Mohon tunggu...
Henki Kwee
Henki Kwee Mohon Tunggu... -

Belajar memahami apa yang terjadi di sekitar dan menulis untuk berbagi pendapat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Lech Walesa

9 Mei 2010   15:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melalui tulisan ini saya ingin berbagi cerita dari acara bincang dengan mantan presiden Polandia, Lech Walesa di Jakarta dengan tema "Menakar Proses Transisi: Dari Otoritarianisme Menuju Demokrasi. Pembicara lain yang mendampingi beliau adalah Prof. Syafii Maarif, mantan ketua PP Muhammadyah, Prof. Franz Magnis Suseno, SJ, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Bp. Jakob Oetama, pemimpin harian umum Kompas. Sebagai orang besar, Lech Walesa hadir dengan penuh kesederhanaan, tidak ada hal yang istimewa dalam penyambutan di tempat acara. Beliau bicara dalam bahasa Polandia dan dibantu seorang penerjemah bahasa Inggris.  Pembicaraan beliau dibuka dengan lelucon " setiap bicara saya perlu podium karena sebagai seorang politikus dan pemimpin organisasi buruh saya memang banyak bicara" suatu otokritik yang baik, yang jarang diperlihatkan politikus kita. Peserta pun dibuat tersenyum. Ide besar yang beliau sampaikan adalah penyatuan kawasan dalam hal ini Eropa menjadi United States of Europe dan tidak tertutup kemungkinan United States of Asia dan lain-lain. Tentua formatnya tidak sama persis dengan United States of America. Apakah hal itu mungkin terjadi? beliau yakin sangat mungkin terjadi meski tantangannya sangat besar antara lain karena sistim yang ada sekarang tidak akomodatif terhadap perubahan yang salah satunya adalah dominansi 10% manusia yang menguasai 90% aset dunia. Lelucon di masalah ini "selain itu United of Europe akan keberatan karena harus memilih saya sebagai pemimpinnya. Namun, pengalaman reformasi Polandia juga mengajarkan beliau bahwa visi yang besar harus dibangun dengan nilai yang baik, tidak hanya melihat pada kekuatan yang ada sekarang dan jangan mengabaikan semangat dan keyakinan termasuk peran agama. Karena semangat dan agama mempengaruhi nilai perjuangan. Lelucon dari hal ini "Saking kuatnya reformasi Polandia yang akan mengubah komunis menjadi demokratis, polisi rahasia pun belajar untuk memahami agama dan seorang pentolan komunis pun mengusulkan pada partainya untuk mereformasi paham komunisnya" Di bagian akhir beliau menyarankan untuk tidak menyerah pada kegagalan. Terus berjuang untuk memujudkan keyakinan. Lelucon lain di bagian ini "Kalau United of Europe terwujud paling tidak saya akan punya kesibukan 100 tahun lagi. Nah, kalau seorang Lech Walesa, bicara tentang perlunya penyatuan Eropa untuk membuat kehidupan yang lebih baik bagi semua manusia di wilayah tersebut, mengapa justru sibuk 'memisahkan' diri melalui proses pemekaran wilayah administratif yang sudah terbukti tidak banyak memberikan manfaat bagi rakyat banyak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun