Mohon tunggu...
Habbi Maezza Ahmad
Habbi Maezza Ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Keamanan Kawasan Asia Timur dari Ancaman Senjata Nuklir Korea Utara

13 September 2024   01:29 Diperbarui: 13 September 2024   01:32 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-63511546

Jatuhnya bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki menandai berakhirnya Perang Dunia II. Namun, peristiwa tersebut juga menjadi awal dari kontenstasi perlombaan senjata nuklir di dunia. Senjata nuklir, dengan daya penghancurnya yang besar, menjadi tantangan baru bagi komunitas internasional yang saat ini dihantui oleh ketakutan terkait kepemilikan senjata nuklir oleh negara-negara tertentu. Di Asia Timur, Korea Selatan dan Jepang merasa terancam oleh keberadaan senjata nuklir Korea Utara, yang dianggap dapat mengganggu stabilitas dan keamanan kawasan. Selain itu, Amerika Serikat juga turut menentang keberadaan program nuklir korea utara. Namun, bagi Korea Utara, kehadiran Amerika Serikat di kawasan justru semakin menjadi ancaman bagi negara non-aliansi Amerika Serikat termasuk Korea Utara, intervensi Amerika Serikat di kawasan dipandang sebagai upaya untuk mengancam keamanan nasionalnya. Kondisi ini memperlihatkan adanya Security Dilemma diantara negara-negara disekitar Kawasan Asia Timur.  Oleh karena itu, artikel ini akan membahas ketidakstabilan Kawasan Asia Timur dikarenakan dilema keamanan atas ancaman senjata nuklir Korea Utara.

Source: https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/28/200000779/apa-saja-negara-asia-timur-raya-
Source: https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/28/200000779/apa-saja-negara-asia-timur-raya-

Stabilitas keamanan Asia Timur sejak dulu selalu dinamis, adanya perang korea yang membagi korea menjadi dua yaitu Korea Utara dan Korea Selatan melanda semenanjung korea saat itu, membuat stabilitas keamanan tergangu. Walau perang korea telah diselesaikan dengan genjatan senjata antara kedua negara, tak membuat kondisi keamanan Kawasan mereda. Hal ini dikarenakan ancaman baru yang muncul dengan adanya program senjata nuklir oleh Korea Utara. Pada tahun 1959, Korea Utara berhasil mengembangkan senjata nuklirnya yang dibangun atas bantuan Uni Soviet. Sikap yang dilakukan oleh Korea Utara dengan membuat senjata nuklir dikarenakan rasa terancam dari adanya keberadaan Amrika Serikat di wilayah Asia Timur. Keberpihakan Korea Utara dengan Blok Timur, membuat Korea Utara merasa terancam dari serangan nuklir yang mungkin dilancarkan oleh Amerika Serikat. Ancaman tersebut memaksa Korea Utara untuk mengembangkan nuklir untuk alasan pertahanan diri (Kusuma & Putri, 2021).

Adanya senjata nuklir milik Korea Utara, menjadi sebuah masalah baru bagi negara-negara disekitarnya, terlebih Korea Selatan yang terancam yang berada sangat dekat dan memiliki hubungan buruk dengan Korea Utara. Selain Korea Selatan, Jepang juga merasakan ketidaknyamanan kepemilikan Korea Utara atas senjata nuklir. Untuk membendung proliferasi senjata nuklir Korea Utara, beberapa upaya telah dilakukan untuk melakukan denuklirisasi senjata nuklir korea utara, salah satunya adalah Perjanjian non-proliferasi senjata nuklir atau yang dikenal dengan Non-Proliferation Treaty (NPT) dimana Korea Utara bergabung dengan NPT pada 12 Desember 1985. Namun, Korea Utara tidak menyelesaikan safeguard agreement atau perjanjian perlindungan dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) yang bertugas sebagai badan pengamanan dari perjanjian NPT. Sampai pada 10 Januari 2003, Korea Utara mengumukan bahwa pihaknya telah menarik diri dari NPT yang membuat Korea Utara terbebas dari peraturan yang mengikat dari NPT (Adam, 2023). Hal ini membuat ketegangan semakin terasa di Kawasan Asia Timur.

Pada tahun 2006, ancaman terhadap senjata nuklir Korea Utara menjadi kritis bagi Kawasan Asia Timur, pasalnya Korea Utara mulai melakukan percobaan senjata nuklir pertamanya yang menandai strategi nuklirnya. Percobaan senjata nuklir pertama yang dilakukan pada terowongan bawah tanah di Punggye-ri ini berhasil membuat kegemparan dunia internasional sampai seluruh United Nations Security Council (UNSC) menyetujui sanksi militer dan ekonomi terbatas terhadap Korea Utara pada 14 Oktober 2006. Namun, hal ini tidak membuat Korea Utara menghentikan gerakannya karena Korea Utara setelahnya berhasil melakukan 5 kali percobaan senjata nuklir lagi, dimana pada percobaan ke 6 tanggal 3 September 2017 Korea Utara berhasil membuat bom hidrogen yang ditempatkan pada rudal balistik antar benua atau Inter Continental Ballistic Missile (ICBM). ICBM yang memiliki daya ledak 5 kali lebih kuat dari percobaan sebelumnya bisa diluncurkan oleh Korea Utara kapanpun, ini menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur bahkan dunia yang berani menentang Korea Utara (Adam, 2023).

Source: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-63511546
Source: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-63511546

Keberhasilan Korea Utara dalam mengembangkan teknologi nuklir dan ICMB menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi Kawasan Asia Timur. Korea Selatan dan Jepang, yang secara geografis paling dekat dengan Korea Utara, merasa paling rentan terhadap ancaman ini. Selain itu, ketidakpastian mengenai sejauh mana kapabilitas rudal Korea Utara dapat menjangkau wilayah Amerika Serikat dan sekutunya semakin memperumit situasi. Ancaman ini juga memicu perlombaan senjata di kawasan, di mana negara-negara tetangga mulai meningkatkan kapasitas militer mereka sebagai bentuk antisipasi. Ketegangan tersebut dapat berujung pada ketidakstabilan keamanan yang lebih luas, mengganggu upaya diplomatik dan merusak keseimbangan kekuatan di Asia Timur, serta menciptakan risiko eskalasi konflik yang lebih besar di tingkat global.

Atas ancaman yang semakin membesar, Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat membentuk sebuah Kerjasama trilateral dengan tujuan untuk memperkuat ketahanan dan kemampuan menghadapi krisis nuklir Korea Utara yang tidak dapat diprediksi (Karmilawaty & Abdurrohim, 2024). Kerjasama trilateral yang dilakukan berupa Joint military Exercise, Joint Patrol, maupun Military Assistance akan diperluas dengan instrumen-instrumen baru seperti Cyber War dan teknologi intelijen yang nantinya tidak hanya berguna untuk melacak informasi terkini mengenai perkembangan senjata nuklir, tetapi juga dapat meretas situs atau berbagai sistem komputerisasi yang dipergunakan Korea Utara untuk mengaktifkan persenjataan nuklir (Iriawan, 2017). Kerjasama trilateral dapat dikatakan rasional karena ketiga negara, Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang sama-sama memiliki visi yang sejalan yaitu menghalangi agresivitas Korea Utara yang semakin meningkat. Namun, Kerjasama Trilateral ini membuat Korea Utara merasa terancam dan mengecap sebagai provokasi Amerika Serikat di Asia Timur (Karmilawaty & Abdurrohim, 2024).

Jika kita melihat pola interkasi keamanan antara Korea Utara dan Aliansi Trilateral, kita dapat melihat adanya gambaran kondisi dilema keamanan. Menurut pandangan Security Dilemma, kondisi Dimana suatu negara memutuskan untuk meningkatkan keamanan negaranya, namun disaat yang bersamaan akan menurunkan keamanan negara lain. Dalam konteks Korea Utara, setiap langkah penguatan militer dan pertahanan yang diambil oleh Aliansi Trilateral seperti latihan militer bersama, peningkatan teknologi intelijen, serta pertahanan siber dilihat oleh Korea Utara sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan keberlangsungan rezimnya. Akibatnya, Korea Utara merespons dengan mempercepat pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik, yang justru semakin memperburuk rasa tidak aman di pihak Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat.

Sedangkan dalam kasus Aliansi Trilateral, tindakan Korea Utara yang terus mengembangkan program senjata nuklir dan rudal balistik dipandang sebagai ancaman langsung oleh Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. Ketidakpastian mengenai tujuan akhir program nuklir Korea Utara serta sifat tertutup membuat aliansi ini merasa terancam (Kusuma & Putri, 2021). Akibatnya, alih-alih menciptakan stabilitas, upaya Aliansi Trilateral justru memperdalam ketegangan di kawasan, di mana masing-masing pihak merasa semakin terancam oleh langkah defensif satu sama lain, memperkuat siklus dilema keamanan yang sulit dihentikan. Siklus ini menciptakan ketegangan yang berkelanjutan, di mana upaya masing-masing pihak untuk melindungi diri berakhir dengan menurunkan keamanan secara keseluruhan di kawasan Asia Timur, memperdalam ketidakpercayaan, dan memperbesar risiko konflik bersenjata.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ancaman senjata nuklir Korea Utara terhadap stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur merupakan salah satu isu paling krusial dalam dinamika geopolitik global saat ini. Program nuklir Korea Utara yang terus berkembang tidak hanya memicu kekhawatiran bagi negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan Jepang, tetapi juga menimbulkan reaksi keras dari Amerika Serikat. Aliansi trilateral yang dibentuk oleh ketiga negara ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan dan kapasitas mereka dalam menghadapi ancaman yang tidak dapat diprediksi dari Korea Utara. Namun, upaya penguatan keamanan dari satu pihak justru dianggap sebagai ancaman oleh pihak lain, menciptakan security dilemma yang semakin memperburuk situasi. Korea Utara, yang merasa terancam oleh aksi aliansi tersebut, terus mempercepat pengembangan senjata nuklirnya, sehingga memperpanjang siklus ketegangan yang sulit dihentikan. Dalam kondisi ini, setiap langkah yang diambil oleh pihak manapun untuk melindungi diri berisiko memperdalam ketidakpercayaan dan meningkatkan kemungkinan eskalasi konflik bersenjata di kawasan Asia Timur yang sudah sangat rentan ini.

Referensi:

Adam, R. (2023). Analisis Strategi Nuklir Korea Utara Pasca Perang Dingin: Pengaruh Proliferasi Nuklir Korea Utara Terhadap Stabilitas Keamanan Asia Timur. Ganaya : Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 579-593.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun