Perkataan Rochy memang masih harus dibuktikan, tetapi jelas bahwa pembuktian tersebut bukan perkara mudah. Tangan-tangan hantu yang tak kasat mata (invisible hand) pastinya memiliki jaringan yang sangat-sangat kuat dan dengan dukungan dana yang nyaris tanpa batas mereka bisa di mana saja dan menjadi apa saja.
Pembuktian secara hukum formal memang butuh waktu dan keberanian semua pihak, pemain, pelatih, pengurus yang masih bersih, serta pihak aparat hukum (kepolisian), serta lembaga pemerintah lainnya seperti PPATK untuk menelusuri transaksi mencurigakan. Apalagi kalau pengaturan skornya sudah lintas negara, tentunya bakalan lebih repot lagi. Karena setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda.
Setuju dengan pendapat Rochy bahwa dari dalam diri orang yang ditawari suap lah yang bisa menolak, baik pemain dan pelatih atau pengurus yang berintegritas harus berani menolak tawaran menggiurkan tersebut.Â
Menolak uang instan dalam jumlah besar di depan mata bukan perkara mudah. Godaan atau pemikiran kebutuhan hidup keluarga, gaya hidup hedon, masa depan yang tidak menentu bahkan sampai ancaman fisik kadang membuat orang akhirnya mengalah pada keadaan.
Jangan biarkan tangan-tangan jahat itu terus memangkas perkembangan sepak bola di Indonesia, Mungkin kalau memang Federasi sudah tidak sanggup lagi. Pemerintah harus campur tangan kembali. Kena sanksi FIFA lagi karena intervensi?Â
Nampaknya tidak masalah, toh kita tetap bisa menjalankan roda kompetisi sendiri. Mengenai Timnas tidak boleh bertanding di luar? Lantas apa bedanya bertanding tapi spiritnya sudah digembosi dari sebelum bertanding. Hanya menambah derita para pencinta sepak bola di Indonesia.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H