Ajang balap mobil listrik Formula E "sukses" digelar di Jakarta akhir pekan lalu tanggal 4 Juni 2022. Dari sekian polemik, pro - kontra dan bumbu - bumbu lainnya, maka pada awalnya yang menjadi perhatian dan ajang debat kusir adalah terkait bangunan sirkuitnya itu sendiri. Setelah direncanakan bakal digelar di "jantung" Jakarta area sekitar Monas yg merupakan landmark ibu kota, namun pada akhirnya di tolak. Tim pelaksana akhirnya mendapatkan lokasi di "pinggiran" ibu kota. Yang pada saat itu digambarkan oleh seorang politikus sebagai tempat kubangan lumpur.
Area di sekitaran Ancol, daerah Jakarta Utara akhirnya dipilih sebagai tempat dibangunnya sirkuit tersebut. Awalnya banyak yang pesimis bahwa sirkuit ini bisa dibangun di sana. Masalah kondisi lahan serta yang paling utama adalah masalah waktu pelaksanaan yang  hanya 54 hari saja ( belum di potong hujan dll). Namun pada akhirnya gelaran tersebut tetap "sukses" digelar yang berarti sirkuit dan area pendukungnya di nilai sudah memenuhi syarat oleh badan/otorita penyelenggaranya. Tetapi dibalik apreasiasi kita juga tidak boleh membuang sikap kritis kita terhadap pembangunan sirkuit ini.
Masalah Konstruksi dan Waktu
Umum yang terjadi di dunia konstruksi sebelum dilakukan proses konstruksi di dahului oleh masa perencanaan. Perencanaan disini bukan hanya sekedar masalah aspek teknis konstruksi, tetapi juga terkait "studi kelayakan" untuk apa sirkuit ini dibangun. Bermanfaat apa tidak buat masyarakat ? nilai tambahnya apa buat masyarakat ? nanti dijadikan objek komersil atau sosial? paling gampang di tahap ini kalau dikerucutkan pertanyaannya adalah apakah ada asaz manfaatnya bangunan ini ?Â
Karena notabene bangunan ini dibangun memakai uang APBD langsung maupun tidak langsung. Apakah pertanyaan ini sudah pernah dijawab? Atau jawabannya hanya putar - putar khas politikus seperti ; biar Jakarta sejajar dengan bangsa lain, memperkenalkan mobil listrik ke masyarakat, atau yang sebenarnya adalah dan ini sangat di haramkan balapan ini hanya pemuas syawat politik segelintir orang tetapi mengatas namakan rakyat.... Waduh amit amit dah.
Kembali ke masalah tahapan konstruksi Kemudian setelah dari studi kelayakan dinilai proyek ini menguntungkan dan layak diteruskan maka dibentuk/ditunjuk/ dipilih melalui lelang terbuka untuk menentukan  tim perencanaan. Umumnya output yang keluar adalah gambar konstruksi bangunan tersebut dilengkapi spesifikasi teknis yang harus dipenuhi serta yang terpenting adalah estimasi biaya yang harus di keluarkan supaya bangunan ini jadi sering disebut HPS ( Harga Satuan Sementara). Masyarakat awam biasanya akan disodorkan gambar gambar indah 3 dimwnsi (3 D) bagaimana bentuk sirkuit ini nantinya. Bisa juga dalam bentuk ilustrasi video. Sehingga owner dalam hal ini PT Jakarta Propertindo sudah bisa "menjual" sirkuit tersebut dalam hal menggandeng sponsor.
Setelah mendapatkan gambar serta nilai estimasi nilai konstruksi maka diadakan lelang terhadap paket pekerjaan tersebut. Pada tahap ini dijelaskan aturan main secara umum pekerjaan ini termasuk berapa lama pekerjaan ini harus selesai. Â Kontraktor diharuskan benar benar jeli ditahap ini. Karena informasi yg harus mereka analisa banyak dan harus cepat sebelum tenggat waktu pemasukan dokumen tender, biasanya sih sekitar 1 minggu dari pengumuman lelang sampai penasukan dokumen. Kontraktor harus bisa memberikan harga yg dibawah HPS, metode konstruksi, personel inti beserta kelengkapan adminstrasi, serta rencana kerja (schedule ) yg akan dilaksanakan.
Nah, waktu ini lah yg sebenarnya waktu yg sangat sangat berharga bagi kontraktor untuk menganalisis suatu pekerjaan, Kalau normal  proyek ini harus dilihat dari segala sisi, bisa menguntungkan atau tidak. Kontraktor harus hati - hati dalam menentukan volume dan harga serta juga metode. Dan itu semua membutuhkan yang namanya waktu.
Karena kebutuhan akan waktu inilah yang kadang semua bisa "bermain". Informasi mengenai proyek yang harusnya keluar pada hari H pengumuman proyek, sudah bocor duluan ke pihak kontraktor yg sudah ditunjuk. Hal ini jelas merugikan para pesaingnya yang lain, dimana mereka harus menganalisa dari awal. Belum lagi kalau waktu pemasukannnya dibuat singkat misal cuma 3 hari. Alhasil cuma yang sudah dapat informasi yang bisa menawar.
Pada lelang konstruksi sirkuit Formula E ini ada beberapa kejadian yang perlu diketahui bahwa ; yang pertama bahwa lelang sempat di ulang karena pada awalnya tidak ada perusahaan  yang mau ikut lelang. Jarak lelang pertama dan kedua hanya 7 hari.
Yang kedua bahwa ternyata yang ditenderkan bukan hanya konstruksinya saja tetapi juga dari perencanaannya seperti yang terlihat di dokumen lelang "Jasa Rancang Bangun Proyek Pembangunan Lintasan Balap Formula E' sehingga baik yg merancang dan melaksanakan adalah satu perusahaan.
Yang ketiga bahwa pemenang tender adalah P.T Jaya Konstruksi  Manggala Pratama, yang notabene pemilik saham mayoritasnya adalah PT Pembangunan Jaya, salah satu perusahaan patungan yang didirikan antara Pemerintah DKI Jakarta dan pihak swasta.
Kalau ditanya apakah proses tender ini benar? Penulis tidak bisa menjawab. Karena di mata hukum semua proses telah dilaksanakan, tanpa ada kekurangan. Palingan kita hanya bisa merasakan ada sesuatu yg kurang "pas" sepertinya ada yang dipaksakan untuk menang.
Masuk kedalam hal yg jadi bahasan dimana mana mengenai waktu pelaksanaan. Apakah mungkin bisa membangun dalam hanya 54 hari ? Fakta berbicara "bisa !". Ingat dulu negara Tiongkok biaa membangun rumah sakit untuk covid sebanyak 1000 kamar dalam waktu kurang dalam 1 minggu.
Kecepatan kontruksi utamanya tergantung sumber daya dalam hal ini harus tersedia : bahan/material kedua harus ada pekerja yg siap dikerahkan yang terkakhir tentunya sarana dan prasarana penunjang seperti alat berat, dll. Kesemua hal diatas akan terpenuhi kalau ada "dana" tersedia. Lebih cepat lagi kalau dana cash. Maka akan semakin cepat.
Tidak heran apabila seorang Ahmad Sahroni yang ditunjuk sebagai ketua pelaksana mengatakan lebih 800 orang bekerja siang malam. Wajar saja karena banyak hal yang dipertaruhkan disini kalau sampai ini tidak selesai. Masuk akal juga kalau pada akhirnya biaya membengkak dari awalnya sekitar 50 M menjadi 60 M. Ibarat kata apapun yang terjadi harus selesai.
Tapi jangan lupa efek samping dari kecepatan suatu konstruksi adalah mutu bangunan itu sendiri. Memang tidak semua konstruksi yang cepat dibangun jelek secara kualitas. Toh kita juga harus berbangga terhadap hasil anak bangsa kita sendiri.
Tetapi robohnya atap tribun beberapa hari sebelum gelaran di mulai seperti membuka mata, ada yg belum sempurna dalam tahap pembangunan ini. Robohnya atap pun sebenarnya bisa di usut kalau mau siapa yang bertanggung jawab. Jangan cuma menyalahkan angin atau cukup berkata "untung bukan pas hari balapan".
Dari perencana bisa diselidiki apakah sudah benar desainya. Jangan - jangan memang kesalahan desainnya sehingga roboh akan tetapi karena kegiatan ini satu paket rancang bangun maka seharusnya kontraktor harus tanggung jawab dimana letak kesalahanya, sehingga belum diresmikan sudah rubuh.
Juga mengenai badan sirkuit sendiri. Badan sirkuit memang tampak mulus. tetapi jangan lupa jalan di kampung setelah di aspal kalau cuma sehari dua hari dilewati mobil pun masih tetap mulus. Belum ada kerusakan berarti. Yang perlu kita tunggu kedepannya, seberapa lama aspal sirkuit itu bertahan. Tentang penurunan tanah/konsolidasi seperti yang ditakutkan, Â Jelas untuk saat ini belum akan nampak. Karena dianggap masih baru. Mungkin setelah 6 bulan sampai setahun kedepan baru akan tampak apakah pemadatan yg dilaksanakan pada awal dibangun sudah sesuai dengan aspek teknis yang di syaratkan.
Dan dari semua tentang pembangunan sirkuit ini. FIA sebagai badan tertinggi kejuaran otomotif dunia memberikan nilai/grade 3E. Apakah artinya ? Artinya yang paling mudah dimengerti adalah bahwa sirkuit di ancol ini dianggap layak menggelar ajang Formula E.
Nah yang perlu diketahui tentang grade diatas adalah bahwa FIA membagi jenjang kelas sirkuit dari yang terbaik - yang terendah ( 1, 1T, 2, 3, 3E, 4, 5., 6A, 6R, 6G) bisa dilihat di laman FIA untuk detailnya.
Secara umum dapat dijelaskan ; Grade 1 adalah yg tertinggi dan digunakan untuk ajang balap Formula 1. Bagaimana grade 3E ? Grade 3E boleh dibilang adalah grade terendah yang diberikan untuk lomba  /gelaran di jalan aspal kelas Formulanya cuma Formula E, Untuk Formulan3 dan 2 belum memenuhi syarat. Jadi jangan terlalu bermimpi sirkuit di Ancol itu bisa digunakan untuk Formula 1, masih sangat sangat jauh kualitasnya.
Oh ya bagaimana dengan Sirkuit Mandalika? Sirkuit Mandalika mendapat grade A dari FIM ( induk olahraga motor dunia), grade A ini setara dengan grade 1 oleh FIA. Tetapi perlu diingat Mandalika menghabiskan dana 950 M dibangun dalam waktu kurang lebih 2 tahun dari perencaan sedangkan yang di Ancol "cuma" 60 M dalam waktu 54 hari, jelas tidak Apple to Salak. Mandalika mendapatkan Grade tertinggi setelah bolak balik diinspeksi oleh FIM , Sirkuit Ancol ? Cuma sekali inspeksi itupun pas hari H lomba dan lansung lolos dan dapat sertifikat 3E.
Dan pada akhirnya kembali ke awal, apa manfaatnya bagi bangsa ini ? Sirkuit Mandalika dengan gelaran Moto GP nya setelah dihitung hitung memberikan keuntungan berganda sebesar hampir 4.5 T ( kata Bang Sandi, selaku Menteri Pariwisata). Terus  yang di Ancol, memberikan keuntungan berapa? Susah menjawabnya mungkin kita harus bertanya kepada lumpur yang berkubang......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H