Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Tong Sin Fu, Pelatih yang Seharusnya Paling Pertama Diminta Pulang

31 Mei 2018   00:41 Diperbarui: 31 Mei 2018   00:44 3553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang sudah - sudah, berbagai komentar muncul terkait kegagalan Tim Piala Thomas dan Uber Indonesia merebut supremasi tertinggi kejuaraan dunia bulutangkis beregu tersebut. Banyak pihak termasuk di dalamnya, mantan atlet, mantan pelatih sampai pemerintah dalam hal ini kemenpora memberi tanggapan. Salah satu yang mencuat adalah perlunya pemanggilan para pelatih asal Indonesia yang dianggap bagus tetapi malah berkarier di luar negeri, seperti yang dikutip dari kompas.com (29/5/2018)

Muncullah nama -- nama seperti Mulyo Handoyo, Rexy Maniaky, dan Hendrawan adalah beberapa nama yang santer dibicarakan agar segera di tarik kembali ke Pelatnas Cipayung untuk memperkuat Tim Bulutangkis Indonesia.

Mulyo Handoyo dikenal sebagi pelatih yang mendampingi Taufik Hidayat hingga mencapai puncak karier meraih mendali Olimpiade, tangan dinginya juga diakui setelah membesut Tim India, dimana negara tersebut saat ini menjadi salah satu kekautan bulutangkis baru, khususnya di tunggal putra.

Rexy Maniaky adalah mantan pelatih kepala di PBSI sebelum digantikan oleh Susy Susanti. Saat ini Rexy menjadi pelatih kepala di Tim Thailand, prestasi tertinggi yang baru saja di peroleh adalah menjadikan Tim Putri Thailand menjadi Runner -- Up Piala Uber. Bagi Thailand sendiri ini adalah prestasi tersendiri mengingat Thailnd tidak punya tradisi dalam prestasi bulutangkis.

Sedangkan Hendrawan adalah pelatih Lee Chong Wei, pemain veteran, legenda hidup bulutangkis Malaysia, yang walaupun sudah termakan usia penampilannya tetap konsisten. Hendrawan sebelum pindah ke Malaysia juga sempat menukangi sektor tunggal putri pelatnas Cipayung.

Namun dari ketiga nama diatas yang walaupun prestasinya mentereng dalam mendampingi para atletnya, masih ada satu nama yang sebenarnya  secara prestasi diatas mereka semua. Seorang pelatih yang lahir di Indonesia, yang ingin berbakti di Indonesia, yang Ingin mengabdi untu Indonesia, namun pada akhirnya hanya karena stereotip dan ketidakadilan terkait asal usul nenek moyang, menjadikan dia harus meninggalkan tanah kelahirannya yang sangat di cintainya.

Adalah Tong Sin Fu, seorang pemain hebat, pelatih hebat, seorang guru dan panutan para legenda bulutangkis Indonesia. Tong lahir di Teluk Betung, Lampung,  13 Maret 1942

Kariernya memang tidak terdengar oleh dunia, dikarenakan waktu muda dia memutuskan ke Tiongkok bermain disana, karena di Indonesia dilanda prahara politik. DI Tiongkok Tong muda tidak ada lawannya. Hanya karena pada saat itu kebijakan Tiongkok yang agak tertutup dengan dunia luar, jadi kehebatan Tong hanya sampai batas nasional saja.

Karier Tong justru nampak saat dia sudah berhenti bermain, kembali ke Indonesia, dan di panggil masuk ke pelatnas. Tangan dinginnya melahirkan Susy Susanti dan Alan Budikusuma yang meraih emas olimpiade pertama. Dan kalau masih ingat, pada jaman itu kita mempunya deretan pemain tunggal yang sangat menakutkan dunia, bukan hanya 1 atau 2 orang tetapi lima orang sekaligus. Alan Budikusuma, Haryanto Arbi, Ardy BW, Hendrawan, samapai Susy Susanti.

Tong sebagaimana julukan saat bermain yakni "The Thing" adalah pelatih yang sangat cerdas, dapat dilihat dari dia memberikan porsi latihan dan arahan yang berbeda untuk setiap pemain, jadi sesuai kapasitas dan kemampuan pemain tersebut, tetapi hasilnya maksimal. Disiplin adalah harga mati untuk seorang Tong dalam melatih. Kalau waktu latihan jam 8.00 pagi, sang pelatih justru sudah hadir 7.30 pagi. Kalau ada pemainnya yang telat 1 atau 2 menit, maka pemainnya diminta untuk pulang saja.

Dengan dedikasi, prestasi, loyalitas dan tempat dia lahir serta dibesarkan, barangkali adalah sesuatu yang tidak masuk akal apabila seorang Tong harus mengemis ke pemerintah untuk sekedar diakui statusnya menjadi WNI. Memang pada saat itu mereka yang keturunan khususnya WNA keturunan Tiongkok, seperti dipersulit untuk urusan administrasi kependudukan. Setelah berjuang sekian lama dan sudah berkorban materi yang tidak sedikit. Tong akhirnya harus memilih jalan meninggalkan tanah kelahirannya yang dicintainya. Kembali ke tempat leluhurnya di Tiongkok adalah jalan yang harus dia pilh, bukan karena dia suka, tetapi sudah tidak punya pilihan lain.

Tidak perlu waktu lama bagi Tiongkok untuk mengetahui kedatangan Tong, walaupun merintis dari nol lagi kehidupan, akhirnya Tong dipanggil untuk menangani pemain -- pemain muda Tiongkok. Dan hasilnya seperti yang kita lihat sekarang. Tidak perlu jauh -- jauh dan siapa saja yang berhasil dia didik. Cukup sebut satu nama yakni Lin Dan, maka semua orang pasti akan tau.

Ya, Lin Dan adalah anak didik langsung Tong sejak dia muda, dibawah dididikanya Lin Dan yang nyaris putus asa, diubahnya menjadi salah satu pemain terbaik tunggal putra yang pernah ada. Dua medali emas olimpiade kiranya cukup menggambarkan bagaimana kehebatan seorang Lin Dan. Sampai saat ini pun Lin Dan yang sudah cukup veteran masih menjadi momok menakutkan bagi para pemain -- pemain dunia. Nama Lin Dan menjadi jaminan bahwa pertandingan yang disuguhkan pasti berkelas.

Lin Dan sendiri mengakui bahwa, pengaruh didikan Tong sangat membekas pada dirinya. Tong bukan hanya melatih dalam hal teknik bulutangkis saja, namun Tong juga banyak memberikan pelajaran tentang hidup itu sendiri. Lin Dan sangat menghormati seorang Tong, bahkan hampir disetiap gelar bergengsi yang diraihnya Lin Dan secara khusus memberikan penghormatan gelar tersebut untuk pelatihnya, yang sering disebutnya "kakek".

Saat ini mungkin Tong, memang sudah tidak seaktif dulu lagi saat mendampingi Lin Dan kemana -- mana, namun hal yang perlu dicatat adalah bahwa Indonesia sebagai negara besar, pernah menyia-nyiakan bakat seorang anak negeri, yang pada akhirnya harus pergi karena alasan yang mungkin tidak masuk akal.

Kalau memang mau memulangkan para pelatih yang di luar negeri. Harusnya nama Tong Sin Fu lah yang berada paling depan diminta pulang disertai permintaan resmi dari pemertintah Indonesaia. Apakah kita khususnya pemerintah mau minta maaf kepadanya atas segala hal yang pernah diperbuat?.  Dan juga apakah para pelatih yang saat ini melatih diluar bersedia dengan sukarela kembali ke tanah air? Dan jufa dapat segera kembali? , karena mereka juga punya kontrak yang harus di hormati.

Kembali ke masalah pergantian pelatih pelatnas, sebaiknya biarkan saja pelatih yang ada saat ini. Jangan terlalu latah sebentar gagal langsung ganti pelatih. Pastinya para pengurus PBSI tidak akan tinggal diam, mereka pastinya mengevaluasi setiap kegiatan baik hasilnya positif maupun negatif. Belum tentu juga setiap pelatih bisa cocok dengan para pemainnya. Anthony Ginting, Jonatan Cristie, Ihsan, Firman mungkin saat ini belum bisa mencapai prestasi tertinggi. Namun kita harus ingat saat ini mereka baru umur berapa. Dan bagaimana para pelatihnya membimbing mereka dari sangat muda.

Dan satu hal yang harus diingat, sehebat apapun pelatih, sejenius apapun metodenya saat berlatih, hasil pertandingan tetap ditentukan saat di atas lapangan. Dan kalau sudah berbicara diatas lapangan banyak faktor yang mempengaruhi, dan yang paling besar yakni dalam diri pemain itu sendiri. Ibarat dalam sepakbola sehebat -- hebatnya seorang Mourinho dalam melatih dan memberi motivasi, pertanyaannya sudah berapa kali dia dipecat dan pindah klub?

Para pelatih di Pelatnas Cipayung juga bukan orang baru di bulutangkis, khususnya Susy Susanti yang notabene sebelumnya sudah nyaman hidupnya dengan berbisnis alat bulutangkis, mau menerima tantangan dan resiko yang besar menjadi pelatih kepala, tentunya mempunyai pertimbangan, perhitungan serta keinginan yang kuat untuk memajukan bulutangkis Indonesia.

Hasil Piala Thomas dan Uber sebenarnya sudah maksimal melihat skuad yang dimiliki Indonesia, bahkan di beberapa nomor sempat membuat kejutan dengan mengalahkan pemain yang lebih tinggi peringkatnya. Kedepannya sudah di depan mata Asian Games dan Kejuaraan Dunia, semoga Tim Indonesia bisa berbicara banyak kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun