Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Pertama Pilkada DKI 2017: Debat Sikut!

14 Januari 2017   12:08 Diperbarui: 14 Januari 2017   12:55 2899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Debat pertama pilkada DKI 2017 telah digelar semalam pada malam jumat tanggal 13 (13/1/2017). Melihat jalannya debat beberapa hal dapat kita kritisi terkait penyelenggaraannya baik dari segi penataan acara ,kesiapan para pasangan calon yang ikut berdebat, sampai pada kehebohan yang terjadi selanjutnya khususnya di dunia maya.

Debat apapun bentuknya sebelum pemilihan menjadi seorang pemimpin sejatinya adalah salah satu cara untuk mengetahui kualitas pemimpin itu nantinya. Kasar omong “jangan sampai beli kucing dalam karung”. Tetapi perlu diingat bahwa tidak semua orang pintar berdebat atau tidak semua orang harus menjadi “macan panggung” untuk membuktikan dia adalah orang yang hebat dalam bekerja/memimpin. Apapun hasil debat harus dimaknai hanyalah sebagai salah satu indikator kecil saja dari banyak hal yang dapat dilihat oleh publik terkait dengan pasangan calon tersebut.

Kembali ke debat semalam beberapa hal yang dapat penulis petik dari jalanya acara tersebut adalah :

  • Penata Acara yang belum matang. Penulis membayangkan debat yang ada formatnya hampir kurang lebih kepada pada masa Pilpres 2014. Dimana pada saat itu beberapa penelis (ahli) diikut sertakan untuk dapat memberikan komentar dan tanggapan atas apa yang dikemukakan oleh pasangan calon. Kalau semalam kita lihat. Banyak pertanyaan yang  dijawab tidak jelas oleh pasangan calon. Ditanya A dijawab B atau C. Bisa dilihat peran moderator menjadi sangat berat semalam disatu sisi harus berfikir cepat untuk memberikan pertanyaan dan menanggapinya, mengatur waktu yang mepet, serta juga harus mengurusi para “supporter” yang heboh.  Dibeberapa pertanyaan bahkan moderator bahkan harus mengulangi pernyaataan bahwa apanya dijawab harus merupakan jawaban yang tajam bukan jawaban retorika atau muter-muter. Disinilah perlunya beberapa pakar yang bisa menunjukkan  atau bisa memberikan opini terkait jawaban yang diberikan para pasangan calon. Sehingga publik dapat mengetahui dari persepektif bisa dari akademis atau praktisi, sebenarnya para pasangan calon ini jawab pertanyaan atau muter – muter dak jelas.Untuk kualitias pernyataan dari moderator secara umum sudah baik dan ingin menggiring pasangan calon untuk menjawab dengan program nyata bukan retorik. Tetapi sedikit kritik saja apabila ingin mendapat jawaban yang padat dan singkat jelas. Pertanyaan juga harus tajam dan lugas. Contohnya untuk pertanyaan terakhir cukup ditanya : “Kalau nanti sudah menjabat jadi gubernur, apakah mau maju jadi calon presiden di 2019?” cukup segitu saja. Dengan pertanyaan yang singkat padat diharapkan ruang untuk para calon menjawab muter muter semakin sedikit. Sehingga lebih fokus dan jawabannya lebih tajam dan jelas.Keterbatas waktu memang menjadi kendala utama untuk dapat menggali lebih dalam apa yang mau diungkapkan oleh pasangan calon. Kendala waktu itu mau tidak mau karena stasiun televise swasta harus memberikan “kompromi” slot iklan kepada para sponsor. Kalau boleh usul bisakah slot tayangan iklan tersebut dikurangi bahkan kalau bisa dihilangkan sehingga waktu untuk menjawab bisa lebih panjang. Serta babak tiap pernyaan tidak harus panjang ( semalam kalau tidak salah sampai 6 babak). Panjangan banget. Cukup 3-4 babak saja tetapi yang digali lebih mendalam lagi.Untuk penampilan moderatornya sih boleh dibilang mengungguli para semua pasangan calon, pilihan tepat untuk menunjuk mbak satu itu sebagai moderator.

  • Penampilan pasangan calon yang kurang fokus pada program, lebih kepada debat sikut. Seperti yang penulis tulis diatas debat seharusnyalah fokus pada ide program dan menjawab pertanyaan dari moderator. Mungkin dikarenakan terbawa suasana hawa panas serta memang keterbatas waktu atau juga sangat bernafsu untuk “menjatuhkan” lawan di depan masyarakat sehingga penulis lihat debat semalam mengarah ke debat sikut.Indikasinya apa? Indikasinya adalah dari gerak tubuh dan “bahasa bersayap” yang digunakan Mungkin untuk mempermalukan lawan atau mau menunjukkan kelemahan lawannya. Penulis perhatikan dari misalnya 2 menit waktu yang dipakai untuk bertanya atau menjawab biasanya 15-20 detik dipakai untuk “menyidir” lawan pasangan lain. Mungkin pembaca ingat saat wakil dari pasangan calon satu memanggil pasangan calon 3 dengan sebutan bapak menteri. Hal ini sebenarnya sangat tidak patut. Pertama karena apakah memang itu kesalahan ucapan atau untuk memperolok. Apapun status pasangan no 3  dahulu sebaiknya tidak perlu di ungkit karena sangat tidak relewan dengan perntanyaan yang atau jawaban yang akan diberikan. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh satu pasangan calon tetapi hamper semua pasangan calon. Sehingga pemirsa malah lebih hapal pada kaliat – kalimat seperti itu daripada esensi yang diberikan.Jadi ingat kalo nonton filmkartun balapan mobil. Seharusnya kalau fair ya fokus kepada kecepatan dan kehebatan mengemudi. Tetapi kalau difilm kartun selain fokus kepada dua hal itu mereka juga harus “menyikut” pembalap lain. Bisa dikasih oli biar jalannya licin, bisa ditabur paku biar lawannya pada kemps. Dll. Sehingga para pemirsa/penonton kadang tidak fokus siapa yang menang tapi fokus kepada “kenakalan/kejahilan” para pembalap.Sebaiknyalah hal – hal seperti ini dikurangi. Selain bahwa kalian nantinya adalah akan menjadi pemimpin. Berikanlah contoh positif bagi masyarakat berpolitik yang santun, santun disini bukan hanya tutur kata tetapi lebih kepada isinya juga santun tidak menyinggung pribadi atau dengan sengaja menjatuhkan martabat orang tersebut di depan umum.
  • Media sosial yang heboh.Dikarenakan sekarang ini adalah era teknologi informasi, setiap berita atau kejadian penting pasti diikuti oleh masyarakat. Apalagi untuk peristiwa sepenting semalam. Yang penulis ingin sampaikan hanyalah kalau ada lembaga / media mengumumkan akan hasil debat baik poling, tentang jalannya debat. Harusnya diberikan edukasi yang agak mendalam. Kita tau bahwa yang menentukan siapa terpilih menjadi guDKI Jakarta nantinya adalah warga Jakarta yang sudah mempunya hak pilih. Banyak polling yang beredar di media social yang seolah olah menunjukkan bahwa si A lebih unggul dari si B atau si C. mereka lupa memberikan mengumumkan siapa saja yang mengikuti polling tersebut. Misalnya di lini Facebook dibuka polling, tentunya apapun hasilnya tidak bisa dijadikan indikator keterpilihan  pada saat pemilihan nanti. Karena yang menggunakan fb adalah ada di seluruh dunia dari mana saja, dan tentunya bukan mereka warga Jakarta yang punya hak pilih.Mengapa hal ini penting dilakukan, karena hampir setiap siaran televisi  (khususnya semalam) seakan berlomba memberikan data tentang apa yang terjadi di lini media sosial tanpa ada sedikit menjelaskan hal ini batasannya . Efeknya adalah kesimpangsiuran isu. Ada pendukung pasangan calon yang merasa pasangannya memperoleh survey tertinggi terus tetapi pada saat penghitungan suara nanti malah anjlok. Ternyata setelah diselidiki selama ini polling tersebut adalah terbuka untuk semua orang diseluruh dunia. Bisa jadi pasangan B dipolling hanya mendapatkan misalnya 10 % suara dipolling ternyata 10%nya dia adalah memang seluruhnya warga Jakarta. Dan yang lain memang mendapatkan 70% tetapi kenyataannya 95% adalah bukan warga DKI.Cuma sekedar mengingatkan bahwa survey atau polling sebelum dikeluarkan harus jelas parameternya. Itu saja. Sehingga dimasyarakat bisa lebih cerdas untuk melihat kondisi real dilapangan. Tidak termakan provokasi dan  menjadi saling hujat di media sosial karena hanya melihat angka tanpa tau itu angka keluar dari mana. JAngan kejadian di Amerika terjadi di Indonesia, selama survey menang terus tiba hari H malah menangis.

Masih ada 2 kali debat resmi lagi yang akan dilakukan oleh KPU. Semoga saja dalam debat nantinya lebih banyak yang dapat digali dari para pasangan calon. Bukan sekedar debat sikut dan debat sindiran seperti semalam.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun