsive buying merupakan kegiatan membeli barang tanpa perencanaan khusus dan tidak memikirkan reisko yang mungkin akan terjadi kedepanya. Belanja sendiri sebenarnya adalah kebutuhan primer bagi setiap orang bahkan beberapa di antara kita menjadikan belanja sebagai pereda stress.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa kegiatan satu ini bisa menjadi sebuah sumber bencana pada finansial kita jika kita tidak merencanakan jumlah pengeluaran dengan benar. Fenomena seperti ini sudah pasti tidak asing bagi kita semua. Karna di sekitar kita bahkan kita sendiri suka fomo jika melihat suatu trend yang lewat di ponsel kita.

Penyebab dan Ciri-ciri Seseorang Terkena Jebakan Impulsive Buying

Penyebab kebanyakan orang terjebak dalam impulsive buying sebenarnya adalah FOMO (Fear of Missing Out). Atau sebuah ketakutan seseorang jika ketinggalan atau tidak menjadi bagian dari sebuah trend. Banyak dari kita ketika menjelajah sosial media, menemukan sebuah iklan yang sangat menarik dengan iming-iming diskon besar-besaran. Lalu tanpa sadar kita merasa bahwa kita harus mengambil kesempatan ini.

Atau mungkin kita melihat sebuah trend di media social dan kita merasa perlu untuk mengikuti gaya trend itu. Atau bahkan ketika kita melihat teman atau orang terdekat memakai sebuah style tertentu yang dalam pandangan kita itu bagus kita merasa bahwa harus memiliki barang yang sama.

Tak hanya dorongan untuk ikut serta dalam sebuah trend, penyebab kita terjebak dalam impulsive buying adalah sifat alami manusia yang ingin mendapatkan sebuah pujian atau pengakuan dari orang lain. Kurangnya perencanaan finansial yang kuat juga akan membuat kita semakin terjebak dalam impulsive buying.

Lalu bagaimana kita mengenali apakah kita sebenarnya sudah terjebak dalam perilaku tersebut atau tidak? Ciri-ciri seseorang yang terjebak impulsive buying yang mudah dirasakan sebenarnya adalah ketika kita sudah melakukan perencanaan atau budgeting untuk keperluan belanja namun ternyata anggaran yang di keluarkan lebih banyak.

Sedangkan ciri-ciri yang paling umum kita rasakan adalah ketika kita selesai membeli barang atau sesuatu akibat rasa FOMO, kita akan merasakan perasaan bahagia sesaat lalu setelahnya akan berganti menjadi rasa penyesalan atau ketidak nyamanan. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa kita sudah terjebak dalam perilaku impulsive buying.

Hal ini bisa menyadarkan kita bahwa melakukan impulsive buying hanya akan membawa perasaan senang sesaat namun tidak membawa dampak yang terlalu baik untuk jangka panjang. Lalu apakah perilaku tersebut tidak membawa dampak positive sama sekali? Sebenarnya ada banyak dampak positif yang dapat kita rasakan. Namun dampak yang dirasakan lebih berkaitan dengan emosi kita, seperti meringankan rasa kesepian, menekan depresi, membantu mengatasi rasa bosan, memenuhi fantasi, dan bahkan ada yang menganggapnya sebagai sebuah olahraga.

Dampak yang timbul dari perilaku ini akan berpengaruh langsung terhadap emosional kita sehingga kita akan menerima respon multisensory seperti senang, sedih, marah, dan kepuasan atas terpenuhnya fantasi atau khayalan kita.

Meskipun memiliki dampak positif kita juga tidak bisa menghindari dampak negatif yang akan berdampak langsung pada finansial kita. Jadi perlu untuk kita untuk membatasi rasa FOMO dan melakukan perencanaan finansial yang kuat agar terhindar dari perilaku tersebut dan terhindar dari dampak buruk kedepanya.

Bagaimana Mengatasi Perilaku Impulsive Buying?

Ada banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi perilaku ini. Kamu juga bisa meminta bantuan orang terdekat. Berikut adalah beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi perilaku impulsive buying:

1. Membuat Perencanaan Keuangan

sumber: pexels.com, financial planning
sumber: pexels.com, financial planning

Dalam hal perencanaan keuangan kamu bisa melakukan prinsip piramida kebutuhan. Kamu bisa merencanakan mana kebutuhan yang harus lebih didahulukan atau diutamakan. Setelah itu kamu bisa membuat anggaran dari masing-masing kebutuhan tersebut.

2. Menggunakan Uang dengan Bijak

sumber: pexels.com, uang koin
sumber: pexels.com, uang koin

Ini bisa kamu gunakan pacuan untuk memberikan anggaran pada setiap kebutuhan kamu. Kamu harus tahu mana yang membutuhkan anggaran yang besar dan mana yang harus dibatasi.

3. Mencari Kegiatan yang lebih Positif

sumber: pexels.com, olahraga
sumber: pexels.com, olahraga

Untuk kamu yang mengunakan kegiatan belanja secara impulsif sebagai obat pereda stress, kamu harus mulai mencari kegiatan yang lebih bermanfaat dan tentunya lebih positif. Kamu bisa alihkan dengan membaca buku untuk menambah wawasan, atau kamu juga bisa mengikuti kelas-kelas self branding pada akhir pekan, atau kamu bisa melakukan hobby olahraga lain seperti berenang, gym, atau sekedar bersepeda mengelilingi daerah rumah kamu.

4. Meminta Bantuan Orang Terdekat untuk Mengatur Keuangan

sumber: pexels.com, teman
sumber: pexels.com, teman

Orang terdekat mempunyai peran penting dalam mengatasi perilaku negative ini, dukungan dari mereka dan bantuan secara langsung akan sangat berpengaruh dalam perubahan sikap. Kamu bisa meminta bantuan mereka untuk mengingatkan kamu atau membantu kamu dalam mengelola keuangan. Tak hanya itu kamu juga bisa meminta bantuan mereka untuk menemani kamu melakukan kegiatan yang lebih positif agar kamu tidak merasa kesepian.

5. Membatasi Penggunaaan Kartu Kredit

sumber: pexels.com, kartu kredit
sumber: pexels.com, kartu kredit

Hal ini jelas perlu dilakukan untuk mengontrol pengeluaran. Membatasi kartu kredit akan membatasi gerak kamu juga agar tidak melakukan kegiatan pembelian secara impulsive.

Kesimpulan

Nah kesimpulan dari artikel ini adalah impulsive buying merupakan rasa kuat dalam diri untuk mendapatkan atau membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu penting atau tidak terlalu bermanfaat tanpa berpikir panjang. Perilaku ini biasanya dilakukan atas dasar ingin medapat kesenangan sesaat, mendapat pujian atau pengakuan, mudah tergoda dengan hal-hal yang trendy, dan ingin mencari sebuah pelarian untuk mengatasi rasa stress atau semacam depresi.

Sifat buruk ini sebenarnya tidak sepenuhnya buruk dan kamu bisa mengatasinya sendiri asal kamu bisa berkomitmen kuat agar tidak terlalu terjerumus dalam perilaku tersebut. Namun, jika kamu merasakan gejala yang cukup parah seperti depresi atau tekanan batin yang kuat jika tidak melakukan hal tersebut, kamu bisa melakukan konsultasi dengan dokter agar gejalanya tidak semakin buruk.

Karena meskipun membawa dampak positf secara langsung pada sisi emosional kita, dampak negatif lebih terlihat secara jelas. Kamu harus tau bahwa impulsive buying akan membuat kamu terjerumus dalam masalah yang jauh lebih serius lagi seperti kehilangan kontrol diri sendiri, kehilangan kemampuan berpikir secara rasional, terjebak dalam berbagai masalah finansial bahkan seperti pinjaman online, atau bahkan kamu akan kehilangan koneksi dengan orang-orang terdekat kamu.

Jadi kamu harus bijak dalam melakukan sesuatu apapun itu. Karna sesuatu yang berlebihan tidak pernah berakhir dengan baik. Mencari kegiatan positif dengan orang terdekat akan sangat membantu kamu untuk terhindar dari perilaku negatif. Dan kegiatan pengembangan diri akan sangat membantu kamu mendapatkan space untuk personal branding dan akan mengalihkan pikiran kamu dari perilaku negatif lainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun