Mohon tunggu...
Gugi Yogaswara
Gugi Yogaswara Mohon Tunggu... profesional -

Assalamu’alaikum… Hai, saya Gugi Yogaswara. Saat ini saya bekerja di salah satu BUMN yang bergerak di bidang sertifikasi. Minat saya besar di Lingkungan. Disamping saya bekerja di bidang lingkungan dan memiliki latar belakang pendidikan teknik lingkungan, saya merasa dengan berkontribusi di bidang lingkungan saya bisa bermanfaat buat banyak orang. Selain lingkungan, hal kedua yang saya minati adalah tentang manajemen dan kepemimpinan. Hal ini menjadi menarik karena saya memiliki banyak keuntungan dan kelebihan dengan menguasai ilmu ini. Maka, dengan memperdalam ilmu manajemen dan kepemimpinan saya akan banyak mendapatkan manfaat di masa depan. Selamat berbagi ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Lingkungan Hidup: Anak Tiri Pembangunan Nasional?

30 April 2015   10:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:31 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sifat pengelolaan lingkungan melibatkan waktu yang panjang dalam kajian pengaruh atau penyebab, dampak dan perbaikannya. Hal ini menjadikan pengelolaan lingkungan hidup memiliki polemik yang menjadi ancaman tersendiri bagi partisipasi Indonesia dalam ekskalasi perekonomian di ranah global. Cepatnya perkembangan teknologi dan informasi yang lambat laun akan mendarat di Indonesia, menambah kekhawatiran akan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Lingkungan Hidup Indonesia dalam menghadapi Ekonomi Global

Pada dasarnya, peningkatan kualitas pengendalian lingkungan telah digalakkan dengan masiv yang ditandai oleh peluncuran PP no. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah tersebut menjawab praktik gelap pada penerapan dokumen Lingkungan (AMDAL, UKL&UPL) yang marak terjadi di era-era sebelumnya. Disusul oleh penyempurnaan peraturan pengelolaan limbah B3 dari mulai simbol dan label (Permen LH No. 14 tahun 2013), pengelolaan limbah B3 (PP No. 101 tahun 2014 menggantikan PP 18 tahun 1999 jo. PP 85 tahun 1999), sampai ke peraturan baku mutu limbah cair (Permen LH No. 5 tahun 2014) yang menghapuskan 20 peraturan lainnya. Kemudian, baru-baru ini, Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) meluncurkan tim pengaduan kasus lingkungan hidup dan kehutanan. Namun pada implementasinya, terdapat beberapa pertanyaan yang patut diajukan terkait dengan penyeimbangan aspek pengelolaan lingkungan terhadap tujuan pembangunan tersebut.

Pertama, adalah tentang bagaimana peningkatan kualitas hukum pada aspek penyusunan peraturan, sosialisasi, dan publikasi pengelolaan lingkungan nasional. Banyak perusahaan yang mengeluhkan pada aspek evaluasi penaatan peraturan perundangan yang ditunjukan dengan findings saat audit lingkungan, baik audit wajib maupun sukarela. Pasalnya, update peraturan baru tidak dibarengi oleh sosialisasi dan pelatihan yang memahamkan maksud peraturan kepada pelaku usaha. Disamping itu, sudah ditemukan beberapa peraturan teknis yang sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang ada, salah satunya ialah Keputusan Kepada Bappedal No. 1 tahun 1995 tentang Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun). Sampai saat ini peraturan tersebut menjadi landasan desain TPS (Tempat Penyimpanan Sementara) Limbah B3. Namun, terdapat beberapa hal yang sudah tidak relevan diantaranya penggunaan istilah “pengumpulan” dan “Penyimpanan” masih memiliki arti yang sama, sedangkan mulai pemberlakuan PP 18 tahun 1999, kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Kemudian, peraturan tersebut mensyaratkan pembangunan TPS Limbah B3 terletak sekurang-kurangnya 300 meter dari badan air, hal ini tidak sesuai dengan perusahaan minyak offshore dan penyedia jasa pelayanan sumur minyak yang sudah mulai berkembang seiring bisnis migas yang sangat dinamis.

Kedua, bagaimana dengan kualitas SDM pengelola lingkungan hidup? Sumberdaya manusia yang dimaksud diantaranya adalah pengawas, tenaga ahli, dan pemerintah (terutama daerah). Penggiringan mindset pembangunan yang didominasi aspek ekonomi dapat berimplikasi pada menurunnya komitmen nasional pada pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Sehingga, pengelolaan lingkungan kembali hanya dipandang sebagai eksternalitas dari aktivitas bisnis semata, bukan sebagai komitmen bersama. Hal ini bisa memicu terjadinya under-table agreement yang memakzulkan peran baku mutu limbah dan peraturan perundangan yang sudah disusun oleh pemerintah.

Anak tiri

Keikutsertaan Indonesia pada konferensi Stockholm di Swedia tahun 1972, menginspirasi lahirnya Keppres 16 tahun 1972 tentang pembentukkan panitia interdepartemen untuk penyusunan rencana kerja di bidang lingkungan. Dipimpin oleh menteri Lingkungan Hidup Indonesia pertama, Prof. Emil Salim, Indonesia menyusun nilai-nilai pengelolaan lingkungan hidup untuk membersamai pembangunan nasional. Sampai tiba masa globalisasi, pengelolaan lingkungan hidup dikepung oleh motif perekonomian dan politik.

“Developing countries need reasonable prices for exports to carry out environmental management”. Begitu Konferensi Stockholm “melahirkan” perhatiannya kepada negara berkembang dalam pengelolaan lingkungan hidup pada bulan Juni 43 tahun yang lalu. Lantas Indonesia menjadikan pengelolaan lingkungan hidup sebagai “anak tiri” dalam keluarga besar pembangunan nasional di masa yang akan datang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun