Menurut Ki Ageng Suryomentaram terdapat empat rasa manusia yang merupakan penyakit hati (sifat buruk). Kemudian, Ki Ageng Suryomentaram membagi rasa manusia menjadi dua hal yaitu rasa sama dan rasa abadi. Manusia memiliki permasalahan rasa yang sama yaitu iri dan sombong (meri lan pembegan). Manusia akan menjadi tentram apabila dapat mengolah kedua perasaan tersebut. Sedangkan, permasalahan dalam rasa abadi adalah sesal dan khawatir (getun lan sumelang). Manusia dapat menjadi seorang yang tabah jika mampu mengelola rasa sesal dan khawatir tersebut. Adapun empat rasa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
- Iri merupakan rasa kalah terhadap orang lain atau tanda level kita lebih rendah dibandingkan dengan orang yang kita irikan.
- Sombong merupakan rasa menang terhadap orang lain atau merasa lebih baik dibandingkan orang lain.
Rasa iri dan sombong yang menyebabkan orang berusaha keras, mati-matian untuk memperoleh semat, drajat, kramat.
- Sesal merupakan rasa takut terhadap pengalaman yang telah dialami.
- Khawatir merupakan rasa takut akan pengalaman yang belum dialami.
Rasa sesal dan khawatir yang menyebabkan orang bersedih hati, prihatin, hingga merasa celaka.
Mengapa nilai-nilai kebatinan Ki Ageng Suryomentaram relevan dalam memimpin diri unruk pencegahan korupsi?
Korupsi merupakan salah satu permasalahan yang merusak tatanan sosial, ekonomi, dan moral masyarakat. Penyebab utamanya tidak hanya berasal dari faktor eksternal seperti lemahnya sistem pengawasan, tetapi juga dari internal manusia itu sendiri, yaitu dorongan jiwa yang tidak terkendali, seperti keserakahan, iri hati, dan keinginan berlebih. Dalam konteks ini, nilai-nilai kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, yang terkandung dalam ajaran Kawruh Jiwa, dapat menjadi pedoman penting untuk memimpin diri sendiri guna mencegah korupsi.
Ajaran Ki Ageng menitikberatkan pada pemahaman dan pengelolaan diri melalui pengendalian karep (keinginan) dan pemenuhan kebahagiaan sejati. Dengan menginternalisasi nilai-nilai ini, seseorang dapat memperkuat integritas pribadi, memperbaiki cara berpikir, dan mengarahkan tindakannya untuk menjauhi perilaku korup. Berikut adalah penjelasan mengapa nilai-nilai kebatinan Ki Ageng Suryomentaram relevan dan penting dalam pencegahan korupsi.
Korupsi merupakan salah satu permasalahan yang merusak tatanan sosial, ekonomi, dan moral masyarakat. Penyebab utamanya tidak hanya berasal dari faktor eksternal seperti lemahnya sistem pengawasan, tetapi juga dari internal manusia itu sendiri, yaitu dorongan jiwa yang tidak terkendali, seperti keserakahan, iri hati, dan keinginan berlebih. Dalam konteks ini, nilai-nilai kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, yang terkandung dalam ajaran kawaruh jiwa, dapat menjadi pedoman penting untuk memimpin diri sendiri guna mencegah korupsi.
Ajaran Ki Ageng menitikberatkan pada pemahaman dan pengelolaan diri melalui pengendalian karep (keinginan) dan pemenuhan kebahagiaan sejati. Dengan menginternalisasi nilai-nilai ini, seseorang dapat memperkuat integritas pribadi, memperbaiki cara berpikir, dan mengarahkan tindakannya untuk menjauhi perilaku korup. Berikut adalah penjelasan mengapa nilai-nilai kebatinan Ki Ageng Suryomentaram relevan dan penting dalam pencegahan korupsi.
1) Pemahaman Jiwa sebagai Dasar Pencegahan Korupsi
Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa manusia sering terjebak dalam konflik batin akibat dorongan karep yang tidak terkendali. Karep ini mencakup:
- Karep untuk memiliki: Dorongan untuk menguasai sesuatu secara berlebihan.
- Karep untuk dihormati: Keinginan akan pengakuan dan kekuasaan.
- Karep untuk merasa aman: Keinginan untuk menjamin masa depan, sering kali melalui cara yang tidak benar.
Korupsi sering muncul karena manusia tidak mampu memahami dan mengendalikan karep ini. Misalnya, seseorang yang ingin cepat kaya atau mendapatkan pengakuan sosial bisa terdorong untuk menyalahgunakan kekuasaan atau mengambil sesuatu yang bukan haknya. Dalam ajaran Ki Ageng, langkah pertama untuk mencegah korupsi adalah nyowong karep, yaitu mengenali dan memahami dorongan keinginan tersebut. Dengan memahami bahwa karep sering kali bersifat sementara dan tidak membawa kebahagiaan sejati, seseorang dapat mengurangi kecenderungan untuk melakukan tindakan korupsi.