Heboh kasus harga mobil dinas mentri kabinet baru yang fantastik tentu menarik perhatian khalayak dengan segala komentarnya. Umumnya masyarakat menilai bahwa mobil tersebut kurang patut jika dilihat dari segi biaya yang harus ditanggung negara yang tentu saja merupakan uang dari pajak yang dibayar masyarakat. Saya tidak akan membahas mengenai patut tidaknya mobil tersebut sebagai sarana transportasi seorang pejabat tinggi tapi mencoba melihat sisi lain dari masalah tersebut. Satu hal yang menarik dari kasus tersebut adalah adanya dugaan pelanggaran atas peraturan mentri tentang harga mobil berdasarkan tingkat jabatan. Harga mobil baru untuk mentri lebih dari 3 kali lipat dari harga dalam yang ditentukan surat keputusan tersebut. Kasus seperti ini tentu saja juga terjadi di institusi swasta atau bahkan dalam mengelola keuangan rumah tangga meski di dalam rumah tangga tidak banyak yang menulis secara detil sampai ke tingkat mata anggaran kecuali untuk pengeluaran yang terencana dan besar jumlahnya. Dari kasus ini saya teringat akan "ocehan" teman saya tentang tindakan pencegahan agar hal tersebut tidak terjadi lagi. Hal yang sama juga sering kita dengar dari para perencana keuangan (financial planner) yang intinya adalah pengeluaran dari yang sudah direncankan akan mengganggu keseimbangan keuangan. Bagaimana mencegah supaya tidak terjadi? Ada dua paradigma yang berlaku dalam hal ini yaitu paradigma pemeriksaan (auditing) dan paradigma pencegahan (preventive). Keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Paradigma pemeriksaan memungkinkan semua implementasi rencana dijalankan secara langsung asalkan sudah termasuk dalam rencana kerja induk yang sudah disetujui. Pemeriksaan (audit) akan dilakukan setelah program dijalankan. Penyimpangan yang terjadi tidak dapat dicegah karena tidak adanya saringan lagi setelah rencana awal disetujui. Paradigma ini cocok jika sistem dengan infrastruktur dan sumber daya manusia yang mapan sudah tersedia. Paradigma pencegahan menekankan tindakan yang hati-hati (prudent) sebelum suatu rencana dijalankan. Hal-hal mendetil menyangkut pelaksanaan sudah diperiksa dan dikoreksi bila perlu sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan. Paradigma ini seolah-olah tidak menempatkan rasa percaya pada pelaksana namun dapat menghindarkan kesalahan fatal. Kepatuhan (compliance) pada peraturan atau kesepakatan yang berlaku (untuk keuangan rumah tangga) yang berlaku menjadi kata kunci untuk suksesnya mewujudkan tata kelola (good governance) yang baik di lingkungan pemerintah, institusi swasta atau rumah tangga. Ada tidaknya petugas khusus yang memantau kepatuhan bukanlah penentu terwujudnya tata kelola yang baik karena semuanya tergantung pada nilai-nilai yang dianut oleh pelaksana. Jika memang mau "ngakali" tentu saja selalu ada jalan. Meski keduanya punya nilai lebih namun pemeo lama yang mengatakan "mencegah lebih baik dari mengobati" perlu dijadikan pilihan karena sesuatu yang sudah terjadi sulit untuk dikoreksi. Perbaikan hanya mungkin dilakukan untuk yang akan datang tapi risiko yang terjadi tetap harus ditanggung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H