Ilustrasi - bus Metromini (Kompas.com/Nadia Zahra)
Berita tentang mogoknya Metromini di Jakarta menghiasi pembicaraan di surat kabar, serta media sosial. Tentunya ada yang pro dan kontra. Yang Pro tentunya berharap Metromini segera melakukan perbaikan pelayanan, bila perlu mogok sekalian seterusnya. Yang kontra tentunya pihak-pihak tertentu yang “berada di zona nyaman” karena keberadaan Metromini dan masyarakat yang biasanya menggunakan Metromini sebagai alat transportasi menjadi terganggu, repot istilahnya.
Beberapa hal yang identik dengan Metromini dan segala kelakuannya coba penulis uraikan di bawah ini, (silakan menambahkan):
Positif:( lebih kepada keuntungan/memudahan yang diperoleh karena adanya metromini, terutama mereka yang sudah nyaman dengan kondisi metromini saat ini). Positif disini bukan berarti sesuai aturan.
- Trayek Metromini itu sangat strategis menjangkau tempat-tempat yang tidak terlayani dengan bus besar sebesar Bus TransJakarta (TJ) sehingga mempermudah akses.
- Armada banyak semingga tidak perlu nunggu terlalu lama seperti halnya bus TJ.
- Karena banyak armada waktu tunggu antar busnya menjadi tidak terlalu lama.
- Bisa stop di mana saja, untuk naik-turun penumpang tidak perlu harus di halte, mempermudah penumpang.
- Trayek juga fleksibel, bisa berubah sesuai keinginan penumpang dan supir. Kalau sepi bahkan bisa putar arah.
- Biaya relatif murah, dibandingkan dengan taksi tentunya jauh lebih murah.
Negatif:
- Kondisi kendaraan yang tidak layak (walupun sudah lulus KIR): Body penyok-penyok, emisi di ambang batas, kursi penumpang cuma setengah, (biar yang berdiri lebih banyak), speedometer tidak ada, lampu tidak berfungsi sempurna (banyak yang mati). Spion tidak ada. Rata–rata mobil berumur lebih dari 10 tahun.
- Perilaku sopir yang ugal-ugalan (istilahnya sesama Metromini dilarang saling mendahului)
- Ngetem di sembarang tempat, (buat macet dan penumpang jadi lama menunggu).
- Banyaknya supir tembak (bukan sopir sebenarnya tapi kenek), siapa saja bisa menjadi supir Metromini, tidak perlu ijin ini-itu, yang penting bisa bawa mobil. Langsung jalan. Sehingga wajar di jalan menjadi tidak tertib.
- Aksi kejahatan dalam Metromini, pencopetan, jambret yang relatif sering terjadi.
- Panas dan pengap, harus dihadapi apalagi kalo macet, yang ada AC (Angin Cendela).
- Tentunya angka kecelakaan yang tinggi (korban meninggal semakin banyak) karena akumulasi hal-hal di atas.
Tidak bisa dipungkiri keberadaan bus-bus mikro atau kendaraan kecil tranportasi umum (Metromini, Kopaja, Mikrolet, dll) masih dibutuhkan oleh warga, khususnya warga Jakarta. Dikarenakan selain kondisi jalan yang tidak semuanya bisa dilalui oleh bus sebesar TJ, pola transportasi masyarakat sudah terpola dengan adanya kendaraan mikro tersebut.
Sebelum bicara perbaikan Metromini sebaiknya kita tau sedikit manajemen Metromini. Metromini ternyata tidak dimiliki oleh suatu badan usaha, tidak seperti yang kita bayangkan mereka punya perusahaan yang menaungi. Metromini ini bisa dimiliki perorangan. Direktur Metromini hanya bertugas sebagai semacam operator, yang mengurusi hubungan dengan pihak-pihak terkait, seperti ijin trayek, bayaran ini-itu, ijin ini- itu, tetapi intinya bahwa kepemilikan Metromini adalah adalah perorangan, dan lebih parahnya lagi, sebagian besar pemilik Metromini menyewakan lagi Metromininya kepada para supir (atau siapa saja) yang mau membawa mobilnya, dengan sistem setoran, belum lagi kalo supirnya di sub-kontrakan lagi ke kenek atau orang lain.
Sehari para penyewa sudah dipatok sekian, dengan BBM harus ditanggung. Belum lagi bayar timer-timer yang bertebaran di jalan sehingga tidak heran supir Metromini melihat penumpang seperti emas. Dikejar seperti lagi dikejar setan. Karena siapa cepat dia dapat. Intinya mobil harus penuh. Bahkan kalau harus ngetem 2-3 jam mereka tidak peduli dengan waktu tempuh penumpang. Emang gue pikirin…. Yang penting setoran masuk. Dengan kondisi di atas makanya Ahok saja sampai bingung gimana mau membubarkan Metromini, lah yang punya aja perorangan, sehingga yang bisa dilakukan saat ini hanyalah mencabut ijin trayek kendaraan bermasalah, mengandangkan mobil yang tidak layak (walaupun lulus KIR).
Terus apakah Ahok hanya diam saja? Tentunya tidak, jauh sebelum masalah ini muncul sebenarnya banyak opsi yang telah ditawarkan oleh Ahok, intinya Metromini berintegrasi dengan sistem tranportasi milik pemprov, dan yang paling penting supir digaji 2 kali UMR sehingga lebih pasti dalam menyupir, tidak dikejar uang setoran. Tapi tentunya masalah timbul lagi, seperti berapa banyak Metromini baru yang bisa diadakan? Terus siapa yang mengadakan? Kemudian pemilihan supirnya gimana? Siapa yang seleksi? Sebab sekarang 1 Metromini mungkin disupiri lebih dari 1 orang, ganti-gantian. Perlu dipikirkan lagi sistem rekrutmennya.
Belajar dari polemik Metromini yang terjadi di Jakarta banyak hal yang didapat, dan dipelajari, antara lain:
1. Untuk angkutan umum dalam kota sebaiknya pemerintahlah yang memegang peranan terbesar. Hal itu terkait pertumbuhan kota itu sendiri. Banyak aspek yang bisa dikelola bila pemerintah andil dalam angkutan umum, seperti jaminan untuk supir, jaminan keselamatan, jaminan pelayanan, lebih mudah untuk mengontrolnya.