Mohon tunggu...
Gysella Ayu Wanditha
Gysella Ayu Wanditha Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010162

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kalatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

31 Oktober 2024   20:35 Diperbarui: 31 Oktober 2024   20:35 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

Korupsi telah menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya merusak tatanan hukum dan kepercayaan publik terhadap pemerintah, tetapi juga mengancam nilai-nilai moral yang menjadi fondasi kehidupan bangsa. Dalam konteks ini, ajaran Ranggawarsita tentang konsep tiga era memberikan perspektif yang sangat relevan dalam memahami dan menganalisis permasalahan korupsi di Indonesia. Melalui konsep ini, Ranggawarsita menyampaikan bahwa perubahan-perubahan dalam masyarakat yang dapat membawa dampak besar bagi stabilitas sosial dan keadilan. Dengan memahami konsep-konsep ini, maka akan muncul solusi-solusi dalam mengatasi fenomena korupsi di Indonesia.

Mengenal Ranggawarsita

Raden Ngabehi Ranggawarsita, lebih dikenal sebagai Ranggawarsita, merupuakan seorang pujangga besar dari Kasunanan Surakarta Hadingrat yang dianggap sebagai pujangga terakhir Tanah Jawa. Ranggawarsita disebut juga sebagai pujangga penutup atau terakhir, karena setelahnya tidak ada pujangga lainnya yang diangkat secara resmi untuk menggantikan Ranggawarista oleh keraton Surakarta.  Lahir pada tanggal 15 Maret 1802 di Kampung Yasadipuran, Surakarta dengan nama kecil Bagus Burham.

Ranggawarsita (Bagus Burham) tumbuh dan besar dari keluarga yang akrab dengan dunia sastra dan tulisan, sesuatu yang dianggap langka pada kala itu. Ayahnya Panjangsworo atau Ranggawarsita II yang menjadi juru tulis kerajaan. Sedangan kakeknya, Sastronagoro atau Ranggawarsita I adalah pujangga kerajaan. Sedangkan kakek buyutnya Yasadipuro I adalah seorang pujangga besar. Namanya tercatat dalam tinta emas sejarah kesusastraan Jawa.

Ranggawarsita dikenal sebagai seorang intelektual yang cerdas dan produktif. Ia mampu menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk sastra, filsafat, dan agama. Ranggawarsita memulai karirnya sebagai carik Kadipaten Anom, dengan gelar Mas Rangga Pajanganom pada tahun 1819. Lalu dinaikkan menjadi Mantri Carik dengan gelar Mas Ngabehi Sarataka (1822). Kemudian menggantikan jabatan ayahnya (Ranggawarsita II) sebagai Kliwon-Carik dengan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita pada tahun 1830. Setelah kakeknya Yasadipura II wafat Ranggawarsita dinobatkan menjadi pujangga istana (1845). Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.

Namun jenjang kepangkatannya tetap sebagai Kliwon-Carik, suatu jabatan istana yang setingkat di pangkat tumenggung. Pangkat tumenggung anumerta baru dianugerahkan oleh Paku Buwana VII pada tahun 1952, sebagai penghargaan terhadap jasa-jasa almarhum Ranggawarsita.

Ranggawarsita meninggal dunia pada tanggal 5 Dulkaidah 1802, pukul 12.00 siang tahun Jimakir, Windu Sancaya. Akhir-akhir kematian R. Ng. Ranggawarsita sering dihebohkan karena kematiannya bukan atas kehendak Tuhan Yang Mahakasih, melainkan karena dibunuh oleh Sunan Paku Buwana IX atas persetujuan pemerintah colonial Belanda.

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

Apa yang dimaksud era Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu?

Dalam karyanya yang bertajuk "Serat Kalatidha", Ranggawarsita menyinggung tentang "zaman edan" atau "zaman gila". Dalam pandangan Ranggawarsita, istilah zaman edan digunakan untuk menggambarkan masa ketika moralitas dan nilai-nilai luhur masyarakat mengalami kemerosotan/degresi. Ia menggambarkan zaman edan sebagai masa penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakadilan. Dalam karyanya "Serat Kalitidha", Ranggawarsita juga membagi periode zaman berdasarkan sifatnya menjadi beberapa bagian. Ranggawarsita kemudian membuat periodesasi dengan istilahnya sendiri yakni kalatidha, kalasuba, kalabendhu yang digolongkan berdasarkan keadaan maupun suasana pada zaman tersebut. Ketiga periode waktu ini bukanlah bersifat kronologis, melainkan menggambarkan siklus perubahan zaman yang bersifat berulang dan mencerminkan kondisi moral, sosial, dan spiritual masyarakat.

1. Era Kalatidha

Era kalatidha atau zaman keraguan tercantum dalam karyanya yang paling terkenal, yaitu Serat Kalatidha. Meskipun ungkapan kalatidha ini sudah ada sebelum Raanggawarsita menulis Serat Kalatidha. Ungkapan ini telah ada dalam Serat Centhini Jilid IV, dimana kata-kata yang digunakan di dalamnya tak berbeda jauh dengan kata-kata yang digunakan oleh Ranggawarsita dalam salah satu bait Serat Kalatidha. Namun Ranggawarsita memberikan tambahan beberapa bait syair yang sesuai dengan perasaan hatinya.

Ranggawarsita dalam karyanya, menggambarkan era kalitidha sebagai keadaan dimana manusia dihadapkan pada pilihan yang merepotkan. Pada zaman ini, kondisi negara sedang terpuruk karena tidak ada lagi yang dapat dijadikan teladan dan banyak orang-orang yang mulai meninggalkan norma maupun nilai-nilai luhur kehidupan. Orang-orang bijak terbawa arus zaman yang penuh keragu-raguan. Hal ini tertuang dalam gubahan Raanggawarsita dalam Serat Kalatidha yang berbentuk tembang macapat.

Mangkya darajating praja, kawuryan wus sunyaturi

Rurah pahrehing ukara, karana tanpa palupi

Atilar silastuti, sujana sarjana kelu

Kalulun kalatidha, tidhem tandhaning dumadi

Ardayengrat dene karoban rubeda

Yang apabila diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut

Beginilah keadaan negara, yang kian tak menentu

Rusak tatanan, karena sudah tak ada yang pantas ditiru

Aturan diterjang, para bijak dan cendekia malah terbawa arus

Larut dalam zaman keraguan, keadaan pun mencekam

Dunia pun dipenuh beragam ancaman.

(Serat Kalatidha, bait 1)

Pada zaman kalatidha, mulai terjadinya degrasi moral, ketidakadilan, dan konflik sosial. Keharmonisan dan nilai-nilai luhur mulai luntur. Dimana banyak pemimpin negara dan masyarakat yang baik namun tidak membuahkan kemaslahatan, serta orang cerdik dan pandai mulai kehilangan keyakinannya dan kemudian hidup dalam keragu-raguan. Dalam pandangannya mengenai zaman kalatidha, Ranggawarsita memprihatinkan kemerosotan moral dan etika yang terjadi dalam masyarakat, akibat perubahan sosial-politik yang begitu cepat dari kekuasaan kerajaan tradisional menuju pengaruh kolonialisme.mengakibatkan banyak orang kehilangan arah, dan kebaikan serta keadilan sulit ditemukan. Ini merupakan masa transisi yang penuh kekhawatiran dan ketidakjelasan.

2. Era Kalabendhu

Kalabendhu atau zaman yang penuh dengan bencana (berbendu) menjadi puncak dari zaman kalatidha. Gambaran Ranggawarsita terkait zaman edan tergambarkan pada bait ketujuh, Serat Kalitidha sebagai berikut:

Amenangi Zaman Edan,

Ewuh aja ing pambudi,

Melu edan ora tahan,

Jen tan milu anglakoni,

Boja kaduman melik,

Kaliren wekasanipun,

Dilalah karsa Allah,

Begja-begjane kang lali,

Luwih begja kang eling lan waspada

Yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Mengalami Zaman Gila

Sukar sulit (dalam) akal ikhtiar,

Turut gila tidak tahan,

Kalau tak turut menjalaninya,

Tidak kebagian milik,

Kelaparanlah akhirnya,

Takdir kehendak Allah,

Sebahagia-bahagianya yang lupa,

Lebih bahagia yang sadar serta waspada

Masyarakat Jawa, mempercayai akan datangnya zaman maupun masa penuh bencana. Dalam konteks ini, bencana yang dimaksudkan bukan hanyalah bencana alam, melainkan juga bencana yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Pada masa ini, moralitas masyarakat telah hancur. Dalam karyanya yang lain, Serat Sabdatama, Ranggawarsita juga menggambarkan zaman kalabendhu sebagai zaman kegelapan, dimana nafsu dan amarah manusia semakin menjadi-jadi dan tidak dapat dikalahkan oleh akal budi yang baik, dan kehidupan semakin acak-acakan, tidak tentram, serta kesedihan muncul dimana-mana. Ia juga menggambarkan pada masa ini, hati seolah-olah dikuasai ketakutan dan manusia yang tidak memiliki keteguhan jiwa serta mementingkan dirinya sendiri menjadi pihak yang beruntung. Pada zaman ini,krisis moral mencapai puncaknya, banyak terjadinya ketidakadilan, kezaliman, dan kejahatan merajalela. Nilai-nilai tradisional ditinggalkan, orang-orang bertindak tanpa memikirkan akibat, dan tatanan sosial rusak. Zaman ini menggambarkan masyarakat yang penuh konflik, permusuhan, dan kehancuran moral.

3. Era Kalasuba

Kalasuba atau zaman keemasan, diramalkan oleh Ranggawarsita dalam karyanya, Serat Sabda Zati. Ia meramalkan bahwa setelah zaman kalabendu akan dating zaman kalasuba atau zaman keemasan, dimana rakyat kecil bersuka ria, tidak ada kekurangan sandan dan makan, dan seluruh keinginan dan cita-cita dapat tercapai. Pada zaman ini, kebahagiaan akan tumbuh, hukum ditegakkan, serta para pemimpin bersikap tegas dan bijaksana. Yang berarti bahwa zaman kalasuba merupakan masa di mana masyarakat hidup harmonis, taat aturan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan religius. Zaman ini dianggap sebagai masa ideal di mana orang-orang hidup dalam keadilan, kemakmuran, dan kedamaian.

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si

Mengapa Konsep Tiga Era Ranggawarsita Relevan dengan Fenomena Korupsi di Indonesia?

Konsep tiga era Ranggawarsita (Kalatidha, Kalabendhu, Kalasuba) sangatlah relevan dengan fenomena korupsi di Indonesia masa kini. Ranggawarsita, memberikan pandangan mengenai perubahan sosial dan moral masyarakat yang mengalami kemunduran memberikan dampak yang besar bagi tatanan maupun berjalannya suatu negara.

Dalam kalatidha, Ranggawarsita memberikan pandangan mengenai masa yang penuh ketidakpastian dan keraguan. Dimana pada masa ini nilai-nilai luhur mulai ditinggalkan dan masyarakat mulai mengalami degresi moral, serta para pemimpin tidak dapat dijadikan teladan baik dan berperilaku menyimpang. Hal ini sangat relevan dengan situasi negara Indonesia masa kini, dimana banyak pejabat-pejabat yang berperilaku menyimpang serta terjerat dalam kasus penggelapan uang maupun dana yang dilakukan untuk memperkaya diri maupun kesenangan semata. Para pemimpin yang seharusnya menjadi panutan justru terjerat kasus korupsi, sehingga masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap pejabat publik. Ini menandakan kemunduran nilai-nilai moral yang seharusnya kuat dan menjadi benteng terhadap korupsi.

Adapun dalam kalabendhu, pandangan mengenai masa penuh bencana, kegelapan dan kesuraman yang ditandai dengan kehancuran nilai-nilai luhur dan moral. Dalam konteks korupsi di Indonesia, masa ini menggambarkan kondisi saat korupsi sudah dianggap lazim, bahkan menjadi bagian dari sistem dan budaya. Ketika korupsi telah menyentuh semua lapisan pemerintahan maupun birokrasi dan masyarakat cenderung permisif atau apatis, itu mencerminkan bahwa masyarakat telah berada dalam era kalabendhu, di mana keadilan sulit ditegakkan dan kepercayaan publik semakin menurun. Hal ini berarti korupsi telah menciptakan budaya ketidakpedulian terhadap moralitas, dan masyarakat kehilangan arah yang jelas dalam menegakkan integritas.

Namun Ranggawarsita mengemukakan dalam karyanya bahwa setelah masa kalabendhu maka akan datang kalasuba atau zaman keemasan. Pada masa ini, kehidupan masyarakat yang ideal tercapai dan nilai-nilai luhur seperti keadilan, integritas dan kebaikan dijunjung tinggi. Dalam konteksnya, kalasuba menjadi cerminan harapan masyarakat Indonesia akan kepemimpinan yang berintegritas, serta para pemimpin yang tegas dan bijaksana yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Kalasuba juga relevan menjadi tolak ukur yang menunjukkan bahwa korupsi merupakan penyimpangan dari tatanan masyarakat ideal dan nilai-nilai luhur Indonesia yang seharusnya menjadi penghalang bagi praktik korupsi. Namun, dengan semakin melemahnya nilai-nilai luhur ini diantara kepentingan pribadi maupun kelompok dapat menjadikan kalasuba hanyalah angan-angan semata yang sulit untuk tercapai. Hal ini didukung dengan fakta dimana orang-orang jujur dan berintegritas baik dalam pemerintahan maupun birokrasi akan menghadapi hambatan-hambatan dalam kehidupan berkarir maupun sehari-hari, hingga ancaman kehilangan nyawa.

Bagaimana Penerapan Konsep Tiga Era Ranggawarista dapat menjadi solusi dalam mengatasi fenomena korupsi di Indonesia?

Penerapan konsep tiga era (Kalatidha, Kalabendhu, Kalasuba) dapat menjadi solusi dalam mengatasi fenomena korupsi di Indonesia, karena konsep ini menekankan pada restorasi moral, integritas dan kesadaran kolektif dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Dengan era kalatidha, dimana masyarakat mulai mengalami kemunduran moral dan kehilangan kepercayaan pada para pemimpin dalam pemerintahaan maupun birokrasi. Tindakan korupsi menjadi salah satu contoh sempurna untuk menggambarkan penyimpangan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur dan moral.

Kurangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan tentu dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam kehidupan bernegara, maka demikian pemerintah maupun instansi-instansi terkait harus bekerja dalam pemulihan citra dan reputasinya pada publik dan menunjukan integritas yang jujur dan berkeadilan dalam kinerjanya, sehingga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dapat kembali terbangun. Hal ini dapat dilakukan dengan transparasi dan akuntabilitas, serta peningkatan partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam kinerja pemerintahan dan birokrasi.

Dengan kalabendhu, dimana dalam konteksnya, korupsi mengakibatkan apatisme dan ketidakpedulian masyarakat terhadap moralitas dengan mewajarkannya tindakan korupsi yang telah merajalela dalam setiap lapisan pemerintahan maupun birokrasi. Maka dengan ini, perlunya revitalisasi dan regenerasi dalam badan, serta perbaikan dalam budaya dan sistem internal pemerintahan maupun instansi, pemberlakuan sanksi hukum dan sosial yang tegas kepada tersangka kasus korupsi, dapat menjadi salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memberikan efek jera sehingga tindakan korupsi tidak lagi diwajarkan dalam kehidupan masyarakat.

Dengan kalasuba yang menekankan kepada kehidupan yang penuh kebaikan, harmoni, dan keadilan. Dalam konteksnya, untuk mengatasi korupsi, konsep ini dapat mendorong pemulihan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti kejujuran, integritas dan gotong royong. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan tata pemerintahan yang berintegritas dan berkeadilan, memperkuat pendidikan karakter di sekolah-sekolah, yang menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan anti-korupsi sejak dini, dan pembudayaan nilai-nilai luhur seperti gotong royong dan kepedulian sosial. Maka dibutuhkanya kolaborasi antara pemerintahan dengan masyarakat untuk mewujudkan era kalasuba di Indonesia. Dengan kolaborasi upaya yang efektif dan penerapan nilai-nilai kalasuba, berkurangnya tingkat korupsi dan masyarakat yang sejahtera di Indonesia bukanlah menjadi harapan semata.

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si 
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si 

Daftar Pustaka

R.I. Mulyanto; Sartini; A.Sardju Siswomartana; Radjiman; Riyanto. (1990). Biografi Pujangga Ranggawarsita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sunoto. (2016). Serat Paramayoga: Raden Ngabehi Ranggawarsita. Malang: Media Nusa Creative.

Laraswati. (2022). Filsafat Sejarah Menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita. Repository UIN Syarif Hidayatullah, 68-85. Retrieved from Repository UIN Syarif.

Purnomo, Agung. (2012). Komunikasi Politik Serat Kala Tida (Analisis Wacana Komunikasi Politik Serat Kala Tida Karya R.Ng. Ranggawarsito). Jurnal Heritage: Vol 1 No 2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun