Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Simbol, Antara Harapan dan Kenyataan

17 Oktober 2022   18:18 Diperbarui: 17 Oktober 2022   19:20 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Presiden 2024 (pilpres) memang masih lama sekitar 1,5 tahun lagi, tetapi tahapan-tahapan menuju ke sana sudah berjalan sejak dimulainya verifikasi partai peserta pemilu. 

Partai politik pun mulai memanaskan mesin politik mereka. Ada yang ketua umumnya  dengan percaya diri tinggi mencalonkan diri jadi presiden, ada juga partai yang mulai berkoalisi dengan partai lain, ada juga yang masih bingung melangkah tapi dimana mana pasang baliho  serasa sudah  memenangkan pilpres. Semuanya itu dilakukan untuk mempersiapkan partai guna lebih dikenal dan akhirnya dapat dipiilih oleh rakyat.

Komunikasi politikpun di lakukan dengan berbagai pihak dan berbagai cara, salah satu cara komunikasinya adalah dengan menggunakan simbol -- simbol. Dalam hal ini pihak yang ingin mengutarakan maksud dan tujuan seringkali tidak menyampaikan langsung apa keinginannya. Hal ini mungkin karena terhambat beberapa faktor, misalnya, situasi, kondisi, etika, bahkan memandang dari segi adat istiadat  yang harus dijaga.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah salah satu tokoh yang sering menggunakan simbol-simbol dalam berkomunikasi, baik kepada elite politik atau juga kepada masyarakat. Hal ini tak lepas dari Jokowi yang berasal dari Solo yang kental memegang adat istiadat serta etika politik.

Mungkin masih ingat saat pencalonan dirinya pada saat menjadi Presiden untuk pertama kalinya, Jokowi mendeklarasikannya diri siap maju Pilpres 2014 di rumah Si Pitung. 

Hal ini dapat dipahami Jokowi secara simbolik dari sinilah akan ada perlawanan / perjuangan terhadap kolonialisme ( penjajahan) terhadap rakyat biasa.
Pun Ketika dinyatakan menang pemilihan presiden beliau bersama Jusuf Kalla saat itu, Beliau berpidato di atas kapal Pinisi yang secara simbolik bahwa Indonesia dibawah Jokowi nantinya akan mengembalikan kejayaan maritime nusantara.

Terkait pilpres 2024, Jokowi memang sampai saat ini belum satupun nama terucap untuk didukungnya. Tapi dari simbol-simbol yang ada publik harusnya sudah bisa menduga kemana dukungan Jokowi akan diberikan. Dari mulai rakernas Projo di Magelang sampai naik mobil berdua di Batang. Jokowi sudah memberikan figur yang dia akan dukung.

Pertanyaannya mengapa tidak langsung saja? 

Ya jelas tidak bisa sekarang, Jokowi harus netral, dan juga ada etika etika politik yang dipegang teguh oleh Jokowi, hal ini terkait juga dengan strategi yang akan diambil oleh Partai yang menaungi beliau yakni  PDI-P. 

Jadi yang berharap Jokowi dengan lantang mengumumkan dan berbicara saya mendukung si A atau si G, mungkin dalam waktu dekat ini hal itu tak akan terkabul. Namun pastinya simbol- simbol tersebut akan semakin jelas dinampakan. Baik oleh Jokowi sendiri maupun oleh orang-orang kepercayaannya.

Begitu juga dengan Anies Baswedan yang secara resmi diusung oleh Partai Nasdem. Anies yang saat ini berusaha "membersihkan" diri dari stigma politik identitas yang terlanjur melekat juga mulai memakai simbol-simbol politik terkait kesiapannya dalam ikut pilpres 2024.

Beberapa hal yang ditunjukkan Anies antara lain, menemui Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa di ujung masa jabatannya menjadi Gubernur. Secara simbolik mungkin Anies ingin mengatakan, "Hallo masyarakat Indonesia, bagaimana kalau saya berpasangan dengan Pak Andika, Pantas apa tidak ?",  Anies pastinya ingin bilang ke partai partai yang mengusungnya, bahwa dia lebih nyaman dan berpeluang besar menang kalau dipasangankan dengan Andika.

Dan juga pada saat pidato perpisahan dari menjabat Gubenrnur DKI Jakarta beberapa hari lalu Anies memposisikan arah pidatonya, menghadap ke utara, ada apa di uatara ? di utara itu ada Istana Negara. 

Secara simbolik Anies ingin menyampaikan bahwa langkah selanjutnya dengan mantap adalah dia akan melangkah ke arah Istana, menjadi Presiden.

Selain kedua tokoh tersebut ada beberapa elite politik yang memakai politik simbol dalam menyampaikan gagasannya. Seperti Prabowo yang selalu mengajak tamu tamu pentingnya untuk berkuda bersama di Hambalang. 

Hal ini secara simbolik dapat dipandang bahwa Prabowo adalah orang yang tidak otoriter, orang yang mau mengharai tamunya, serta orang yang penuh keakraban, ingin membuang stigma bahwa Prabowo itu keras karena berasal dari tentara.

Tetapi ada juga yang mencoba memakai politik simbol, tetapi pada akhirnya malah mendapat reaksi kurang simpatik dari rakyat. Beberapa waktu lalu juga ada pertemuan antara Puan Maharani dan Muhaimin Iskandar makan pecel bareng. 

Kita tau bersama bahwa pecel memang makanan rakyat " biasa" secara simbolik mungkin kedua tokoh politik ini ingin menunjukkan "kesederhanaan" mereka. Mengasosikan bahwa partai mereka adalah partai wong cilik.

Namun yang menjadi masalah adalah tampilan tempat dan suasana makanya jauh dari kesan merakyat, Meja yang rapi, bangku yang disarungin, ada tempat tissue. Berbeda kalau mereka makannya memang misalnya, ditengah pasar, dipinggir jalan disamping gerobak pecelnya, mungkin akan lebih terasa apa yang ingin mereka komunikasikan, bahwa mereka adalah wakil dari partai wong cilik.

Diatas adalah beberapa contoh politik simbol yang dipakai oleh elite politik, pertanyaannya adalah seberapa efektif cara komunikasi tersebut kepada pihak yang akan dituju? Apakah pihak yang dituju akan mengerti?

Terkait hal tersebut yang paling gampang tentu kita harus melihat rekam jejak mereka selama ini. Rekam jejak mereka sendiri, konsisten apa tidak terhadap simbol yang mereka buat. 

Misal Jokowi memberikan simbol-simbol yang dimaknai publik akan ada pergantian menteri, dan ternyata benar tak lama kemudian ada pergantian.
Hal ini jelas membuat publik akan mengerti dan hapal terhadap gaya politik simbol jokowi. 

Namun berbeda kalau apa yang dilakukan oleh Puan Maharani dan Cak Imin, tentu publik malah bereaski negatif karena pada dasarnya mereka berdua gagal membuat simbol dan tentu saja hal/pernyataan yang akan disampaikan ke masyarakt juga gagal.

Politik simbol juga memilik aspek negatif, yang tentunya harus diantisipasi oleh orang yang memberikan simbol. Jelas kalau kita memberikan simbol maka akan banyak tafsir yang bermunculan, setiap orang berhak untuk menginterpretasikan apa yang disimbolkan. 

Bahayanya adalah kalau pada akhirnya apa yang ingin disampaikan berbeda dengan apa yang dimaui oleh tuannya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius jangan sampai yang dibawah ini pada "kecele", sudah yakin A ternyata jadi B.

Kedepannya simbol-simbol politik akan semakin marak, karena akan ada loby-loby terkait partai, terkait capres dan cawapres, terkait penentuan  kepala daerah tingkat I dan tingkat 2.  

Masyarakat harus pandai-pandai menilai, dan juga harus teliti melihat, apakah simbol yang tersaji di depan publik akan sama dengan kenyataannya. Pilihlah pemimpin yang jelas rekam jejaknya, yang tidak memanfaatkan suara rakyat demi kepentingan partai dan golongannya saja.

Salam poliTikus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun