Mohon tunggu...
Gylda Nampasnea
Gylda Nampasnea Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mencari 'Kristus' dalam Pluralisme Religius Raimundo Panikkar

22 November 2018   16:21 Diperbarui: 22 November 2018   18:15 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berbekal pengalaman pertemuan dan interaksinya dengan tradisi dan kultur lain, Panikkar berkali-kali menegaskan bahwa pandangan dan pemikirannya mengenai keunikan dan finalitas berubah dan berkembang setelah mengalami pertemuan yang intens dengan tradisi lain, terutama pertemuannya dengan Hinduisme dan Budhaisme. Dua tradisi ini dipandangnya sangat representatif dalam proses penelaahan pemikiran dan pandangan dunia Timur mengenai Allah dan bentuk pewahyuan-Nya. Pengalaman pertemuannya dengan agama  dan tradisi lain itu telah membentuk dirinya menjadi seorang pluralis dengan paradigma berpikir yang baru dan lebih terbuka terhadap segala kemungkinan pandangan dan kebenaran dalam agama dan tradisi yang lain.

Panikkar mengungkapkan Allah dalam hubungan-Nya dengan dunia secara keseluruhan dalam setiap konteks budaya maupun tradisi religius yang ada.  Menurut Panikkar, Allah tanpa dunia dan ciptaan adalah Allah yang tidak real dan tidak eksis. Hal ini tidak mengindikasikan bahwa Allah memiliki tubuh seperti manusia, tetapi tidak juga berarti bahwa Allah itu bukan suatu hal karena karena bagi Panikkar Allah adalah suatu hal tertentu, sebuah ruang, waktu, bahkan kebertubuhan Allah berbeda dari kebertubuhan manusia sebagai mikrokosmos dan dunia sebagai makantropos. Panikkar menegaskan bahwa segala sesuatu itu bisa diidentikkan sebagai 'Allah' atau tepatnya suatu Allah atau dunia Allah sendiri. Allah dapat dikenal melalui realitas dunia secara keseluruhan. Itu berarti Allah dapat dikenal melalui ciptaan-Nya. Eksistensi Allah bagi Panikkar tidak dapat dikenal dan diketahui dari Allah itu sendiri, tetapi dengan menanggapi dan melihat kenyataan kehidupan yang ada di dalam dunia ini.

  • Konsep Allah dalam Hinduisme
  • Dalam Hinduisme terdapat tiga jalan spiritualitas, yaitu karma (jalan devosi), bhakti (jalan cinta), dan Avidya (jalan pengetahuan) yang mengantar orang kepada pengertian dan pemahaman tentang Allah. Karma merupakan tindakan suci sebagai perwujudan rasa hormat dan penyembahan kepada Allah. Sementara bhakti adalah bukti penghormatan kepada Allah dengan cinta yang tiada batas dan avidya jalan untuk memiliki pengetahuan akan Allah. Allah dipahami sebagai realitas yang impersonal dalam hubungan dengan dunia yang personal. Dalam relasinya dengan dunia, Allah eksis dalam tiga bentuk yang berbeda yang memiliki fungsi sendiri-sendiri, yaitu sebagai pencipta, pemelihara, dan perusak. Dalam Hinduisme dikenal dengan konsep Trimurti, yaitu Brahman, Visnu, dan Siva.
  • Konsep Allah dalam Buddhisme
  • Dalam perspektif Budha, realitas Yang Ilahi itu adalah sesuatu yang tidak terkondisikan, tidak terbatas, tidak terciptakan, tidak terumuskan dalam bentuk dan cara apapun. Dalam agama Budha, realitas Yang Ilahi dikenal dengan sebutan, ketiadaan yang murni, sunyata. "Tiadanya Allah" itu menjadi dasar terbentuknya semua realitas yang ada dan kelihatan. Ketiadaan atau kekosongan diakui sebagai suatu kebenaran. Pengakuan bahwa 'Allah tiada' merupakan rumusan iman yang objektif dan eksplisit dalam konteks Budha.
  • Konsep Allah dalam Kekristenan

Panikkar menegaskan pemahamannya mengenai konsep Allah dalam tradisi kekristenan menurutnya jika ingin berbicara tentang Allah atau agama, Allah atau 'Yang Ilahi'  itu sendiri sesungguhnya beragam bukan hanya satu seperti halnya agama-agama. Konsep Trinitas dan Kristologi merupakan suatu bentuk kepemilikan yang eksklusif dalam Kristianitas. Konsep ini oleh Panikkar diubah menjadi sebuah jembatan penghubung yang mempertemukan Kristianitas dengan agama-agama lain. Kristus yang selama ini dianggap sebagai milik Kristianitas semata diinterpretasikan secara baru dan dijadikan dasar dan titik pertemuan  dari semua agama yang berbeda dengan menghadirkan Kristus sebagai simbol dari misteri yang memungkinkannya terekspresi secara berbeda dalam figur religius yang berbeda dalam setiap tradisi religius. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Panikkar memahami Inkarnasi Yesus sebagai Kristus yang tidak dikenal, di mana 'Yesus adalah Kristus namun Kristus bukanlah Yesus'. Bahwa Allah menjadi manusia tidak hanya melalui Kristus atau dengan kata lain, Allah tidak berinkarnasi melalui Yesus saja, tetapi juga dalam diri tokoh agama lain, seperti di dalam agama Hindu Allah bisa berinkarnasi dalam diri seorang Krisna yang adalah titisan dewa Vishnu. Kristus dan Yesus adalah dua tokoh yang berbeda. Menurut Panikkar Kristus adalah misteri Ilahi bukan suatu realitas yang memiliki banyak nama, tetapi dalam setiap nama yang berbeda-beda di masing-masing agama, Kristus ada dan menyelamatkan. Walaupun demikian Panikkar tetap menekankan kebenaran yang bertumpu pada Firman yang menjadi Daging untuk menolak semua unsur agama yang abstrak atau transenden dan untuk menekankan keluasan penyataan Allah yang tidak hanya dimonopoli oleh inkarnasi Kristus dan Alkitab.

Jika pandangan iman Kristen tentangTrinitas berorientasi pada tiga pribadi dari satu Allah yaitu: Bapa, Anak, dan Roh Kudus, maka ajaran pluralisme yang dikembangkan oleh Raimundo Panikkar, mereformulasikan doktrin Trinitas dengan menyatakan mengenai Bapa, bahwa Yang Absolut itu hanya satu, hanya ada satu Allah, satu keilahian. Sementara Yang Absolut itu, dalam tradisi Kristen digambarkan sebagai "Bapa Tuhan Kita Yesus Kristus". Panikkar percaya bahwa dalam agama lain terdapat penggambaran yang berbeda mengenai Yang Absolut (Allah) itu. Dia menegaskan bahwa yang satu menyebut Yang Absolut itu Brahman, yang satu lagi menyebut-Nya Tao. Penggambaran yang pluralistik mengenai Yang Absolut itu dapat diterima karena pada dasarnya Allah adalah sesuatu yang tidak terlukiskan atau Absolut yang tak bernama. Karena itu dia berani menyatakan bahwa Yang Absolut itu bukan nama Bapa, Allah, atau Brahman yang menjadi nama diri dari Yang Absolut, tetapi semua nama itu merupakan penggambaran kita mengenai Dia, dan bahwa Yang Absolut itu non-eksistensi. Di sini Panikkar menghubungkan antara non-eksistensi Bapa dan Peranakkan Putra. Dalam peranakan Putra, Bapa telah memberikan segala sesuatu, termasuk diri-Nya sendiri. Jadi Bapa adalah tiada karena segala sesuatu yang Bapa miliki telah diberikan kepada Putra. (di sini Panikkar mencoba  menggambarkan apa yang dialami Budha mengenai kekosongan ke dalam pengalaman Kristen mengenai Bapa dan Anak/kenosis).

Karena Bapa adalah ketiadaan atau non-eksistensi, maka Putra adalah wujud Bapa yang sangat efektif. Dalam bahasa Panikkar, Putra adalah yang bertindak dan mencipta dan hanya melalui Putra manusia dapat memiliki hubungan yang personal. Putra dimanifestasikan dalam Kristus, tetapi Kristus bukanlah monopoli Kristen, karena Kristus bukanlah mediator antara Allah dan manusia sebagaimana dipercayai dan diimani umat Kristen. Kristus dalam kacamata Panikkar adalah mediator antara yang Ilahi dan kosmis, Yang kekal dan temporal, yang dalam agama-agama lain disebut Isvara (Hindu), Tathagata (Budha), bahkan Yahweh, Allah dll.

Kristus sebagai mediator ini tidak selalu diidentifikasikan sebagai Yesus dari Nazaret meskipun umat Kristen percaya dan menegaskan bahwa Yesus dari Nazaret adalah Kristus tetapi. bagi Panikkar Kristus adalah Yesus, tetapi Yesus bukan Kristus.

Berkaitan dengan pribadi Allah yang ketiga yaitu Roh. Menurut Panikkar, sementara dalam memperanakkan Putra Bapa memberikan segala sesuatu dari diri-Nya, artinya masih terdapat sesuatu yang tersisa dalam prosesi yang pertama ini, yaitu Roh, sumber yang tiada habis-habisnya dalam menghasilkan logos. Ini berarti bahwa Roh itu selalu dan tetap berada bersama Bapa dalam tiada-Nya dan Roh itu berasal dari Bapa dan Putra yang terjadi bersamaan dalam proses.

Kesimpulan:

  • Pluralisme religius adalah fakta yang menegaskan bahwa semua manusia diciptakan berbeda dan punya acara yang berbeda pula untuk mengekspresikan imannya berdasarkan apa yang dipahaminya.
  • Seperti apa seseorang mambangun konsep tentang Allah/Tuhan yang dipercayainya, sangat ditentukan oleh hubungannya dengan Tuhan.
  • Menghargai pluralitas itu penting, karena melaluinya setiap orang menerima sesamanya dan menghargai apa yang dipercayai orang lain sebagai sesuatu yang eksklusif baginya  dan dengan demikian akan tercipta toleransi dalam keberagaman, tetapi bukan berarti dengan alasan itu kita meninggalkan keyakinan iman dan bersikap permisif kepada setiap ajaran yang ingin  merobohkan bangunan religius yang dimiliki.

KEPUSTAKAAN

  • Silvester Kanisius L, Allah dan Pluralisme Religius (Jakarta: Obor Offset, 2006)
  • Joas Adiprasetya, Trinitas dan Agama-Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018)
  • Van Den End, Institutio (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015)
  • https://en.m.wikipedia.org
  • m.wikipedia.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun