Saat ini kiblat olahraga dunia mulai merata ke negara–negara yang sebelumnya hanya di kuasai oleh “darah “ biru: Eropa dan Amerika. Revolusi besar yang dilakukan Negeri Tiongkok ternyata menyentuh semua bidang kehidupan. Bukan hanya berkonsentrasi pada aspek pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi dan juga kekuatan militer, tetapi juga sampai kepada revolusi di bidang olahraga.
Olimpiade Musim panas di Beijing 2008 adalah salah satu tonggak dimana Tiongkok mulai menginvasi dunia di bidang olahraga. Tiongkok berhasil menjadi juara umum dengan memperoleh 51 Emas, jauh dari Amerika Serikat yang sebelumnya selalu berjaya disemua bidang, termasuk olahraga. Amerika Serikat duduk diperingkat kedua dengan “hanya” mengumpulkan 36 keping emas. Memang banyak cibiran saat itu bahwa faktor tuan rumah tidak bisa dihilangkan atas pencapaian prestasi tersebut.
Tetapi setelah hampir 10 tahun sejak Olimpade berlangsung, hegemoni Tiongkok di cabang olahraga semakin menjadi – jadi . Kalau di kawasan Asia, sudah barang tentu Tiongkok sudah tidak mempunyai lawan sepandan. Hasil Asian Games ke 17 di Incheon, Korea Selatan membuktikan dengan raihan 151 medali emas Tiongkok berlari sendiri meninggalkan tuan rumah di peringkat kedua dengan 79 medali emas ( hampir dua kali lipat).
Saat ini hampir semua cabang olahraga khususnya yang dilombakan di olimpade atlet Tiongkok sudah menjadi ancaman serius. Bahkan untuk beberapa liga olahraga dunia yang sebelumnya “tidak mungkin” ditembus oleh orang Asia, Tiongkoklah negara pertama bisa menyumbangkan wakilnya disana. Contohnya NBA dengan adanya pemain Tiongkok disana. Tenis lapangan juga mereka berhasil dengan adanya Li Na ( sebelum dia mengundurkan diri). Masih banyak contoh lain kesuksesan Tiongkok dibidang olahraga. Termasuk juga olahraga bulutangkis dan tenis meja dimana Tiongkok secara tradisional merupakan jawaranya.
Dalam 1-2 tahun belakangan ini Tiongkok gencar melakukan revolusi/perubahan di bidang olahraga sepakbola. Menurut penulis secara global ada 3 hal yang mendukung terciptanya revolusi sepakbola di Tiongkok :
1. Peran pemerintah.
Tujuan akhir pemerintah Tiongkok tentunya sama dengan seluruh pemerintah di dunia manapun yang mengingkan Tim Nasionalnya berjaya, bahkan meraig juara di Piala Dunia. Hanya melalui sepakbolalah pengakuan dunia akan keberhasilan olahraga suatu negara menjadi sah. Tiongkok yang memang berambisi menjadi pemain besar disegala bidang tentunya tidak mau hanya menjadi penghibur dan penonton. Merasa sepakbola mereka tertinggal dari tetangganya ( Korea Selatan dan Jepang). Mau tidak mau revolusi dijalankan. Semua potensi sudah ada, dengan penduduk hampir 1.4 Milyar adalah cukup untuk membentuk kompetisi yang kompetitif. Ketersediaan bibit pemain berlimpah, fasilitas olahraga dalam hal ini sarana olahraga tinggal dibangun kalau kurang. Apalagi saat ini Tiongkok sedang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dan sepakbola dengan segala macam industri didalamnya dipandang bisa menjadi penyelamat kelesuan ekonomi.
2. Peran swasta
Dampak melemahnya pertumbuhan ekonomi membuat banyak dana cadangan dari pihak swasta yang terparkir (menganggur). Nah pihak swasta inilah yang akhirnya sadar bahwa sepakbola adalah pasar industri baru yang dapat membuat uang berputar kembali. Sebenarnya banyak merk/perusahaan Tiongkok yang beriklan di klub – klub eropa bahkan ada juga pengusaha yang memiliki saham di klub eropa contohnya Wang Jianlin pemilik saham di Atletico Madrid . Saat ini para pengusaha Tiongkok sedang berusaha untuk membentuk pasar mereka sendiri, di negeri mereka sendiri.
3. Ketersediaan Pasar yang sangat menjanjikan.
Sepakbola dipercaya akan tetap menjadi salah satu olahraga terpopuler di dunia. Walaupun rakyat negeri Tiongkok tidak sefanatik Brazil, Argentina atau negara eropa akan sepakbola. Tetapi pasar sepakbola tetap besar. Dengan jumlah penduduk 1.4 milyar adalah pangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi industri sepakbola Tiongkok.
Tiga kombinasi diatas saat ini sedang dijalankan oleh Tiongkok, tentunya dilandasi dengan peraturan dan program yang jelas untuk nantinya ( berujung) pada pembentukan Tim Nasional yang kuat. Maka tidak heran Liga Tiongkok mulai dilirik oleh para pelatih dan pemain top dunia ( Bukan pemain top sisa dunia.) Dari deretan pelatih terdapat nama : Sven-Goran Eriksson, Marcello Lippi (Juventus, timnas Italia), dan Luiz Felipe Scolari (timnas Brasil dan Portugal). Dari deretan para pemain terdapat : Ramires ( bintang Chelsea), Gervinho ( Eks Arsenal dan Roma), Fredy Guarin, Tim Cahill dan Demba Ba, ada juga Anelka dan Drogba yang sudah merumput di Tiongkok sejak 2013.
Banyak faktor yang membuat mereka para pelatih dan pemain top dunia mau datang ke negeri timur yang jauh. Faktor uang, fasilitas, dan tentunya bahwa kemampuan mereka masih diatas rata – rata pemain lokal membuat mereka laksana menjadi raja di kompetisi Tiongkok. Simbiosis mutualisme lah yang terjadi untuk saat ini. Yang satu membutuhkan mereka sebagai daya tarik kompetis, dilain pihak yang satu membutuhkan uang dengan menjual kemampuan mereka.
Sampai kapan hal fenomena ini dapat bertahan? Apakah revolusi sepakbola Tiongkok hanya akan menjadi semacam fatamorgana? Tiupan semata? Yang sebenarnya tidak ada apa – apanya? Hanya jor – joran sesaat guna menunjukkan kepada dunia bahwa Tiongkok bisa membeli apapun untuk dibawa ke sana? Hanya waktu yang bisa menjawab. Tetap kalau kita berkaca kepada keseriusan Tiongkok membina cabang olahraga lainnya. Bisa jadi 5 tahun dari sekarang tim nasional Tiongkok sudah bisa mulai berbicara banyak di tingkat dunia. Transfer ilmu dan transfer pengalaman adalah salah satu poin yang dapat dipetik oleh para pemain muda Tiongkok dengan adanya para pelatih, pemain dunia tersebut. Dan hal itu tentu saja harus dilandasi oleh sistem kompetisi serta pembinaan pemain muda yang baik.
Pertanyaan selanjutnya adalah kapan kita, Indonesia, mulai berbenah mengurusi olahraga secara serius? Khususnya sepakbola? Kapan kompetisi professional kita bisa mendatangkan pelatih sekelas Marcelo lippi di tingkatan klub? Atau pemain sekelas Gervinho ditingkat klub?.
Sebenarnya 3 modal pokok diatas kita sudah punya. Peran pemerintah, peran swasta dan juga pangsa pasar yang sangat potensial. Nah, Kalau selama ini pemegang kendali urusan sepakbola belum mampu membuat kompetisi yang baik apalagi timnas yang bisa berbicara ditingkat asia., mungkin ada yang salah di organisasi yang mengurusi sepakbola selama ini…. Mungkin lho…. Hanya Orang – orang tertentu yang bisa menjawab…. salah duanya mungkin Pak LNM atau Pak IN ?
Salam..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H