Elegant banget ya produk itu ?
Hah ? H&M lagi Sale Up To 50% ? Gas !
Mendengarkan nama produk yang satu ini tentu bukan hal baru lagi dikalangan masyarakat atas hingga bawah. Brand fashion asia satu ini sudah berhasil merintih 62 negara dengan jumlah toko mencapai lebih dari 4500an. Di Indonesia sendiri gerai H&M sudah menyebar di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Bali, Solo, Batam, Medan, Yogyakarta juga Surabaya.
Lalu ada apa dengan logo H&M ? Mengapa diplesetkan seperti itu ?
Apakah ini bagian dari bentuk protes ? Lalu protes mengenai apa ?
    Sebelum lebih jauh melihat kisah pelik di balik gemilangnya brand fashion ternama ini, mari simak melalui sudut culture jamming!
    Berbicara dari sisi media tentunya identik dengan berita, dimana sejak awal media selalu dianggap dapat menyediakan sumber terpercaya, karena sudah sebagaimana mestinya seorang jurnalis media dituntut untuk menyodorkan informasi kepada publik berdasarkan fakta yang ada. Pada dasarnya hal ini seperti sudah diatur media agar mampu mempengaruhi pikiran masyarakat sebagai seorang penikmat media atau audience. Semenjak adanya media baru sebagai audience tentu lebih mudah untuk mengakses informasi secara instan, permasalahannya hanya apakah informasi itu benar sesuai fakta atau hanya hoax pencari sensasi ? Pasalnya masih banyak pengguna sosial media dan internet yang tidak bijak, langsung percaya begitu saja apa kata internet, tidak dicari atau difilter terlebih dahulu kebenarannya.
Media seharusnya hanya mengekspos kebenaran semata, tidak dilebihkan, tidak dikarang, tidak subjektif, maupun berdasarkan asumsi sendiri, semuanya harus berdasarkan fakta yang ada dan harus mendapatkan izin untuk menyebarkan berita tersebut dari sumber informasi tersebut atau yang bersangkutan. Bukan hanya itu, media baru sekarang juga bisa menjadi tempat untuk berpendapat, berkritik secara bebas namun tetap memiliki aturan, bentuknya biasanya bisa seperti meme yang bahasanya cenderung sarkastik dan menyentil pembacanya. Apa yang masyarakat luapkan di media memiliki pengaruh dan dampak yang cukup besar bagi lingkungan kita, maka itu berbijaklah menggunakan media, dan sebisa mungkin tidak menyebarkan kebencian melalui sosial media.
A. Â Â Makna Culture Jamming
Culture Jamming sendiri merupakan hal yang meneror masyarakat untuk melawan suatu lembaga atau corporate. Budaya artistik "terorisme" ditunjukkan terhadap masyarakat informasi dimana kita hidup. Budaya jamming ini menjadi suatu aliran alternatif dan bagian dari media baru.Â
Culture jamming berperan dalam bentuk budaya populer, dimana budaya jamming mencoba untuk mengemas ulang suatu pesan sebelumnya menjadi suatu pesan baru yang berisi makna kiasan atau mengandung kritikan atau hal sarkasme dengan tujuan menjatuhkan dan mengkritik suatu budaya lainnya. Akan tetapi, secara sederhana dapat diartikan bahwa culture jamming sebagai suatu gerakan design yang keberadaan awalnya muncul didasarkan sikap anti kapitalisme, dan menjadikan desain untuk menjembatani sikap kontra mereka terhadap segala produk dari kapitalisme.
Culture jamming merepresentasikan ulang simbol dan objek yang selama ini diproduksi massal oleh korporasi atau kelompok budaya merek dominan. Culture jamming berarti mengganggu atau menghalangi sebuah budaya yang ada di kehidupan masyarakat, yakni budaya konsumtivisme sebagai akibat dari perkembangan kapitalisme dan globalisasi.Â
Jammers merupakan suatu istilah bagi mereka para pelaku culture jamming. Culture jammer pada umumnya melihat nilai-nilai sosial, budaya, politik diambil alihkan oleh kepentingan komersial. Culture jamming menuangkan berbagai ide melalui media untuk membuat  masyarakat lebih berpikir kritis. Hal ini dijadikan sebagai strategi bagi suatu perusahaan untuk membuat produknya menjadi lebih dikenal massa.
B. Keterkaitan dengan Postmodernisme
Postmodernisme mengarah pada produk kultural yang berbeda dari produk kultural modern. Postmodernisme sendiri meliputi periode historis baru, produk kultur baru dan tipe baru dalam penyusunan teori tentang kehidupan sosial. Menurut Ritzer dan Goodman (2004), ada 3 konsep tentang postmodern :
Pertama, konsep postmodern ditujukkan pada keyakinan yang tersebar luas bahwasannya era modern telah berakhir dan kita memasuki periode historis baru, yaitu postmodern.
Kedua, postmodern berhubungan dengan dunia kultural dan dapat dikatakan bahwasannya produk postmodern cenderung menggantikan produk modern.
Ketiga, teori sosial postmodern merupakan suatu hal yang berbeda dengan teori sosial modern. Pemikiran postmodern menolak semua landasan karena cenderung menjadi relativistik, irrasional dan nihilistik.
C. Â Â Poster Plesetan dari Logo H&M
Mengulik kembali apa yang telah dituliskan pada bagian awal tulisan ini. Dilansir dari Tirto.id menyatakanbahwa aliansi LSM buruh dan HAM menemukan dan menguak dalam laporannya yang dipublikasikan 28 Mei lalu. Laporan tersebut disusun berdasarkan hasil riset lapangan beberapa LSM seperti Asia Floor Wage Alliance (AFWA), CENTRAL Cambodia, Global Labor Justice, Sedane Labour Resource Centre (LIPS) Indonesia, dan Society for Labour and Development (SLD) India. Dalam laporannya, mereka menyatakan pekerja garmen perempuan di pabrik dua jenama fashion ternama, Gap dan H&M, cabang Asia kerap mengalami kekerasan seksual dan fisik akibat tuntutan target perusahaan. Tindak kekerasan ini meliputi pelecehan verbal, ancaman, sampai pemaksaan lembur. Kekerasan tak sebatas terjadi di lokasi kerja, tetapi juga di luar pabrik. Global Labor Justice menegaskan ada faktor sistematis yang membuat pekerja perempuan seringkali jadi sasaran aksi kekerasan dalam mata rantai industri garmen. Faktor itu antara lain kontrak jangka pendek, target produksi dan jam kerja yang berlebih, pemenuhan upah yang minim, sampai ketidakamanan tempat kerja. Lebih dari 540 pekerja di pabrik pemasok dua jenama tersebut menggambarkan pengalaman buruknya. Kejadian rata-rata terjadi selama Januari dan Mei 2018 di Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, dan Sri Lanka. Fakta berbicara, segala kekerasan yang dialami pekerja garmen di pabrik pemasok jenama fashion macam H&M maupun Gap itu bukanlah yang pertama terjadi. Riwayatnya panjang dan sampai sekarang belum ada inisiatif dari pihak perusahaan guna memperbaiki situasi. Masalah lainnya adalah pelecehan seksual di tempat kerja. Menurut narasumber penelitian, pelecehan seksual adalah "hal yang biasa dijumpai."
Hal yang katanya sering dijumpai ini bukanlah sesuatu yang patut dibiarkan namun perlu ditiadakan. Salah satu bentuk protes dan suatu gerakan baru ialah dengan mengubah logo H&M seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas. Dimana gambar tersebut merepresentasikan pekerja-pekerja perempuan terlihat dari kaki-kaki pada gmbar dengan tambahan sepatu high heels yang identik dengan seorang perempuan yang dituntut dan dipaksa untuk bekerja bagi brand yang gemilang di mata masyarakat atau para konsumennya.
Jadi masih inginkah Anda turut mengambil bagian dari penderitaan mereka yang ada di balik layar ?Â
Daftar Pustaka :
Heldi. (2009). Â Pola Konsumsi Masyarakat Postmodern: Suatu Telaah Perilaku Konsumtif dalam Masyarakat Postmodern. Al-Iqtishad, 1(1), hal 113-122
Faisal, M. (2018). Nasib Buruh H&M Tak Secerah Produknya. Â Diakses pada 29 Maret 2021, dari https://tirto.id/nasib-buruh-hm-tak-secerah-produknya-cLRS
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H