Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sampah Plastik dan Kita

14 April 2016   15:13 Diperbarui: 14 April 2016   15:37 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Plastik adalah salah satu penemuan manusia yang menurut penulis sangat revolusioner. Coba bayangkan kalau plastik tidak ditemukan mungkin arah peradapan manusia tidak akan seperti sekarang ini. Semua di sekitar kita sangat tergantung dengan plastik. Apapun jenisnya apapun bentuknya. Sudah menjadi kondrat alam bahwa sesuatu yang positif tentu ada sisi negatifnya. Apalagi ini adalah hasil karya manusia yang tidak sempurna. Selain berbagai macam fungsi dan kegunaannya. Plastik ternyata mempunyai efek yang sampai sekarang belum dapat dipecahkan bersama. efek itu berada didalam dirinya sendiri yaitu : plastik sangat susah terurai.( sampah plastik).

Setelah fungsi utamanya yang biasanya sebagai tempat / wadah. Plastik cenderung tidak dipakai lagi. Hal ini yang menjadi pokok persoalan. Khususnya bagi lingkungan hidup. Bagaimana penanganannya? Mau diapakan plastik – plastik ini? Siapa yang bertangung jawab? Bagaimana menguranginya?

Coba hitung berapa banyak kita menghasilkan “sampah” plastik dalam kehidupan kita sehari – hari per individu dalam setiap kegiatan kita?. Bayangkan apabila kita masuk supermarket/mini market. Penulis yakin hampir semua barang yang dijual (diatas 90 persen) menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Kalaupun tidak memakai plastik pada akhirnya saat dikasir kita juga akan meminta kantong plastik untuk membawa barang – barang belanja kita. Sampah plastik membutuhkan waktu yang lama untuk terurai kembali menjadi unsur - unsur mineral pembentukanya mungkin butuh 1000 tahun lebih. Dengan menggilanya pemakaian plastik sekarang ini dapat dibayangkan apabila tidak ada tindakan untuk menguranginya maka lambat laut dunia akan penuh dengan sampah plastik.

Berbagai cara / kebijakan coba dilakukan pihak- pihak untuk mengurangi pemakaian plastik. Satu contoh yang kita rasakan saat ini adalah : membayar kantong plastik apabila berbelanja di supermarket / minimarket modern. Diharapkan dengan adanya hal ini, para pembeli minimal akan berfikir ulang untuk menggunakan kantong plastik. Walaupun menurut penulis hal ini tidak begitu berjalan efektif mengurangi pemakaian kantong plastik tapi sudah lumayan ada kebijakan tersebut. Setidaknya membuat orang berfikir untuk menggunakan kantong plastik.

Dalam beberapa hari terakhir ini dimunculkan usulan baru terkait penggunaan plastik yakni  : akan dikenakan pajak / kenaikan pajak terhadap barang – barang yang menggunakan plastik. Banyak pihak mempotes kebijakan ini karena tentunya hal ini akan berdampak terhadap harga barang ke konsumen yang pada akhirnya menjadi mahal. Sampai saat ini penulis masih melihat itu sebagai wacana karena belum di berlakukan.  Pengunaan / pemakaian plastik menurut penulis memang harus segera diatur oleh pihak berwenang. Karena kalau hanya mengandalkan kesadaran dari masyarakat akan sangat susah terealisasi. Bukan karena masyarakat tidak tau akan dampak dari sampak plastik tersebut. Tetapi lebih kepada susahnya mengubah pola hidup yang selama ini telah mereka lakukan.

Ide –ide baru atau terobosan berani harus dibuat para pengambil kebijakan untuk mengurangi jumlah sampaj plastik ini. Penulis coba merumuskan beberapa ide terkait penanganan sampah plastik ini. Mungkin ide ini sebenarnya sudah dilakukan ditempat lain atau ide ini sama dengan ide – ide yang ada di kompasiana. silahkan komentar di kolom komnetar dibawah apabila ingin menambahkan.

1.       Penggunaan kantong plastik di hypermart / supermarket / minimarket / toko modern harus dilarang. Memang keliatannya peraturan ini sangat ekstrim. Tetapi dengan dilarang baru pola masyarakat dipaksa untuk berubah. Kalau kita lihat tayang film/tv di negara lain sudah merupakan hal umum bahwa kantong plastik tidak digunakan lagi. Mereka menggantinya dengan semacam kantong semen yang bersal dari kertas. Yang tentunya lebuh ramah lingkungan.

 Dan mengapa kebijkan ini menyasar toko modern? Karena boleh dibilang konsumsi plastik banyak dikota – kota besar. Ditambah pola belanja masyarakat kota lebih banyak dilakukan di toko modern tersebut. Baik belanja harian/mingguan/ apalagi bulanan. Sebenarnya kantong plastik untuk beberapa  kalangan memang tidak terlalu perlu. Misalnya mereka belanja ke menggunakan kereta dorong (troly) kemudian ke kasir bayar, lalu masukan lagi barang ke troly kemudian pindahkan ke bagasi mobil memakai troly. Selesai. Tidak perlu kantong plastik.

Tetapi Akan menjadi repot apabila yang belanja tidak memakai mobil dan belanja dalam jumlah nanggung (kalau sedikit ya tinggal bawa). Ini dibilang banyak juga ngak. Solusinya adalah membawa kantong belanja sendiri dari rumah yang tentunya bisa dipakai berkali – kali. Sudah banyak kantong – kantong belanja yang bisa dipakai berulang – ulang dijual di supermarket ( biasanya di sekitar daerah kasir). Tetapi sampai saat ini penulis jarang melihat kantong tersebut dimanfaatkan. Kalau kebijakan ini bisa dikeluarkan tentunya akan banyak mengurangi sampah plastik yang ada di masyarakat.

2.       Terkait pajak untuk barang yang menggunakan plastik seperti wacana pemerintah, penulis sebetulnya setuju. Tetapi perlu diperjelas aturannya. Alahkah baiknya apabila hal tersebut juga memperhatikan asas keadilan untuk barang tersebut jadi tidak bisa dipukul rata. Sesuaikan dengan kemasannya. Sedikit ilustrasi begini : Saat ini Sampo merk A yang  dipasaran / dijual terdapat 3 volume ukuran 10 ml, 50 m, dan 100ml. yang 10 ml dijual Rp.1000, 50 ml dijual Rp. 4500, dan 100 ml dijual Rp. 9000. (kira – kira sekarang begitu keadaanya yang besar lebih murah hitungannya).

 Nah yang penulis pikiran adalah tentunya yang penggunaan 10 ml akan banyak memakai plastik dibandingkan kemasan 100ml. walaupun volume samponya sama dan itulah seharusnya yang dikenakan pajak yang lebih besar. Yang ukuran paling besar harusnya pajaknya semakin kecil atau malah nol. Jadi mungkin nantinya harga dipasaran adalah 10ml, Rp. 2000, 50 ml Rp. 6500, 100 ml tetap Rp. 9000 atau bahkan buat yang 200 ml dengan harga Rp. 15000.

Karena penulis tinggal di daerah perbatasan (dekat Malaysia) kadang penulis juga berkesempatan berkunjung kesana dan melihat isi supermarket disana. Terutama kebutuhan mandi (sabun/odol/deterjen, dll). Disana umum bahwa barang – barang tersebut mempunyai kemasan yang besar – besar (jumbo). Misalnya di Indonesia untuk sabun cair kemasan terbesarnya 200ml, disana akan banyak dijumpai kemasannya adalah 500ml. Yang kemasan 200ml dan dibawahnya malah lebih sedikit. Hal ini patut dicoba dan dicontoh selain untuk mengurangi pemakaian plastik juga untuk membiasakan pola konsumsi masyarakt untuk berhemat. Membeli dalam kemasan besar tentu jauh lebih hemat daripada kecil – kecil.

3.       Harus segera dibangun tempat pengolahan sampah plastik. Minimal disetiap propinsi terdapat 1 lokasi pengolahan sampah plastik. Hasil pengolahan sampah plastik ini dapat digunakan kembali oleh para produsen plastik sebagai bahan baku (daur ulang). Sehinggahal ini  secara signifikan dapat mengurangi beban sampah plastik yang tertimbun di lingkungan. Saat ini jangankan mengelola sampah platik, mengelola sampah secara umum saja masih morat – marit. Terkendala lahanlah, terkendala SDMlah terkendala hargalah, terkendala teknologi dan sejuta alasan lainnya. 

Kita seharusnya berterimakasih kepada mereka yang bekerja untuk memisahkan sampah plastik dengan sampah lainnya (baca : pemulung) dengan keberadaan mereka sebenarnya baik secara langsung maupun tidak langsung sudah mengurangi dampak kerusakan lingkungan itu sendiri. Sekali lagi pemerintha harus segera membuat pabrik pengolahan sampah plastik ini di setiap daerah harus ada. Peran swasta juga dapat dilibatkan terutama mereka yang produknya sebagian besar menggunakan plastik. Dalam arti bisa dilibatkan dalam pembangunan / pengelolaan tau harus mau menampuh hasil dari pengelolaan sampah plastik tersebut.

4.       Dan yang paling penting dari semua hal tersebut adalah kembali lagi ke individu – individu masing – masing. Tingkat kesadarannya sampai mana? Kalau semua hal diatas belum juga dilkakukan pemerintah baiknya mulailah dari kita sendiri yang membatasi penggunaan plastik. Berat memang karena kita sudah terpola dengan hal – hal seperti ini. Beli barang 1 biji yang bisa ditenteng kalau memungkinkan minta kantong plastik. Minum di warkop gelasnya plastik beli dipinggir jalan juga pake gelas plastik. 

Bahkan ibu – ibu juga merasa keren kalo dapurnya terdapat suatu merk perlengkapan dapur yang katanya garansi seumur hidup. (iya kalau nanti anak cucunya masih mau pake barang begituan, kalao ngak suka lagi tentunya jadi sampah) dan garansinya seumur hidup lagi, bayangkan berapa banyak sampah yang kita tinggalkan bahkan setelah kita tidak ada di dunia ini. Perlu juga dipikirkan hal ini masuk sebagai salah satu pelajaran di sekolah – sekolah formal. Dari kecil mereka di tanamkan bahwa penggunaan plastik harus seminimal mungkin.

Masalah sampah terutama masalah sampah plastik memang adalah tanggung jawab bersama. tetapi peraturan yang tegas untuk megnatur hal tersebut seharusnya segera dibuat oleh pemerintah. Kita sendiri juga harus memupuk kesadaran untuk mulai mengurangi pemakaian plastik. Kita harus ingat bahwa anak cucu kita bukanlah pihak yang harus bertanggungjawab atas apa yang kita lakukan saat ini. Terutama tentang peninggalan kita yaitu sampah plastik.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun