Mohon tunggu...
Haditya Endrakusuma
Haditya Endrakusuma Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Equilibrium

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika "Ratu Adil" Menjadi "Ratu Teror"

4 Juni 2018   09:23 Diperbarui: 4 Juni 2018   15:17 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu sebab munculnya faham Takfiri adalah soal "Khilafah 'ala Minhajin Nubuwah". Yakni saat term "al-Mahdi sebagai Khilafah" tersebut difahami dan didefinisikan dengan framework konsep "Ratu Adil" yang ada dalam berbagai kronik ramalan peradaban kuno (sebagai contoh; Ramalan Jayabaya); disebutkan sang "Ratu Adil" itu adalah penguasa perwakilan Tuhan yang membawa kesejahteraan, jadi begitu ia hadir maka dunia aman sentosa, tidak ada hidup dalam kesengsaraan. 

Atas framework "Ratu Adil" itu maka tak heran ISIS pun mengkampanyekan betapa makmur-nya hidup dibawah Daulah-nya, urusan nikah sampai honeymoon diurus, apalagi urusan toilet, kemacetan sampai banjir. Mereka mengklaim, kemakmuran itu merupakan bukti kebenaran Daulah-nya, buah menjalankan menerapkan hukum syar'i.

Saat "Al-Mahdi" diposisikan sebagai "Ratu Adil" maka kemunculan-nya dinanti dan "dipaksakan" hadir sebagai satu-satunya solusi atas berbagai problema dan ketidak-adilan, kesengsaraan ummat. Definisi dan cara menghadirkannya pun menjadi hal mutlak benar. Pada titik inilah, setiap kalangan mengklaim konsep sistemnya paling benar, paling syar'i, diluar itu adalah konsep Dajjal dan bahkan sampai memvonis yang tidak menyakini-nya maka kafir. 

Pada titik tersebut, tidak ada tawar menawar lagi. Seluruh tema dalam bahasan Fiqh menjadi tidak berlaku lagi, mereka lupakan sejarah. Tiada lagi bahasan soal tema "takfir mutlaq" maupun "takfir muayan", jangan harap kenal dengan tema "kufrun duna kufrin", tema "ilyasiq" pun diselewengkan untuk menjadi justifikasi. Maka benarlah kesimpulan Imam Al Juwaini; "Sikap keras-kepala dalam pembahasan politik sebagian besar disebabkan memperlakukan perkara-perkara Dzhonniy (spekulatif) menjadi perkara-perkara Qoth'i (absolut)".

Belajar dari Sejarah, dulu "Khilafah 'ala Minhajin Nubuwah" pernah hadir, yakni di masa Kenabian & Khulafaur Rasyidin. Dulu, apakah masa itu sama dengan gambaran "Ratu Adil" ala ramalan kuno seperti Jayabaya? Tiada kemiskinan, kesengsaraan. Semua sejahtera, sentosa, gemah ripah loh jinawi, segala fasilitas terjamin ?.

Sungguh dalam banyak riwayat di informasikan; betapa banyak kalangan Sahabat yang hidup dalam kefaqiran, bahkan untuk sekedar pakaian, banyak yang hanya memakai sekedar dua lembar bahkan, satu lembar sarung yang dipunyainya. Dengan fakta diatas, apakah benar "Khilafah 'ala Minhajin Nubuwah" difahami dengan terminologi "Ratu Adil"?

Bila terminologi ini yang dipakai maka Al Masih ad-Dajjal itulah sesungguhnya yang "Ratu Adil", sebab di riwayat-kan dalam berbagai riwayat yang shahih, dimasa kemunculannya banyak disertai kenikmatan hidup yang luar biasa, sementara pengingkarnya justru hidup dalam kesengsaraan yang amat sangat. Bisa jadi kesengsaraan yang timbul dijustifikasi oleh para pengikut-nya sebagai akibat tidak menerapkan hukum syar'i.

Pada abad pertengahan, hidup seorang tokoh bernama Hasan ash-Shabbah, awalnya ia adalah seorang Syi'ah penganut Itsna 'Asyairah kemudian beralih menjadi pengikut sekte Isma'iliyah. Karena kecerdasannya ia menjadi Masyaikh Isma'iliyah, pengikut-nya bertambah banyak. 

Kecenderungannya terhadap pewaris "tersingkir" Dinasti Isma'iliyah-Fatimiyah di Mesir yang bernama Nizar, ia pun diburu dan dikafirkan oleh mayoritas Isma'iliyah. Ia lari dari Mesir dan membangun sendiri Teologi-nya yang berbasis pada keyakinan "kenabian & ketuhanan" Nizar bin Mustanshir (Pangeran Isma'iliyah tersingkir). ash-Shabbah akhirnya memusatkan penyebaran teologi-nya di sebuah Benteng Kuno, Alamut namanya dan mendirikan pemerintahan baru dengan nama Daulah Isma'iliyah-Nizariyah.

Ia mendidik pengikut-nya selain dengan pengetahuan tentang Teologi, Filsafat dan Sains, juga melatihnya menjadi korps paramiliter komando yang dibekali kemampuan intelejen tempur layaknya team SAD (Special Activities Division) CIA dimasa kini, Fida'iyin sebutannya. Sementara Ash-Shabbah menyebut Fida'iyin pengikut-nya itu sebagai Asasiyun (Pengikut yang taat pada asas keimanan). 

Tugasnya selain sebagai pasukan pertahanan, juga untuk melaksanakan misi-misi infiltrasi, membunuh tokoh-tokoh baik dari kalangan Ahlus Sunnah maupun Isma'iliyah yang memerangi Daulah-nya. Puncak Keberhasilan Operasi Asasiyun adalah saat menghabisi Nizam al-Mulk, Perdana Mentri Kesultanan Seljuk (ahlul Sunnah) dan membunuh al-Afdal Syahansyah, Perdana Mentri Fathimiyah (Isma'iliyah) ditengah-tengah pasar. Sejak itu nama Asasiyun menjadi sangat terkenal.

Sementara itu, perpolitikan di masa itu tensi-nya sedang panas; konflik antara Islam (Abbasiyah) vs Nasrani, konflik antara Islam vs Tartar, konflik ancaman Tartar terhadap Barat (Nasrani). Di dunia Islam sendiri, terjadi konflik antara Abbasiyah vs Fathimiyah, bahkan Abbasiyah sendiri mengalami krisis paska serangan Tartar. Di dunia Barat, Nasrani juga terjadi konflik; antara Gereja vs Templar, maupun antara kekuasaan Gereja vs kekuasaan para Raja. Situasi ini dimanfaatkan Asasiyun untuk mendapatkan  keuntungannya sendiri, mereka bertransformasi menjadi "mercenary" misi Intelejen & propaganda pada tiap-tiap pihak yang sedang bertikai. 

Tercatat Richard The Lionheart pernah memakai jasanya untuk menghabisi Conrad de Montferrat. Raymond II Tripoli, salah seorang Grand Master Templar pun bernasib sama, meregang nyawa dibawah tikaman belati Asasiyun. Dunia gempar dengan "teror" Asasiyun. Pihak Barat (Nasrani), sampai menuduh Asasiyun itu adalah hasil "konspirasi" kalangan Muslim dan Templar (moyang-nya Freemasonry), sementara Templar sendiri terkencing-kencing ketakutan dengan ancaman Asasiyun. 

Saking terkenalnya, kata Asasiyun pun terserap menjadi sebuah frase kata dalam bahasa Inggris yakni; "Assassin". Di sisi lain, pihak Muslim sendiri mengalami "teror" yang tak kalah menakutkan. Tercatat bagaimana Asasiyun meneror Shalahuddin Al Ayyubi dan Pamannya. "Agen" Asasiyun menyusup dikalangan penjaga Shalahuddin, menaruh kue beracun dan belati serta surat ancaman di atas dada Shalahuddin saat ia tidur.

Belajar menyikapi "Teror" dari Shalahuddin. Saat kalangan Barat menuduh "Asasiyun" sebagai produk "konspirasi" Muslim dan Templar, sementara ia sendiri mengalami "teror" Asasiyun. Shalahuddin tidak pernah melemparkan isu "konspirasi" balik. Ia faham bahwa akar permasalahan utamanya adalah penyimpangan "pemahaman". Sehingga langkah pertama yang ia ambil; mengalihkan mata-nya ke Mesir, pusat Isma'iliyah-Fathimiyah. Walaupun Fathimiyah & Asasiyun bermusuhan, ia faham bahwa akar penyimpangan pemahamannya sama yakni; konsep "Ratu Adil". Semakin dibiarkan, maka Pengikut Fathimiyah berpotensi akan lebih banyak brgabung dengan Asasiyun seiring dengan propagandanya. Segera Shalahuddin melibas Fathimiyah, memperbanyak madrasah & ulama Sunnah di Mesir.

History repeats itself, lahir kembali ash-Shabbah dalam wujud baru. Saat al-Baghdadi (seorang Doktor Syariah di Iraq yang nama aslinya adalah Ibrahim 'Awad al-Badri) mendeklarasikan Daulah-nya, ia pun membujuk "moyangnya"; Al-Qaeda untuk berba'iat atas kekhalifahannya. Sang Guru yang ahli Bedah (adzh-Dzhawaahiriy) menolaknya. Sementara di Suriah, adik seperguruannya yang bernama Al-Jaulani menyatakan diri keluar dan bergabung kembali kepangkuan "kakek"-nya.

Al-Baghdadi pun "murka", ia sebut "moyang"nya itu "Thogut" dan saudara seperguruannya itu "murtad" harus di perangi. Berbondong pasukannya memasuki Suriah, bukan untuk melawan "rezim" melainkan membokong dan membantai seluruh faksi perlawanan yang ada, terutama al-Jaulani. Suriah harus tunduk dibawah Daulah-nya, maka ia deklarasikan perluasan wilayah Daulah-nya sehingga Daulah-nya pun disebut ISIS.

Disisi lain, era Globalisasi. Banyak "value" pemikiran yg dipasarkan sesuai kepentingannya. Isu Liberalisasi pemikiran pun menjadi "tools" yang dipakai oleh banyak kalangan (tak hanya milik penganutnya), jadi saat ini tidak monolitik milik satu proponen. Isu "ISIS", "Terorisme" menjadi Sexy. 

Semua mengakui fakta adanya "Teror", absurd-nya yang menjadi ajang "pertempuran" di tiap-tiap pihak adalah  sama; soal "konspirasi" aktor penyebab Terorisme. Satu pihak menebar isu "konspirasi" agen-agen intelejen, termasuk isu "konspirasi" Yahudi-Amerika. Satu pihak lain, menebar Isu memojokkan "value" Islam sehingga "cara berpakaian" saja pun menjadi bahan kampanye "deradikalisasi".

Ada kutipan " adem" yang menentramkan dari seorang sahabat terkait dengan seluruh fenomena yang ada :

"...Banyak peristiwa hangat saat ini yang kita tak tahu hakikat sebenarnya, hanya dugaan dalam hati yang mampu untuk menjawabnya. Syair arab ini setidaknya menjadi "hiburan" atas segala kegundahan: ...Kelak hari-hari akan menjelaskan padamu tentang apa yang sebelumnya engkau tak tahu, ia akan datang kepadamu dengan berbagai kabar (informasi) yang sebelumnya tak pernah engkau persiapkan.."

Wallaahu A'lam bish-Showaab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun