Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Duet Jokowi-Prabowo antara Humor dan Logika Politik

3 Maret 2018   08:07 Diperbarui: 3 Maret 2018   09:05 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah secara resmi PDI P mengumumkan mencalonkan kembali kader partainya sendiri yang juga Presiden saat ini, Joko Widodo (Jokowi) maka yang langsung menjadi pembicaraan hangat adalah siapa yang akan digandeng menjadi calon wakilnya nanti.  Posisi wakil presiden pada periode 2019 -- 2024 nanti menjadi sangat strategi karena terkait dengan suksesi kepepimpinan kedepannya, Jadi intinya adalah siapapun wakil presiden pada periode tersebut akan berpeluang besar menjadi Presiden pada 2024.

Dari sekian banyak calon dan kemungkinan -- kemungkinan yang ada, maka menduetkan Jokowi dan Prabowo adalah sesuatu yang dianggap sebagai "out of the box". Sesuatu yang tidak biasa, Sebagian menganggap bahwa hal ini tidak lebih dari humor politik. Tetapi sebagian orang juga menganggap ini mungkin terjadi dan bisa diterima karena bagian dari strategi serta logika politik.

Humor Politik

Sepertinya adalah suatu yang tidak mungkin untuk menduetkan dua orang yang telah bersaing sedemikian keras dan berada di dua kutub berbeda pada masa pemilihan lalu dengan pendukung yang sama -- sama militan. Masing -- masing dianggap bukan type orang yang bisa duduk di nomor dua. 

Mereka harus menjadi pemimpin. Khususnya di pihak pendukung garis keras Prabowo rencana duet ini boleh dibilang hanya humor saja, tidak perlu di seriusin, bahkan sang wakil ketua umum Partai Gerindra Fadli Zon isu ini dikemukakan karena mengangap pihak pendukung Jokowi takut bersaing dengan Prabowo.  

Dalam benak mereka adalah sesuatu yang nyaris mustahil terjadi, mungkin kalau di sepak bola sama mustahilnya berharap ada pertukaran pemain antara Messi pindah ke Madrid lalu Ronaldo pindah ke Barcelona. Jadi tidak tidak heran rencana duet ini dianggap tidak lebih dari mencari sensai saja.

Logika Politik

Namun harus diiangat bahwa apapun bisa terjadi di dunia politk, yang penting adalah tujuan utamanya duduk di kursi tertinggi pemerintahan bisa tercapai. Kalau kita lihat dari persepektif itu tentunya sangat dimungkinan duet tersebut. Dari segi kepopuleran dan angka keterpilihannya saat ini baik Jokowi dan Prabowo selalu berada di nomor satu dan dua. 

Jadi secara logikan menduetkan mereka tentu menjadi hal yang sangat masuk akal untuk memenangkan pilpres tahun depan. Kalau pada akhirnya Prabowo menjadi wakil preseden hal tersebut sebanarnya tidak menjadi masalah, saat ini banyak sekali para wakil yang mempunyai porsi tugas juga besar di pemerintahan baik di pusat maupun daerah, tinggal istilahnya bagi -- bagi tugas saja. Atau kesepakatan dari awal tentang pembagian wewenang.

Dan alasan yang paling masuk akal tentunya persiapan untuk suksesi 2024, terutama bagi Prabowo. Memang dibutuhkan kesabaran lima tahun lagi untuk mencapai jenjang Presiden, tetapi hal itu sepandan dengan apa yang akan diraih. Dengan duduk di posisi wakil tentunya lebih mudah untuk merancang strategi menjelang 2024 nanti daripada harus terus menjadi partai oposisi. Iya kalau partainya bisa mendapatkan suara yang baik dan lolos, kalau tidak akan menjadi kesulitan tersendiri bagi Prabowo

Kerugian

Selain berbicara peluang kemenangan, kita juga harus berbica aspek kerugian bukan hanya bagi Prabowo tapi juga bagi Jokowi. Kita tau bahwa keduanya mempunya basis pendukung yang boleh di bilang militant, kalau sampai mereka akhirnya bergabung hal ini akan membuat kekecewaan yang mendalam. Tidak tertutup kemungkinan mereka malah berpindah dan mengalihkan pilihannya baik pada saat pilpres walaupun saat pemilu legislatif dengan tidak memilih partai yang mencalonkan mereka berdua.

Kalau hal ini terjadi partai lain tentunya bisa mengambil keuntungan dari situasi ini. Calon alternatif akan segera bermunculan. Dan duet Jokowi dan Probowo akan dianggap sebagai lambang inkosistensi karena hanya berusaha meraih kekuasaan saja, tanpa memikirkan prinsip-prinsip yang selama ini di agung agungkan.

Belum lagi berbicara sikap dari partai partai pendukung yang sampai saat ini setia dibelakang mereka berdua, tentunya mereka akan berfikir ulang dan menentukan sikap yang baru. Karena setiap partai tentunya sudah mempunyai agenda dan tujuannya sendiri -- sendiri terutama terkait 2024.

Bahkan ada berita yang menyebutkan duet ini sebenarnya sudah dijajaki sejak akhir tahun lalu, tetapi akhirnya mentok karena mendapatkan penolakan dari partai-partai pendukung mereka berdua.

Jadi bisa saja kalau duet ini akhirnya jadi, maka bukan malah mempermudah jalan Jokowi -- Prabowo menjadi pemenang di Pilpres 2019, tetapi malah menyulitkan langkah mereka dan berpotensi untuk kalah karena sudah ditinggalkan oleh para pemilihnya sendiri. Kita nantikan saja siapa yang akhirnya menjadi pasangan Jokowi dan bagaimana strategi Prabowo menghadapai pemilu 2019 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun