harapan, namun keberanian untuk menyapa dan menyambung cerita selalu terhalang oleh kelamnya bayang. Bagaikan menuliskan kalimat awal namun kehabisan halaman, lantaran buku cerita kehidupan ini telah terkoyak dihantam badai kenyataan. Pengecut sejati yang terkubur bersama luka dan pahitnya tali kehidupan.Â
Kadang perjumpaan melahirkanSaat kata sapa itu terdengar indah bagai pupuk tanaman yang berbungakan harapan dan berdaunkan kasih. Si kumbang hina ini terbang menjauh, bersembunyi, menggigil ketakutan, akan akhir yang pelik, ditinggalkan. Berbadan besar namun bermental kerdil, tertahan kakinya melangkah, kaku sayapnya untuk terbang, setelah dikhianati kata yang selalu dipuja, 'cinta'. Tidak ada lagi kata itu yang tersisa untuknya.
Kini, tentunya dia ditinggalkan, lantaran tak bisa diharapkan, bagai kapal tanpa layar, pesawat tanpa sayap, dan manusia tanpa nyawa. Mengemis perhatian, meminta-minta di persimpangan, mengumumkan penyesalan, namun lagi-lagi berakhir naas.
Waalaikumussalam, semoga ini menjawab salam yang telah sangat terlambat.Â
Dari bumi pengasingan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H