Australia sendiri adalah negara persemakmuran dari Inggris. Simbiosis Mutualisme antara Indonesia dan Australia kiranya jauh membuat Autralia walaupun ada Inggris dan sekutu di belakangnya untuk menginvasi Indonesia. Â Australia masih butuh uang para mahasiswa Indonesia untuk bersekolah di sana, Indonesia juga butuh impor daging dan susu sapi dari Australia.
Mungkin dua kekuatan besar di dunia yang harus diwaspadai yakni Amerika dan Tiongkok. Amerika yang merasa dirinya menjadi polisi dunia saat ini sepertinya lebih disibukkan dan bergulat dengan masalah politik dalam negerinya semenjak pergantian kekuasan dari demokrat ke republik.
Kebijakan sang presiden yang kadang tidak popular di mata masyarakat, pembatasan pengungsi dari Amerika Tengah dan Selatan, serta penarikan personel militer dari berbagai belahan dunia. Ditambah perang dagang dengan Tiongkok cukup membuat Amerika sibuk dengan dirinya sendiri.
Sedangkan Tiongkok sejauh yang dilihat belum pernah berkonfrontasi langsung dengan satu negara secara langsung. Dagang adalah metode Tiongkok untuk melancarkan ekspansinya. Kekuatan militer yang mereka bangun kalau penulis lihat lebih kepada menaikkan nilai "tawar" terhadap kekuatan Amerika. Yang ingin mereka kuasai adalah sistem penghasil uang untuk mereka.
Tidak perlu berperang dengan negara lain kalau pada akhirnya rugi besar. Lebih baik investasi dimana-mana, kasih pinjaman uang kemana mana. Nanti bunganya bisa mengalir ke Tiongkok. Kestabilan di kawasan Asia Tenggara dan Timur pastinya menjadi prioritas Tiongkok.
Dengan luas wilayah yang sedemikan luas, tidak heran Tiongkok harus memperkuat armadanya. Karena ancaman terbesar Tiongkok sebenarnya bukan dari luar. Tetapi dari dalam negerinya sendiri. Bagaimana kue kemakmuran itu bisa terbaik ke semua lapisan dan semua wilayah.
Dari ujung barat ke ujung timur. Ketegangan di Laut Tiongkok Selatan, antara beberapa negara masih bisa diatasi dan tidak menjadi sumber konflik yang tidak bisa diselesaikan.
Kita memang tidak boleh terlena. Kita benahi terus sistem pertahanan negara kita, termasuk juga kesejahteraan para anggota TNI. Percuma alatnya mahal, tetapi tentaranya tidak dalam kondisi prima. Begitupu juga sebaliknya. Dengan anggaran pertahanan sekitar Rp 107 Triliyun atau (0.8 %) dari GDP. Memang masih terasa kecil.Â
Tetapi anggaran segitu sudah termasuk besar untuk kawasan Asia Tenggara, Sebagai juaranya adalah Singapura yang mempunya 135 Triliyun (3.3 %) dari GDP. Ini berdasarkan data dari World Bank tahun 2017.
Penulis cukup pesimis bahwa 10-20 tahun kedepan yang namanya invasi secara militer peluangnya sangat kecil terjadi di kawasan Asia Tenggara, khususnya untuk Indonesia. Â Apalagi mengusai Indonesia secara fisik dengan menempatkan pasukan. Ingat bahwa negara kita adalah kepulauan. Negara mana yang bisa mengusai Indonesia secara penuh. Kuasai saja Jawa.
Yang di Aceh? Kaltara? Maluku Utara? Apakah segampang itu di kuasai? Amerika saja sampai saat ini masih babak belur di Afganistan dan masih menderita akibat perang Irak yang tak kunjung selesai. Â Yang jelas tidak gampang mengusai Indonesia secara fisik dengan kekuatan militer.