Mohon tunggu...
Hariyawan Agung Wahyudi
Hariyawan Agung Wahyudi Mohon Tunggu... profesional -

Menjalani sisa hidup dengan motto "apa yang terjadi, terjadilah".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahmad Tohari : Jangan Pernah Merasa Jadi Pengarang Hebat

23 Januari 2012   03:16 Diperbarui: 27 April 2016   18:20 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pujian adalah pembunuh bagi seorang pengarang. Justru kritik yang membuat sakit hati yang dapat membuat seorang pengarang mampu membuat loncatan hebat. Jangan pernah merasa jadi pengarang hebat!," pesan Ahmad Tohari di sela-sela paparannya dalam acara Launching dan Bedah Buku Antologi Cerpen Banyumas "Balada Seorang Lengger", Minggu 22 Januari 2012 di Purwokerto. 

Kedatangan Ahmad Tohari dalam acara tersebut merupakan kehormatan besar bagi kesembilan belas penulis cerpen dalam antologi tersebut. Apalagi ketika disampaikan bahwa niatnya datang ke acara tersebut hanya satu, yaitu memberikan semangat kepada para penulis dan anggota PENAMAS (Penulis Muda Banyumas) agar terus berproses. Proses yang dia maksud salah satunya adalah mensikapi kritik yang datang. Di tekankan, hampir semua karya pertama penulis bisa dipastikan mendekati jelek. Tidak ada seorangpun yang berkarya langsung bagus. 

"Novel saya pertama berjudul KUBAH mendapat kritikan yang sangat pedas. Dan justru dari datang orang yang sangat saya kagumi, Gus Dur," kata Ahmad Tohari. 

Disampaikan lebih lanjut, kritik terhadap karya pertamanya tersebut yang akhirnya menjadi sumber energi bagi novel berikutnya yang sangat fenomenal, RONGGENG DUKUH PARUK. Kunci keberhasilan seorang pengarang adalah tetap rendah hati, apa adanya. Jangan senang akan pujian. Karena pujian itu lebih membunuh dari pada mengangkat proses dalam kepengarangan. 

Selain itu, pengarang yang baik adalah pengarang yang rela diisi oleh pengarang-pengarang yang lebih dahulu berhasil. Pengarang harus mau membaca banyak hal. Tanpa membaca, seorang pengarang ibarat katak dalam tempurung. (haw/foto:haw)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun