Kedua figure Anies lah satu-satunya yang bisa dijadikan umpan matang agar menarik minat partai. Sosok Anies yang notabene tidak mempunyai masa lalu yang “hitam” sangat seksi untuk dipinang. Ketiga dalam pernyataannya beberapa hari setelah diberhentikan dari jabatan menteri. Kalau tidak salah distasiun televisi swasta Anies mengatakan bahwa dia tidak akan keluar dari arena pertarungan, dalam hal ini dia akan tetap berada di dalam barisan Jokowi – JK. Keempat tentunya melihat karakter Anies selama ini begitu elegan di depan publik apakah mungkin dia mau “menghianati” perjuangannya selama kurang lebih 4 tahun belakangan ini?
Tetapi entahlah sekali lagi politik tidak bisa dinalar matematika. Dan kuda Troya diatas hanya pengandaian.
Sebagai Ken Arok
Analogi kedua adalah bahwa seorang Anies dibalik kelemahlembutannya adalah sebenarnya seorang petarung yang kuat, mempunyai ambisi tinggi untuk menjadi yang tertinggi, terunggul dan yang terhebat. Dalam cerita kerajaan Jawa kita mengenal sosok Ken Arok. Ken Arok bahkan sudah melakukan kudeta sebelum umurnya genap 30 tahun. Siapa sebelumnya Ken Arok sebelum dia jadi raja? Dia hanyalah perampok kecil di padang karautan.
Beberapa legenda menyatakan bahwa dia adalah titisan langsung dewa yang sengaja diturunkan untuk membereskan kekacauan di tanah Jawa. Tetapi yang pasti adalah dalam diri Ken Arok sendiri memang dipenuhi oleh tekad, kebulatan hati, kesiapan fisik, mental serta otak yang pintar. Ditambah lagi bahwa dia berhasil meraih simpati para rakyat dan yang terpenting adalah dukungan para pendeta yang sudah muak dengan pemerintahan raja resmi yang ada, Akhirya setelah berhasil mempersunting Ken Dedes, maka Ken Arok Mendirikan kerajaan baru yaitu Singosari dan mentasbihkan dirinya menjadi raja pertama.
Membandingkan seorang Anies dan Ken Arok entah cocok apa tidak, tergantung pembaca. Tetapi kalau memang dalam jiwa seorang Anies ingin menjadi pemimpin bangsa ini. Dimana untuk memperbaiki bangsa ini tidak bisa lagi hanya sekadar saran, omongan, tetapi harus memegang puncak kekuasaan, maka tentunya analogi ini bisa dijadikan referensi. Keinginan politik Anies sebelumnya sudah tercium saat dia mencalonkan diri menjadi peserta konvensi partai demokrat. Sayang hasil konvensi dan partai demokrat sendiri “tenggelam” dalam pilpres 2014.
Setelahnya Anies merapat ke kubu Jokowi. Sosok Anies yang mencitrakan diri sebagai intelektual, sopan, santun, berbicara terukur, menjadi magnet tersendiri bagi pendukung Jokowi saat itu. Ditambah dengan sepak terjangnya di dunia pendidikan, maka seperti yang kita lihat bahwa publik merespon sangat baik ketika dia terpilih menjadi menteri pendidikan.
Tidak ada guntur tidak ada hujan dua tahun masa pemerintahan Jokowi berjalan. Anies diberhentikan. Sampai detik ini alasan pasti beliau di berhentikan kita tidak tahu. Kalau kita setuju dengan perupamaan diatas bahwa seorang Anies adalah ken Arok. Maka langkah yang diambil Presiden sangat tepat. Tentunya dalam pemerintahannya, Jokowi sudah mempunyai banyak mata – mata yang tersebar, salah satunya adalah mengawasi kinerja dan tindak tanduk anak buahnya.
Mungkin saja Jokowi sudah menangkap “sinyal – sinyal nakal” dari seorang Anies. Entah untuk Pilpres 2019 atau Pilkada 2017. Sehingga kalau memang benar kondisinya seperti itu mencopotnya Anies dari posisi menteri adalah hal yang patut dan sangat tepat untuk dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Kesalah fatal tidak ditemukan, tetapi tiba – tiba diganti itu sudah merupakan indikasi yang sangat kuat ada apa dengan Anies. Pastinya Jokowi tidak mengganti menteri kalau tidak benar – benar ada kesalahan. Penulis berkeyakinan Ini bukan masalah program Anies, bukan juga masalah keberanian, atau Anies kurang gila seperti Bu Susi. Tetapi ini lebih kepada hal mendasar yaitu: kepercayaan yang digerogoti. Mungkin Jokowi berkaca kepada peristiwa SBY – Megawati yang sampai sekarang belum bertegur sapa. Kalau sampai terlambat mengambil keputusan efeknya tentu bakal membahayakan dalam Pilpress 2019. Karena apa? Karena sebagian besar rakyat Indonesia masih mengedepankan emosi daripada logika. Dan mereka yang “terlihat” didzolimi biasanya meraih simpati yang tinggi.
Sebagai Semar