Mohon tunggu...
Habibah
Habibah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selain menulis di Kompasiana, saya juga menulis di brownisnis.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pilah Sampah, Upaya Sederhana Menjaga Lingkungan dari Limbah Domestik

6 Februari 2024   12:22 Diperbarui: 6 Februari 2024   12:30 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemilahan sampah/Sumber: medion.co.id

Sedari dulu, kita selalu dikenalkan dengan adanya pembagian sampah menjadi dua jenis, yakni sampah organik dan sampah anorganik. Singkatnya, sampah organik adalah sampah basah yang terdiri dari dedaunan, sisa makanan, dan sampah dapur, yang bisa diolah menjadi kompos. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah kering yang bisa didaur ulang, seperti kaleng, kemasan makanan, botol plastik, kardus, dan sebagainya.

Sayangnya, pemilahan sampah tidak selalu berjalan mulus. Seringkali kita temukan dua tong sampah (organik dan anorganik) berdampingan di tempat-tempat umum. Namun isinya, tetap saja tercampur karena ketidakpatuhan orang yang membuang sampahnya. Pada akhirnya, orang-orang yang sadar dan tahu akan kesalahan tersebut, ikut membuang sampah dengan mencampuradukkan sampah organik dan anorganik dalam satu tong sampah.

Tahun lalu, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti kebakaran hingga berhari-hari. Hal ini tidak hanya berdampak pada masyarakat sekitar yang merasakan sesak napas dan bau yang menyengat, tapi juga berdampak pada Tempat Penampungan Sementara (TPS) lain karena tidak bisa lagi membuang sampah ke TPA Sarimukti. Akibatnya, sampah terus bertumpuk di TPS tersebut.

Dari bencana tersebut, pihak-pihak terkait mulai mengusahakan adanya pemilahan sampah di setiap daerah di Kota Bandung. Edukasi pemilahan sampah terus digencarkan pemerintah dari skala kecamatan hingga RT.

Kebetulan, di September lalu, saya ditugaskan untuk meliput kegiatan di kelurahan tempat saya tinggal. Saat itu, momennya pas sekali. Pihak kelurahan sedang mengadakan rapat sekaligus edukasi pemilahan sampah kepada para ketua RW dan RT. Bahkan, edukasi ini tidak hanya berjalan sekali. Melainkan hingga beberapa kali untuk menguatkan tekad para ketua RW dan RT agar mau memilah sampah, dan mensosialisasikan hal tersebut kepada warganya.

Yang menarik, pembagian sampah yang dijelaskan dalam kegiatan tersebut, tidak hanya 2 jenis, melainkan 3 jenis. Jadi selain sampah organik dan anorganik, ada juga istilah sampah residu.

Saat itu, Pak Camat yang turut serta dalam kegiatan, memberi contoh bahwa ketika kita memasak mie instan, maka kemasan mie tersebut masuk sampah anorganik karena bisa didaur ulang. Namun kemasan bumbu kecap, saus, dan minyaknya, termasuk dalam sampah residu.

Selain kemasan bumbu kecap dalam mie instan, contoh beberapa sampah residu lainnya yaitu tisu bekas, popok/pembalut, dan sampah-sampah lainnya yang tidak bisa didaur ulang. Oleh karenanya, sampah residu inilah yang mestinya dibuang ke TPS dan TPA.

Saat itu saya baru tersadar. Benar juga ya. Tisu yang dipakai untuk mengelap air pasti akan basah, tapi tidak mungkin masuk sampah organik atau anorganik karena tidak bisa didaur ulang ataupun terurai menjadi kompos. Begitu juga dengan kardus berminyak bekas wadah makanan yang disajikan dari suatu rumah makan. Ternyata selama ini saya sudah banyak menghasilkan sampah residu.

Selang empat bulan setelah rapat pertama mengenai pemilahan sampah di kelurahan, tepatnya di awal Januari 2024, akhirnya RW tempat saya tinggal mulai menerapkan pemilahan sampah. Masing-masing rumah diberi satu ember kecil untuk tempat membuang sampah organik. Di setiap hari Selasa dan Sabtu, ember beserta sampah organiknya dikumpulkan di suatu tempat yang telah disepakati. Kemudian petugas sampahlah yang akan mengangkut sampah organik dari tempat tersebut.

Berbeda dari sampah organik, sampah anorganik justru dibuang masing-masing rumah dengan cara menggantungnya dalam kantong plastik di pagar rumah. Setiap dua hari sekali, petugas sampah akan berkeliling dan mengangkuti sampah anorganik tersebut.

Sayangnya, sampai saat ini, belum ada penegasan untuk memisahkan sampah residu. Alhasil, pembuangan sampah residu masih dicampur dengan sampah anorganik. Tapi kita tetap bisa memisahkannya dengan dua kantong plastik yang berbeda. Lagi pula, saya kira, semuanya membutuhkan proses. Biarkan warga membiasakan diri untuk memisahkan sampah organik terlebih dulu. Setelah itu, mungkin pemilahan sampah residu bisa ikut ditegaskan juga.

Meski belum sempurna dan baru memulai, tapi saya ikut senang melihat pemilahan sampah ini benar-benar bisa diwujudkan di lingkungan saya. Setidaknya, ini adalah salah satu upaya sederhana untuk menjaga lingkungan dari limbah domestik. Dan lebih senang lagi, kali ini saya tidak bergerak sendirian, melainkan bersama warga Bandung lainnya. Saya harap, tidak hanya saya dan warga 1 RW saja yang bergerak menjaga lingkungan, melainkan juga kamu yang membaca tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun