Mohon tunggu...
Gwyneth Mandala
Gwyneth Mandala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

luscus cultricem.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Not Working ke Net Working atau Net Working ke Not Working?

9 Maret 2021   20:39 Diperbarui: 9 Maret 2021   21:47 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Segala sesuatu berputar, jika sudah selesai masanya simpan dan kenanglah dia bagai sebuah artefak. Kita sambut perubahan baru tanpa melupakan yang lama." @greatme18_ 

Sebelum ada mesin tik, orang harus menuliskan semua hal yang ingin mereka simpan sebagai arsip maupun informasi diatas kertas dengan tulisan tangan, karena tulisan tangan sendiri merupakan bagian dari ciri khas seseorang maka file arsip atau tulisan-tulisan pada zaman itu pun beragam. Kemudian ditemukan mesin tik mengubah cara orang dalam menuliskan sesuatu. Jika sebelumnya orang harus menulis menggunakan tangan, namun setelah hadirnya mesin tik orang bias meringankan hal tersebut dengan mengetik pada kertas dengan huruf yang seragam dan rapi. 

Pada saat ini, kita akan melihat bagaimana perkembangan mesin tik menuju komputer dengan kacamata Circuit of Culture yang merupakan sebuah model berpikir yang dibentuk dan dikembangkan oleh Stuart Hall. Circuit of Culture membantu kita untuk mengetahui makna suatu budaya. Terdapat lima elemen yakni regulasi, produksi, konsumsi, representasi dan identitas. Kelima elemen ini berkesinambungan dan berkaitan (Curtin & Gaither, dalam Mardatilah & Perdana, 2018, h. 29). Saya akan menjelaskan lebih lanjut lagi menggunakan salah satu elemen yakni identitas dimana makna yang dibentuk oleh orang untuk merepresentasikan sesuatu, merk, produk hingga manusia.

Seiring perkembangannya, mesin tik pun mengalami perubahan secara bertahap. Sebelumnya hanya dikenal mesin tik yang kecil yang hanya bisa mengetik tulisan hanya dalam bentuk portrait namun kemudian hadirlah mesin tik dengan ukuran lebih besar dan bisa digunakan orang mengetik secara memanjang atau landscape. Perkembangan lebih pesat terjadi saat mulai ditemukannya mesin tik elektrik, yaitu mesin tik yang menggunakan format elektrik yang bias memilih jenis huruf serta ukuran huruf dapat diganti sesuai dengan kebutuhan. Penemuan mesin tik elektrik ini lebih memudahkan orang dalam menghasilkan suatu karya tulisan atau sejenisnya. Seperti yang kita ketahui, teknologi memang dapat berkembang pesat dalam sekejap mata. Penemuan komputer menjadikan mesin tik sebagai barang lawas yang kurang efektif. Komputer mendukung proses pengetikan menjadi jauh lebih mudah, bias langsung direvisi, dan dicetak kapan saja kita menginginkan. Secara drastis, mesin tik menjadi ketinggalan zaman. Orang langsung beralih menggunakan mesin tik sebagai sarana mengetik untuk menghasilkan karya, ditambah Microsoft juga secara terus menerus mengembangkan perangkat lunak yang dari tahun ketahun semakin mudah dioperasikan sekarang, mesin tik sekarang hanya tersedia di toko-toko tertentu, karena memang penggunaannya hanya tersisa di sebagian tempat untuk pengetikan kwitansi dan berbagai pernak-pernik yang membutuhkan pencetakan dengan kertas rangkap 2 atau 3. 

Perusahaan produsen mesin tik sudah tidak lagi memproduksi alat ini karena tidak mampu bersaing dengan teknologi baru pada era ini. Masa sebelum tahun 1990-an , satu-satunya alat bantu tulis pekerjaan di masa itu adalah mesin ketik manual, pegawai antri untuk mengetik konsep atau net surat, laporan, dan segala sesuatu pekerjaan, itu semua karena keterbatasan mesin ketik manual . Pada masa itu hampir semua pegawai ahli dalam mengetik, dengan menggunakan sepuluh jari dan tanpa melihat tuas abjad pada mesin ketik output kerja dihasilkan dari mesin ketik manual. Masa awal tahun 1990, Direktorat Jenderal Anggaran pada masa itu mulai memperkenalkan teknologi informasi yaitu komputer kepada semua kantor daerah dengan mengirimkan komputer, jumlah yang sangat terbatas untuk setiap kantor, komputer dengan spesifikasi rendah, under DOS, layar hijau (green screen atau tidak berwarna). Komputer sebagai barang langka, ditempatkan pada ruangan khusus yaitu ruang komputer, tidak semua pegawai diperbolehkan mengoperasikannya, komputer sebagai barang mutahir yang sakral di masa itu. Seiring dengan waktu, kiriman komputer ke kantor daerah bertambah banyak, setiap ruang sudah ada komputer, banyak pegawai berani untuk mulai belajar mengoperasikan, dan mulai mengetahui manfaat komputer, bagaimana cara mengoperasikan komputer jauh lebih sempurna dari pada mesin ketik manual. 

Dan pada akhirnya, pekerjaan mengetik konsep atau net surat, laporan semua pekerjaan menggunakan komputer, mesin ketik manual dianggap kurang cepat dan efisien. Komputer sendiri juga merupakan bentuk perkembangan dari mesin tik, dimana memiliki tujuan yang sama, namun komputer adalah bentuk inovatifnya dengan ragam fungsi yang luas. Manfaat serta kemudahan-kemudahan dalam penyelesaian pekerjaan dengan menggunakan komputer menjadikan komputer sebagai alat bantu utama dalam bekerja, tanpa komputer tidak bisa bekerja atau pun mengerjakan tugas kuliah, apalagi disaat pandemi seperti sekarang ini, manfaat serta keuntungan dari penggunaan komputer semakin kita rasakan.

 Dengan adanya artefak digital seperti mesin tik menuju komputer membantu kita menyelesaikan berbagai tugas (not working menuju net working). Kemajuan Teknologi Informasi berkembang pesat, dari lahirnya komputer hingga sekarang lahirnya internet yang menjadi penunjang kinerja sebuah perangkat komputer dalam mengakses informasi dan hamper semua hal yang kita butuhkan dapat kita akses untuk mendapatkan informasi seputar itu. Dengan bantuan internet semua orang dapat menyelesaikan pekerjaan, penyampaian laporan dengan cepat, tetapi ada beberapa orang yang kurang pandai dan bijak dalam menggunakan internet. Internet yang seharusnya sebagai "net working" jaringan untuk kerja tetapi menjadi "not working" tidak bekerja. 

Jadi manakah dirimu ? Not Working ke Net Working Atau Net Working ke Not Working ? Jadilah penentunya!

Daftar Pustaka : Mardatilah, W. G. & Perdana, A. S. D. (2018). 'Ada Aqua' Campaign And The Risk Of Dehydrate Circuit-Of-Culture Model. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1 (1). 27-37

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun